Polemik Wayang "Haram", Organisasi Pewayangan: Mari Saling Jaga dan Hormati Eksistensi Budaya

Ketua Umum Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI), Suparmin Sunjoyo, berharap semua elemen masyarakat untuk saling menjaga dan menghormati eksistensi budaya, termasuk wayang.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Feb 2022, 20:48 WIB
Pengunjung mengamati salah satu koleksi wayang yang ditampilkan dalam pameran 'Wayang Rupa Kita' di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta, Senin (22/11/2021) (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI), Suparmin Sunjoyo, berharap semua elemen masyarakat untuk saling menjaga dan menghormati eksistensi budaya, termasuk wayang.

Suparmin mengatakan, bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk. Kemajemukan tersebut terjalin dalam satu ikatan sebagai sebuah bangsa yang utuh dan berdaulat. Oleh karena itu, kata dia, penghormatan terhadap berbagai perbedaan adalah syarat mutlak demi terawatnya persatuan dan kesatuan.

“Kami menghimbau kepada segenap elemen masyarakat untuk saling menjaga dan menghormati eksistensi budaya yang sudah ada di Nusantara, di masa lalu hingga saat ini,” ujar Suparmin dalam keterangan resmi.

Hal senada dikatakan Kondang Sutrisno, Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Pusat. Menurut dia, isu berkembang yang menyatakan bahwa wayang dilarang dalam Islam dan harus dimusnahkan, sangat menyakiti hati para dalang.

“Selain melanggar berbagai ketetapan perundang-undangan, hal ini sangat menyinggung para seniman pawayangan. Antara lain para dalang, pengrawit, pesinden, pengrajin wayang dan para penyinta wayang di seluruh dunia,” jelasnya.

Ia menghimbau kepada segenap tokoh masyarakat untuk berhati-hati dalam setiap membuat statement agar tidak menimbulkan kegaduhan dan kontroversi yang tidak perlu.

“Organisasi-organisasi pewayangan di Indonesia tentu membuka ruang dialog kepada para pihak yang ingin mengenal lebih jauh wayang sebagai salah satu warisan seni budaya bangsa,” ujar Kondang.

Memusnahkan benda budaya bernilai sejarah, lanjut Kondang, jelas tidak sesuai dengan Undang-undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 Tahun 2017. Tidak sesuai dengan Keputusan Presiden No. 30 Tahun 2018 yang menetapkan tanggal 7 November sebagai Hari Wayang Nasional.

Selain juga bertentangan dengan penetapan wayang Indonesia oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003 sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity – Karya Agung Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan.

“Selain itu wayang adalah bagian dari seni, termasuk dari sepuluh Obyek Pemajuan Kebudayaan yang harus dilindungi, dikembangkan dan dimanfaatkan,” ujarnya.

Kondang juga mengingatkan agar masyarakat dan bangsa Indonesia di manapun berada, waspada dan menghindari berbagai upaya pihak yang ingin memecah belah bangsa. “Pembenturan antar kelompok atau golongan masyarakat yang mengganggu dan mengancam ketenangan, ketenteraman dan kedamaian hidup bersama,” paparnya.

Ia juga menghimbau para pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun swasta, agar secara nyata berkontribusi melindungi dan mengembangkan pewayangan di seluruh Indonesia dengan tindakan nyata.


Polemik

Pengunjung mengamati salah satu koleksi wayang yang ditampilkan dalam pameran 'Wayang Rupa Kita' di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta, Senin (22/11/2021) (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Polemik soal wayang bermula ketika Khalid Basalamah mengomentari pertanyaan jemaah soal hukum wayang dalam Islam.

Ia menyebut sebaiknya hal ditinggalkan dan meminta dalang bertaubat karena tak sesuai dengan standar Islam. Pernyataan itu lantas menuai reaksi keras dari banyak kalangan.

Lalu, pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah turut menggelar pertunjukan wayang kulit di Pondok Pesantren asuhannya, Ora Aji, Sleman Yogyakarta.

Pertunjukan wayang itu dinilai penuh sindiran yang diduga ditujukan untuk Khalid yang mempermasalahkan keharaman wayang.


Infografis

Infografis Wayang Potehi

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya