Liputan6.com, Jakarta - - Generasi milenial yang saat ini menginjak usia produktif, acap dihadapkan dengan berbagai permasalahan keuangan. Di satu sisi, mereka mungkin bisa menghasilkan uang sebagai pemasukan. Namun, di saat bersamaan, muncul beban lain yang tak jarang membuat pengeluaran membengkak.
Keadaan yang banyak menimpa generasi milenial saat ini, salah satunya adalah fenomena sandwich generation. Sandwich Generation adalah istilah bagi seseorang yang masih harus menanggung kebutuhan hidup orangtua (generasi sebelumnya), bersamaan dengan beban satu generasi di bawahnya. Padahal, mereka juga harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
"Generasi sandwich ini memang generasi yang sangat krusial. Generasi yang mereka juga bekerja, tapi tuntutan hidupnya juga banyak," ujar Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) perwakilan Jakarta, Marco Poetra Kawet dalam edukasi wartawan, Rabu (23/2/2022).
Baca Juga
Advertisement
Pada kondisi seperti itu, mau tidak mau seseorang harus memiliki sumber pendapatan lebih. Harapannya, selain memenuhi kebutuhan saat ini, juga agar tidak berlanjut membebani generasi setelahnya. Sehingga rantai sandwich generation bisa putus. Investasi bisa menjadi jalan keluar untuk memutus rantai sandwich generation.
"Saya selalu bilang sih ke anak-anak muda, lebih baik mengenal investasi dari muda yang artinya lebih baik kehilangan masa muda daripada kehilangan masa tua," kata Marco.
Dengan demikian, Marco menilai penting bagi generasi sandwich untuk menerapkan perencanaan keuangan. Dia menuturkan, jika hal itu diajarkan dan diterapkan sejak awal, maka akan membentuk kebiasaan pengelolaan keuangan yang efisien. Sehingga lambat laun bisa menerapkan konsep menabung dan investasi dengan tepat.
"Jadi behaviournya harus di-create dulu dengan cara pengenalan terkait money management. Dari situ mereka akan terbiasa. Setidaknya setiap bulan mereka pasti akan memiliki daya beli yang dapat mereka alokasikan untuk melakukan pembelian produk investasi,” kata Marco.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Investor Muda Serbu Pasar Modal
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) kebanjiran investor muda. Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi mengatakan, tren ini telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dan tertinggi dicatatkan selama pandemi COVID-19.
"Di 2021 lalu, jumlah investor mencatat rekor pertumbuhan tertinggi sepanjang sejarah pasar modal. Untuk jumlah investor saham bahkan bertambah lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya, tepatnya 103,6 persen,” ungkap Hasan dalam edukasi wartawan pasar modal, Rabu, 23 Februari 2022.
Merujuk laman KSEI, jumlah investor pasar modal hingga akhir Desember 2021 didominasi oleh investor berusia di bawah 30 tahun sebesar 60,02 persne. Disusul investor dengan rentang usia 31–40 tahun 21, 46 persen, usia 41—50 tahun 10,45 persen. Sisanya investor usia 51—60 dan di atas 60 tahun masing-masing 5,16 persen dan 2,91 persen.
Hasan menambahkan, dari sisi likuiditas pasar juga mencatatkan kinerja serupa. Aktivitas transaksi di bursa juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal itu dicerminkan oleh rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) yang mencapai Rp 13,47 triliun pada 2021. Naik signifikan, yaitu 45 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya di angka Rp 9,21 triliun per harinya.
"Kami juga berupaya untuk terus menggalakkan mengintensifkan kegiatan edukasi dan literasi untuk mengimbangi angka-angka pertumbuhan ini. Jadi selain kuantitas yang bertambah demikian pesat memastikan dari sisi kualitas ini juga tetap dapat dilakukan,” kata Hasan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) perwakilan Jakarta, Marco Poetra Kawet mengatakan cara paling efektif untuk menyebarkan informasi terkait pasar modal yakni lewat perguruan tinggi. Meski juga tak meninggalkan pendekatan lain, seperti melalui media sosial.
“Teknik penyebaran informasi saat ini yang paling banyak menjangkau anak muda yaitu di perguruan tinggi. tapi galeri investasi yang kita buka bukan hanya di perguruan tinggi. Banyak edukasi yang kita bikin Baik pembukaan galeri investasi di coffee shop, kita buka di mall. Kita juga bikin kelas literasi dalam bentuk instagram live melibatkan media sosial yang ada,” ungkap Marco.
Dia menuturkan, pendekatan yang dilakukan bursa, utamanya saat pandemi sudah cukup efektif. Yakni dengan melibatkan kanal distribusi yang dimiliki bursa lantaran kondisi yang belum memungkinkan untuk dilakukan secara tatap buka.
"Saya rasa itu adalah cara kita lakukan pendekatan kepada generasi muda. Menggunakan media sosial yang ada saat ini salah satu cara yang optimal,” ujar dia.
Advertisement