Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua terdakwa atas perkara pembunuhan di luar proses hukum atau unlawful killing atas enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, yakni enam tahun penjara. Keduanya itu diketahui Ipda M. Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan.
"Tim Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan tindak pidana perkara merampas nyawa orang secara bersama-sama dengan Nomor Perkara : 868/Pid.B/2021/PN Jkt.Sel atas nama terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan Nomor Perkara : 867/Pid.B/2021/PN Jkt.Sel atas nama terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dengan amar tuntutan pidana penjara masing-masing selama 6 tahun dengan perintah para terdakwa segera ditahan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Nurcahyo dalam keterangannya, Selasa (22/2/2022).
Advertisement
Dia menjelaskan, beberapa hal yang memberatkan para terdakwa dalam tuntutan JPU itu yakni terdakwa yang berkewajiban melaksanakan tugas pelayanan perlindungan kepada masyarakat tidak memperhatikan asas legalitas, nesesitas, proposionalitas dalam penggunaan senjata api.
"Terdakwa secara berlebihan dalam penggunaan senjata api dan terdakwa bersama-sama menghilangkan nyawa empat anggota FPI," jelas dia.
Lalu, untuk hal yang meringankan para terdakwa yakni terdakwa sedang dalam melaksanakan tugas negara untuk melakukan pembuntutan dalam rangka pemanggilan mantan pentolan FPI Habib Rizieq Shihab.
"Terdakwa telah mengabdi sebagai polisi selama 12 tahun untuk terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, dan terdakwa telah mengabdi sebagai polisi selama 20 tahun untuk terdakwa Ipda M. Yusmin Ohorella," ujarnya.
"Terdakwa selama melaksanakan tugas sebagai polisi tidak pernah melakukan perbuatan tercela," sambungnya.
Diketahui, dalam surat dakwaan itu kedua terdakwa yakni Ipda MYO dan Briptu FR didakwa dengan Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 KUHP. "Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," sebutnya.
Pada surat dakwaan itu mereka disebutkan yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain.
"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat (3) KUHP jo pasal pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," tutupnya.
Dalam kasus pembunuhan di luar proses hukum atau unlawful killing atas enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek telah ditetapkan sebanyak tiga orang. Ketiganya diketahui atas nama inisial F, Y dan EPZ. Namun, salah satu tersangka yakni berinisial EPZ dinyatakan meninggal dunia akibat kecelakaan. Sehingga, berkas kasus milik EPZ tersebut dihentikan oleh penyidik.
Perjalanan kasus ini bermula saat enam polisi tengah menyelidiki rencana pengerahan massa pada pemeriksaan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab atas kasus kerumunan di tengah pandemi Covid-19, yang dijadwalkan berlangsung pukul 10.00 WIB, Senin 7 Desember 2022. Polisi mendapatkan informasi, akan ada pengerahan massa ke Polda Metro Jaya saat pemeriksaan tersebut.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menjelaskan, anggota kemudian bertemu dengan kendaraan yang ditumpangi pengikut Rizieq Shihab di Kilometer 50 ruas Tol Jakarta-Cikampek. Hal itu terjadi pada pukul 00.30 WIB, Senin 7 Desember 2020.
Kendaraan petugas itu pun dipepet dan diserang. Baku tembak pun tak terhindarkan. Fadil Imran menyebut, ada 10 orang yang diduga pengikut Rizieq Shihab di mobil tersebut.
Akibat baku tembak itu, enam orang di antaranya yang disebut Fadil sebagai anggota laskar khusus itu tewas.
"Kemudian diserang dengan menggunakan senjata api dan sajam. Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang kemudian melakukan tegas dan terukur sehingga terhadap kelompok yang diduga pengikut MRS (Muhammad Rizieq Shihab) yang berjumlah 10 orang itu ada enam yang meninggal dunia," papar Fadil.
Fadil mengatakan, tidak ada polisi yang terluka pada kejadian itu. Menurut dia, empat anggota laskar khusus lainnya melarikan diri. Namun, pihak FPI mengatakan justru anggotanya lah yang diadang oleh orang tidak dikenal di tol tersebut. Kuasa hukum Rizieq Shihab, Aziz Yanuar menegaskan, pihaknya lah yang diserang dan ditembak.
"Bahwa benar ada peristiwa penghadangan, penembakan terhadap rombongan IB HRS (Imam Besar Habib Rizieq Shihab) dan keluarga serta penculikan terhadap enam orang laskar pengawal IB," tutur Aziz dalam keterangannya, Senin 7 Desember 2020.
Dia mengatakan, peristiwa terjadi di dekat pintu Tol Kerawang Timur. Menurut dia, saat itu, Rizieq dan keluarganya termasuk cucunya yang masih balita akan menuju tempat pengajian subuh keluarga.
"Sekali lagi ini pengajian subuh internal khusus keluarga inti. Dalam perjalanan menuju lokasi pengajian subuh keluarga tersebut, rombongan diadang oleh preman OTK," ujar Aziz.
Dia menyebut OTK ini mengeluarkan tembakan ke laskar pengawal keluarga. "Kami duga kuat bagian dari operasi penguntitan dan untuk mencelakakan IB," jelas Azis.
Komnas HAM Turun Tangan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut melakukan investigasi mendalam atas kasus tersebut. Hasilnya, disimpulkan ada unsur pelanggaran HAM dalam kasus penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek.
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam membagi pokok perkara dari peristiwa itu. Pertama, benar ada upaya pembuntutan oleh petugas kepolisian Polda Metro Jaya terhadap Pimpinan FPI Rizieq Shihab terkait keberadaan dan pemeriksaan kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Kemudian kedua, ada kondisi saling serempet antara mobil laskar FPI dan petugas kepolisian, bahkan saling serang menggunakan senjata api.
"Bahwa di KM 50, dua anggota laskar ditemukan meninggal dan empat lainnya masih hidup dan dibawa petugas kepolisian," tutur Choirul di Kantor Komnas HAM, Jakarta Selatan, Jumat 8 Januari 2021.
Menurut Choirul, pelanggaran HAM terjadi dalam peristiwa ketiga, yakni penembakan terhadap empat anggota laksar FPI yang masih hidup saat dibawa oleh petugas kepolisian.
"Bahwa peristiwa tersebut masuk dalam pelanggaran HAM," jelas dia.
Choirul mengatakan, pihaknya hanya mendapatkan informasi dari satu pihak saja yakni Polda Metro Jaya bahwa terjadi perlawanan dari empat laskar FPI sehingga dilakukan tindakan tegas terukur dan menyebabkan meninggal dunia. Penembakan empat orang dalam satu waktu ini, dinilai tanpa adanya upaya petugas menghindari adanya korban jatuh lainnya.
"Yang empat ini, kita sebut sebagai peristiwa pelanggaran HAM," Choirul menandaskan.
Polisi lantas akhirnya menetapkan tiga tersangka terkait dengan kasus unlawful killing atau pembunuhan di luar proses hukum atas tewasnya laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek. Mereka adalah tiga anggota Polda Metro Jaya yang sebelumnya berstatus sebagai terlapor.
"Terlapor tiga tersebut dinaikkan menjadi tersangka," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 6 April 2021.
Menurut Rusdi, penetapan tersangka tewasnya laskar FPI dilakukan usai gelar perkara pada Kamis 1 April 2021.
"Akan tetapi ada satu terlapor inisial EPZ meninggal dunia, berdasarkan 109 Kuhap, karena yang bersangkutan meninggal dunia maka penyidikannya langsung dihentikan," jelas dia.
Proses hukum pun berlanjut ke persidangan. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang perdana kasus pembunuhan di luar proses hukum atau unlawful killing atas enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, pada Senin 18 Oktober 2021.
Sidang perdana kasus unlawful killing beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dua orang terdakwa. Pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap 2 orang terdakwa yaitu Primair Pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Subsidair Pasal 351 ayat (3) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ada dua terdakwa kasus Unlawful Killing Laskar Front Pembela Islam (FPI) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Persidangan digelar secara terpisah. Majelis Hakim PN Jaksel mendengarkan dakwaan atas nama terdakwa Briptu Fikri Ramadhan terlebih dahulu.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa peristiwa ini bermula saat terdakwa bersama enam rekannya mendapatkan perintah untuk mengawasi simpatisan Rizieq Shihab menyusul adanya informasi rencana pendukung Shihab menggelar aksi di Polda Metro Jaya pada 7 Desember 2020.
"Pihak Polda Metro Jaya mengantisipasi dengan cara mengambil langkah-langkah tertutup dan memerintahkan anggotanya memantau semua simpatisan Rizieq Shihab yang berada di Perumahan The Nature Mutiara Sentul, Kabupaten Bogor," jelas JPU.
Jaksa mengungkapkan pemantauan dilakukan pada Minggu 6 Desember 2020 sekira pukul 21.00 WIB. Briptu Fikri Ramadhan dan rekan-rekannya berangkat ke lokasi menggunakan tiga kendaraan salah satu kendaraan yakni Toyota Avanza silver.
"Satu mobil Toyota Avanza silver dikemudikan Bripka Faisal Khasbi Alaeya, sedangkan terdakwa, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, dan Ipda Elwira Pradi Z (almarhum) sebagai penumpang," ujar Jaksa.
Jaksa menguraikan, Briptu Fikri Ramadhan dan rekan-rekan kemudian membuntuti mobil rombongan Rizieq Shihab yang terlihat keluar dari Perumahan The Nature Mutiara Sentul Kabupaten Bogor.
Ada 10 unit mobil. Sembilan unit mobil menuju ke Jakarta dan satu lagi ke arah Bogor.
Jaksa menerangkan, mobil yang ditumpangi terdakwa dan rekan-rekan ketika sedang melakukan pemantauan dihalang-halangi oleh dua mobil yang diduga berisi rombongan simpatisan Rizieq. Kejadian itu di pintu keluar tol Karawang Timur pada Senin 7 Desember 2020 sekira pukul 00.05 WIB.
Jaksa menjelaskan, salah satu mobil rombongan simpatisan Rizieq Shina bahkan menyerempet dan menyenggol bumper sebelah kanan setiba di Jalan International, Kabupaten Karawang. Sehingga, aksi kejar-kejaran tak terhindarkan.
"Atas peristiwa itu, terdakwa bersama rekan mengejar mobil yang dikemudikan anggota FPI," ujar Jaksa.
Jaksa menguraikan, tiba-tiba muncul kendaraan Chevrolet Spin abu-abu. Kendaraan itu mempepet dan memberhentikan mobil terdakwa dan rekan-rekannya. Kedua mobil milik simpatisan Rizieq Shihab itu kemudian berhenti di depan Hotel Novotel di Jalan Internasional.
Jaksa menyebut, penumpang dan pengemudi yang berada di kendaraan Chevrolet Spin abu-abu turun sambil membawa senjata tajam.
"Seorang laki-laki menggunakan Jaket warna biru membawa pedang gagang warna biru atau samurai, seorang laki-laki, menggunakan Jaket warna hitam membawa pedang gagang warna coklat, seorang laki-laki menggunakan jaket warna hitam membawa tongkat runcing, seorang laki-laki menggunakan kaos putih membawa celurit gagang warna coklat," ucap Jaksa.
Jaksa mengatakan, salah seorang diantaranya menghampir mobil yang ditumpangi terdakwa lalu melakukan penyerangan secara membabi buta. "Pria berjaket biru mengayunkan pedang dan membacok kap mesin dan satu kali ke arah kaca mobil," ujar Jaksa.
Advertisement
Aksi Baku Tembak
Jaksa menerangkan, Bripka Faisal Khasbi Alaeya lantas memberikan tembakan peringatan untuk menghentikan aksi brutal kempaat anggota FPI itu. Jaksa menerangkan, keempat anggota FPI lari ke arah kendaraan Chevrolet Spin abu-abu. Ada dua anggota FPI yang turun dari mobil itu. Salah seorang diantaranya menodongkan senjata api ke arah mobil yang dikemudikan Bripka Faisal Khasbi Alaeya.
Jaksa menyebut, tiga kali tembakan yang menyebabkan ada lubang pada kaca depan Anvanza yang dikendarai Bripka Faisal Khasbi Alaeya.
"Akan tetapi secara refleks Bripka Faisal Khasbi Alaeya dan teman-temannya yang laiin menunduk sambil berlindung. Setelah menembak tiga kali, anggota FPI masuk kembali ke dalam mobilnya dan hendak kabur melarikan diri," ujar dia.
Jaksa menerangkan, Faisal Khasbi Alaeya turun untuk membalas tembakan secara terarah dan terukur. Adapun, peluru mengenai anggota FPI bernama Faiz Ahmad Syukur pada bagian lengan kiri dan Andi Oktiawan pada punggung sisi kiri.
Jaksa menerangkan, kedua anggota FPI kembali masuk ke dalam mobil Chevrolet Spin abu-abu dan melarikan diri. Bripka Faisal Khasbi Alaeya yang mengendarai Avanza Silver mengejar dan berusaha menyalip mobil Chevrolet Spin warna abu-abu dari sebelah kiri.
Namun, pada saat itu, anggota FPI yang duduk di depan membuka kaca mobil dan menodongkan senjata api ke arah mobil yang ditumpangi terdakwa. Seketika Bripka Faisal yang mengendarai mobil melawan dengan menembak beberapa kali ke arah ban mobil sehingga mengakibatkan ban mobil anggota FPI tersebut kempes.
Demikian juga dengan Ipda Elwira Priadi (almarhum). Ia juga melepaskan peluru secara terarah dan mematikan menggunakan ke penumpamg yang ada di dalam mobil Chevrolet Spin abu-abu milik anggota FPI.
"Mobil Chevrolet Spin abu-abu milik anggota FPI tidak berhenti sekalipun sudah terkena tembakan," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Bripka Faisal Khasbi Alaeya kembali mengejar mobil anggota FPI Chevrolet Spin milik anggota FPI. Dan pada saat kedua posisi mobil sejajar.
Giliran Ipda Mohammad Yusmin Ohorella yang melakukan penembakan menggunakan senjata milik Bripka Faisal.
"Terdakwa turut melakukan penembakan dengan senjata api ke arah penumpang yang berada diatas mobil anggota FPI yang duduk jok tengah mobil Chevrolet Spin abu-abu dengan jarak penembakan yang sangat dekat kurang lebih 1 meter," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, mobil Chevrolet Spin abu-abu terus melaju sampai ke arah Karawang Timur. Jaksa mengungkapkan terdakwa dan rekan-rekannya sempat kehilangan jejak lantaran mobil Chevrolet Spin abu-abu terhalang oleh mobil truk yang ada di depan mereka.
"Sehingga mobil yang dikejar tidak lagi kelihatan," udap dia.
Jaksa menerangkan, tak lama kemudian sewaktu melintas di Rest Area Km 50, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella melihat mobil Chevrolet Spin abu-abu milik anggota FPI menabrak pembatas jalan dan menabrak mobil sedan yang sedang parkir di Rest Area.
"Mendengar ada tabrakan mobil dan terlihat keluar asap dari mobil Chevrolet Spin warna karena pecah bannya," ucap Jaksa.
Jaksa menuturkan, Bripka Faisal Khasbi Alaeya lantas menepikan mobil yang dikendarainya dan berlari menghampiri mobil Chevrolet Spin warna abu-abu milik anggota FPI.
Terdakwa, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, dan Ipda Elwira Pradi Z (almarhum) meminta para penumpang yang ada di dalam mobil turun dan tiarap di belakang mobil Chevrolet Spin abu- abu.
Jaksa menyebut, Bripka Faisal Khasbi Alaeya menggeledah badan terhadap empat orang anggota FPI dan ditemukan 4 (empat) unit telepon seluler, sedangkan Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) melakukan penggeledahan dari sisi kanan mobil anggota FPI.
Sementara terdakwa sendiri melakukan penggeledahan dari sisi sebelah kiri mobil anggota FPI dan ditemukan 1 (satu) orang laki-laki dengan menggunakan baju merah yang tergeletak jok depan samping supir dan 1 orang lagi laki-laki dengan jaket hijau di jok tengah sebelah kiri sedang tergeletak. Keduanya ternyata sudah meninggal.
"Dilakukan pengecekan kondisi kedua orang dan nadi sudah tidak berdenyut disaksikan dari jauh oleh para saksi yang berada di Rest Area Km 50 yaitu Eis Asmawati Binti Solihan, Rati Binti Adum, sopir mobil Towing bernama Hotib alias Pak Badeng, dan juru parkir bemama Karman Lesmana Bin Odik," tandas dia.
Terdakwa kasus pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap anggota FPI, Briptu Fikri Ramadhan mengaku baku tembak dengan Laskar FPI pada 2020 merupakan pengalaman pertamanya selama ia bertugas sebagai polisi.
"Saya tidak pernah (baku tembak sebelumnya, Red.) Yang Mulia. Baru kali ini," kata Briptu Fikri saat sidang agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu 2 Februari 2022.
Hakim anggota pada persidangan, Elfian, lanjut bertanya mengenai kondisi batin Briptu Fikri usai terjadi baku tembak antara polisi dan Laskar FPI.
"Kacau, sangat kacau," kata Fikri menjawab pertanyaan Elfian, dikutip Antara.
Fikri saat persidangan menyampaikan sebelum ada baku tembak, pihak FPI sempat menyerang mobil milik kepolisian. Polisi pun sempat meletuskan tembakan peringatan. Akan tetapi, penyerangan masih berlanjut. Alhasil, baku tembak terjadi dan dua anggota FPI, yaitu Luthfi Hakim (25) dan Andi Oktiawan (33) tewas.
Keduanya ditemukan tewas saat polisi menghentikan mobil milik FPI di Rest Area KM 50 Tol Cikampek. Dua anggota FPI yang tewas pun dievakuasi ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta.
Di Rest Area, empat anggota FPI lainnya yang sempat berada dalam satu mobil bersama Luthfi dan Andi pun digeledah. Polisi menemukan senjata api rakitan dan senjata tajam. Empat anggota FPI itu kemudian diangkut menggunakan mobil Xenia milik kepolisian untuk dibawa ke Markas Polda Metro Jaya, Jakarta.
Di dalam mobil, Fikri menerangkan insiden penembakan berlanjut setelah salah satu anggota FPI menyerang dan berusaha merebut senjata petugas. Fikri mengaku dicekik, dijambak, dan ditarik tangannya oleh anggota FPI.
Dalam pergulatan mempertahankan senjata dan menyelamatkan diri, dua anggota polisi, yaitu Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi dan Briptu Fikri menembak anggota FPI.
Empat anggota FPI, yaitu Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21), pun tewas tertembak di dalam mobil Xenia milik kepolisian.
Akibat dua insiden itu, Briptu Fikri dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella, yang mengendarai mobil Xenia, telah ditetapkan sebagai terdakwa dan saat ini masih menjalani persidangan.
Ipda Elwira yang turut melakukan penembakan di dalam mobil sempat ditetapkan sebagai tersangka. Akan tetapi, dia meninggal dunia sebelum persidangan.
Briptu Fikri dan Ipda Yusmin telah didakwa oleh penuntut umum melakukan pembunuhan sewenang-wenang/di luar hukum. Dua terdakwa itu oleh penuntut umum dijerat dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya 15 tahun penjara dan 7 tahun penjara.