HEADLINE: Tren Kenaikan Kasus COVID-19 Mulai Bergeser ke Luar Jawa-Bali, Strategi Penanganannya?

Data perkembangan COVID-19 nasional menunjukkan terjadi pergeseran tren kasus ke provinsi di luar wilayah Jawa dan Bali.

oleh Dyah Puspita WisnuwardaniAde Nasihudin Al AnsoriDiviya Agatha diperbarui 25 Feb 2022, 00:01 WIB
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19 Fernando Zhiminaicela via Pixabay (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Data perkembangan COVID-19 nasional menunjukkan terjadi pergeseran tren kasus ke provinsi di luar wilayah Jawa dan Bali.

Tren pergeseran kasus COVID-19 ke luar Jawa - Bali ini disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers daring, Senin, 21 Februari 2022.

"Kami juga sudah melihat karena proporsinya Jawa-Bali sudah menurun sehingga di luar Jawa-Bali naik," ujar Budi.

Budi menyebut, jika sebelumnya perbandingan Jawa-Bali 97 persen dengan 3 persen luar Jawa-Bali, kini menjadi 72 dan 28 persen.

"Sehingga akan terjadi pergeseran ke sana," kata Budi.

Hal yang sama juga disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito di hari berikutnya, Selasa, 22 Februari 2022 di Jakarta. Dia pun meminta agar masyarakat waspada.

"Perlu saya tekankan, saat ini kita perlu waspada secara menyeluruh sebab data menunjukkan telah terjadi pergeseran tren kasus ke provinsi luar Jawa - Bali," ujar Wiku. 

Merujuk pada data Satgas Penanganan COVID-19, sebelumnya proporsi kasus nasional sangat didominasi provinsi-provinsi dari Jawa - Bali dengan persentase 95,34 persen. Namun, angka ini semakin menurun dan kontribusi dari provinsi luar Jawa - Bali mengalami peningkatan dari 3-4 persen hingga mencapai 24 persen dari total kasus nasional. Kenaikan kasus COVID-19 di luar Jawa - Bali pun lebih cepat dan signifikan.

Jika melihat kembali data pada Januari lalu, kasus mingguan di luar Jawa - Bali berkisar 600 kasus, Saat ini angka tersebut meningkat tajam menjadi 95 ribu kasus. Bahkan 10 provinsi di luar Jawa - Bali menunjukkan kenaikan 100-300 kali lipat. Kenaikan tersebut sangat tinggi jika dibandingkan pada awal Januari yang hanya berkisar 40 kasus. 

Pada perbandingan data akhir Januari 2022 lalu dengan minggu terakhir ini, Sumatera Utara menunjukkan kenaikan kasus mingguan tertinggi dengan penambahan sebesar 12 ribu kasus dalam 1 minggu. Disusul Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur bertambah 10 ribu kasus, Sumatera Selatan 6.600 kasus, Sulawesi Utara 5.800, Lampung 5.500, Papua 4.400, Riau dan Kalimantan Selatan 4.200 kasus, serta Sumatera Barat 3.400 kasus.

Meski tidak setinggi pada gelombang kasus akibat varian delta lalu, angka BOR dan kematian juga naik. Angka kematian pada 9 dari 10 provinsi tersebut, meningkat hingga 29 kali lipat kecuali Papua. Padahal sebelumnya, provinsi-provinsi tersebut hampir tidak mencatatkan angka kematian atau sangat minim sekitar 1 - 5 kematian dalam 1 minggu.

Saat ini, Kalimantan Selatan dengan kenaikan angka kematian tertinggi yaitu 29 orang meninggal dalam 1 minggu, diikuti Sulawesi Selatan 27 kematian, Sumatera Selatan 26 kematian, Lampung 25 kematian, dan Kalimantan Timur 19 kematian.

Sementara dari sisi BOR (bed occupancy rate) Isolasi RS rujukan, tercatat 10 provinsi mengalami tren kenaikan. Pada akhir Januari lalu, BOR di 10 Provinsi ini berkisar 2-5 persen, namun saat ini menjadi 20-40 persen. Dari data per 20 Februari 2022, BOR pada 7 dari 10 provinsi ini sudah melebihi 30 persen. Bahkan di Sumatera Selatan sudah mencapai 45 persen. Disusul Sulawesi Utara 38 persen, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara 35 persen, Lampung 33 persen, Kalimantan Timur 33 persen, serta Kalimantan Selatan 31 persen. Hanya Papua yang BOR-nya relatif rendah, yaitu 19 persen.

Melihat data perkembangan terkini itu, perlu dilakukan penyesuaian strategi pengendalian COVID-19. Jika pada 3 minggu ke belakang penanganan difokuskan di Provinsi Jawa - Bali, Satgas menilai perlu juga memantau perkembangan dan mengevaluasi penanganan COVID-19 di provinsi luar Jawa - Bali.

"Seperti yang saya pernah sampaikan, setiap terjadi kenaikan kasus di Jawa - Bali maka dalam 2-3 minggu setelahnya akan disusul peningkatan di luar Jawa - Bali pula," jelas Wiku.

Peningkatan kasus COVID-19 yang lebih cepat dari sebelumnya ini sesuai dengan karakteristik varian Omicron yang memiliki daya tular lebih tinggi. Diketahui saat ini Indonesia tengah didominasi oleh varian Omicron. 

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, Dante S. Harbuwono menjelaskan, pada beberapa minggu lalu varian Omicron mendominasi di Jawa dan Bali. Namun saat ini telah mengalami pergeseran ke luar Jawa dan Bali. Hal tersebut terkait pola penyebaran virus yang melibatkan pergerakan manusia. 

"Kita melihat bahwa kalau ada kasus di Jawa, terutama Jakarta dan sekitarnya Jabodetabek meningkat, itu asal awalnya berasal dari PPLN yang masuk dari luar ke Indonesia," ujar Dante dalam keterangan langsung bersama Radio Kesehatan ditulis Kamis (24/2/2022).

"Selanjutnya berkembang karena penularan menjadi transmisi lokal, dan transmisi lokal ini berkembang ke daerah-daerah lain termasuk daerah di luar Jawa dan Bali," tambahnya.

Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan. Artinya, penyebaran atau transmisi virus melibatkan mobilitas masyarakat antarpulau.

"Saat ini di Jawa - Bali sekitar 72-78 persen, dan di luar Jawa-Bali itu sudah mencapai 28 persen," kata Dante.

Menurutnya, bukan tidak mungkin nanti ketika kasus di Jawa - Bali sudah menurun, kenaikan kasus kembali terjadi akibat transmisi lokal di luar Jawa - Bali.

 

 

Infografis Tren Kenaikan Kasus Covid-19 Mulai Bergeser ke Luar Pulau Jawa-Bali. (Liputan6.com/Trieyasni)

Strategi Kemenkes

Infografis Tren Kenaikan dan Penurunan Kasus Covid-19 di 12 Provinsi. (Liputan6.com/Trieyasni)

Dante mengungkapkan bahwa Kemenkes telah menyusun beberapa strategi untuk menghadapi kenaikan kasus.

Pertama, dengan mempelajari karakter virus dengan baik. Dalam hal ini, varian Omicron dianggap lebih cepat menular meski memiliki gejala yang lebih ringan.

"Karena mudah sekali menular, maka strategi yang harus dilakukan adalah melakukan penggiatan protokol kesehatan yang lebih masif di masyarakat berkesinambungan dan terus-menerus," ujar Dante.

Kedua, terkait dengan tingkat keparahan (severity) varian Omicron dinilai kecil. Sehingga strategi yang dilakukan berupa isolasi mandiri untuk mereka dengan kategori tidak bergejala dan ringan.

"Dengan begitu kita bisa melakukan penanganan Omicron ini secara proporsional berdasarkan karakteristik yang dipunyai oleh Omicron ini secara umum," kata Dante.

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi pun menyampaikan, strategi yang dilakukan guna menghadapi lonjakan kasus di luar Jawa-Bali yakni dengan percepatan vaksinasi dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

Diakui pula bahwa tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah dalam menghadapi potensi kenaikan kasus di wilayah luar Jawa - Bali yakni protokol kesehatan yang rendah dan jumlah fasilitas kesehatan yang terbatas. 

Namun, guna mencegah tingginya keterisian rawat inap rumah sakit (BOR) di luar Jawa - Bali, masyarakat yang begejala ringan dan tanpa gejala tetap disarankan untuk menjalani isolasi mandiri dan memanfaatkan layanan telemedisin. 

Terkait layanan telemedisin di luar Jawa - Bali, saat ini aksesnya baru menjangkau kota besar seperti Medan, Palembang, Balikpapan, Banjarmasin, Manado dan Makassar. 

"Saat ini masih di kota tersebut," kata Nadia melalui pesan singkat pada Liputan6.com, Kamis, 24 Februari 2022. 

Sementara bagi masyarakat luar Jawa - Bali yang tidak berada di kota-kota tersebut, akses terhadap pengobatan COVID-19 bisa melalui puskesmas atau rumah sakit setempat, tutur Nadia. 


Kejar Vaksinasi dan Pelaksanaan PPKM Mikro

Infografis Proporsi Kasus Positif Covid-19 secara Nasional. (Liputan6.com/Trieyasni)

Ada beberapa catatan Satgas Penanganan COVID-19 dalam menghadapi potensi kenaikan kasus Jawa - Bali. Wiku menyebut, salah satu upaya penting dilakukan dengan terus meningkatkan pencegahan penularan hingga level terkecil. Hal tersebut dilakukan dengan PPKM Mikro melalui Posko Desa/Kelurahan.

Sayangnya, baik pembentukan maupun kinerjanya saat ini terus menurun. Padahal, masih terdapat 53.549 Desa/Kelurahan atau 60 persen dari total yang belum membentuk posko. Bahkan, pembentukan posko baru minggu ini hanya bertambah 25 posko.

"Jauh lebih rendah daripada penambahan sebelumnya," imbuh Wiku.

Sedangkan pada kinerja posko yang terlaporkan, jumlahnya juga terus menurun. Sedangkan jika dibandingkan dengan kinerja posko pada gelombang Delta lalu, jumlahnya sempat mencapai 5,5 juta laporan. Sementara beberapa minggu terakhir ini hanya sekitar 1 juta laporan saja.

Melihat hal tersebut, seluruh pimpinan daerah, bupati/walikota terutama pada Provinsi luar Jawa - Bali diminta kembali menggalakkan pembentukan dan kinerja posko di daerahnya.

Satgas menilai, pemerintah daerah juga perlu kembali menegakkan protokol kesehatan sesuai dengan level PPKM-nya.

"Utamakan kegiatan untuk menekan kenaikan kasus daripada sekadar imbauan. Seperti pembubaran kerumunan, penegakan disiplin protokol kesehatan, serta pelacakan kontak erat. Lalu, penanganan cepat pasien positif serta pemantauan warga isolasi mandiri di rumah. Upaya-upaya ini dirasa jauh lebih efektif dengan koordinasi Posko daerah."

Memastikan ketersedian obat-obatan baik di apotek maupun melalui layanan telemedisin perlu dilakukan. Demikian pula percepatan vaksinasi, harus menjadi perhatian semua pemerintah daerah, termasuk provinsi di Jawa - Bali. Hal ini mengingat masih ada yang belum mencapai target baik vaksinasi pertama, kedua, maupun booster.

"Saya harap dapat terjadi perbaikan jumlah laporan kinerja Posko dan pembentukan Posko baru dalam 2 minggu ke depan," pungkas Wiku.

Menurut catatan Satgas Penanganan COVID-19, setidaknya, ada 20 provinsi yang harus segera mengejar capaian vaksinasi dosis kedua yakni DKI Jakarta, Bali, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Riau, Nusa Tenggara Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Maluku, dan Papua.

"Langkah yang harus dilakukan ialah memantau data vaksinasi di tiap kabupaten/kota termasuk besar stok dosis berkala bersama dengan dinas kesehatan setempat untuk perencanaan kegiatan vaksinasi yang baik dengan prioritas kelompok rentan," Wiku.

Melihat perkembangan terkini, ada 49 persen populasi belum menerima dosis kedua. Bahkan trennya terjadi penurunan laju suntikan dosis vaksin Februari ini. Padahal, vaksin penting untuk mencegah penambahan kasus di dalam daerah maupun importasi kasus ke daerah lainnya.

Diketahui saat ini Indonesia dapat mengamankan alokasi vaksin di tengah keterbatasan jenis vaksin global. Hal ini berkat diplomasi global serta bantuan dari berbagai negara lainnya. Sebagian besar alokasi vaksin 2 dosis dan memiliki tujuan yang berbeda dan saling melengkapi.


Saran Deteksi Dini ke Rumah-Rumah

Epidemiolog Dicky Budiman menyampaikan strategi yang dapat dilakukan guna mengurangi potensi tingginya kasus COVID-19 di luar Jawa - Bali.

“Pergeseran tren ini ibaratnya lahan kering sudah mulai bergerak terbakar, ini yang bisa meredam adalah cakupan vaksinasi, imunitas, itu yang penting,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara Kamis (24/2/2022).

Dicky menambahkan, jika peningkatan COVID-19 terus bergeser atau mengarah ke populasi paling rawan maka akan berpotensi meningkatkan beban di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).

Selain menambah beban fasyankes, pergeseran peningkatan kasus COVID-19 pada populasi rawan baik di dalam maupun di luar Jawa-Bali juga akan meningkatkan angka kematian.

“Strateginya, selain vaksinasi lengkap dan booster pada kelompok rawan, juga ya deteksi dini, memastikan kita menemukan kasus dengan tracing, menemukan kontak erat, isolasi dan karantina itu penting banget.”

“Isolasi karantina itulah yang akan memutus transmisi. Semakin efektif isolasi karantina, semakin besar kemungkinan kita bisa meredam. Kalau sama sekali mencegah sulit, tapi kalau meredam itu bisa cukup signifikan.”

Lebih lanjut, Dicky mengatakan bahwa deteksi dini sebaiknya dilakukan dengan penjangkauan ke rumah-rumah.

“Penting deteksi dini ini dengan penjangkauan ke rumah. Posko COVID di desa juga menjadi penting dilibatkan.”

Dalam melancarkan hal ini, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, pengaktifan peran masyarakat juga penting khususnya di daerah luar Jawa-Bali.

“Di luar Jawa - Bali kita tahu tenaga kesehatan dan infrastrukturnya terbatas. Di sisi lain, kondisi COVID-19 di luar Jawa - Bali ini berpotensi meningkat karena cakupan vaksinasi, deteksi, dan telemedisin terbatas. Maka dari itu pengaktifan kader di daerah dapat sangat membantu,” tutup Dicky.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya