Minyak Goreng dan Tempe Langka, Gula Serta Daging Semakin Mahal

Masyarakat terus dihadapi berbagai permasalahan, mulai dari minyak goreng, tahu, dan tempe yang sulit ditemukan, hingga harga gula pasir dan daging sapi yang mengalami kenaikan.

oleh Arief Rahman H diperbarui 24 Feb 2022, 12:30 WIB
Pedagang mengemas minyak goreng di sebuah pasar di Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/11/2011). Bank Indonesia mengatakan penyumbang utama inflasi November 2021 sampai minggu pertama bulan ini yaitu komoditas minyak goreng yang naik 0,04 persen mom. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat terus dihadapi berbagai permasalahan, mulai dari minyak goreng, tahu, dan tempe yang sulit ditemukan, hingga harga gula pasir dan daging sapi yang mengalami kenaikan.

Ini seakan tak memberikan ruang untuk memenuhi kebutuhan sehari-seharinya. Permasalah minyak goreng, yang tak kunjung usai sejak Oktober 2021 lalu meski pemerintah mengguyur subsidi dan mengatur pasokan dalam negeri.

Sayangnya, hingga saat ini masih ada masyarakat yang mendapati kesulitan untuk membeli minyak goreng. Jangankan yang dipatok Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter, masyarakat masih menemukan harga diatas HET tersebut.

Kini, minyak goreng dikabarkan suit ditemukan di beberapa daerah. Meski, di sejumlah daerah lainnya pun pembelian minyak goreng dibatasi oleh penjual.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan ketersediaan minyak goreng masih langka. Baik di pasar modern maupun tradisional. Hal ini berdasarkan pengamatan Ombudsman dalam dua pekan terakhir.

"Intinya, secara keseluruhan, ketersediaan minyak goreng ini masih langka," ujar Yeka saat konferensi pers bertajuk "Minyak Goreng Masih Langka" secara virtual, Selasa, (22/2/2022).

Selain itu, Ombudsman menemukan terjadinya praktek bundling harga di beberapa daerah. Selain itu, pembatasan pasokan masih terjadi sehingga pasokan menjadi terbatas.

Namun, Yeka mengatakan pada dua pekan terakhir, pembelian panik atau panic buying minyak goreng kian berkurang dibandingkan sebelumnya.

"Hal yang dapat kami simpulkan adalah panic buying berkurang dalam dua pekan dibandingkan sebelumnya," kata Yeka, seperti dikutip dari Antara.

Menyoal minyak goreng sendiri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mendalami berbagai temuan guna mencari akar masalah dari kelangkaan dan tingginya harga minyal goreng ini. Sementara, dugaan permainan kartel masih belum bisa terjawab karena proses penyelidikan masih dijalankan KPPU.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tahu dan Tempe

Tumpukan tempe dijual di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Tempe dan tahu akan hilang di pasar tradisional dikarenakan kenaikan harga kedelai saat ini sudah di atas kewajaran. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menyusul polemik minyak goreng yang tak kunjung usai, pengrajin tahu-tempe di sejumlah wilayah termasuk Jabodetabek mengambil langkah tegas. Produsen tahu tempe yang tergabung dalam Pusat Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta melangsungkan mogok produksi selama tiga hari.

Ditaksir, dari mogon produksi itu, mampu menghilangkan 500 ton tahu-tempe di pasaran DKI Jakarta dan sekitarnya sejak 21-23 Februari 2022 lalu. Bahkan, pasca mogok produksi tersebut, harga tahu tempe di pasaran diketahui juga mengalai kenaikan.

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, menyarankan pemerintah mulai mengurangi ketergantungan impor kedelai. Langkah ini supaya harga kedelai tidak terus-menerus fluktuatif.

“Harusnya kita sudah mulai mengurangi impor, karena memang kita lihat produksi kedelai dari tahun ke tahun mengalami penurunan,” kata Tauhid kepada Liputan6.com, Senin (21/2/2022).

Selama ini karena Indonesia tergantung kedelai impor, setiap kenaikan harga kedelai dunia akan berpengaruh kepada komoditas di Indonesia termasuk tempe dan tahu yang berbahan baku kedelai impor.

Menurut Tauhid, terdapat 3 permasalahan yang harus diselesaikan pemerintah terkait mahalnya kedelai yang berimbas kepada produsen dan pedagang tahu dan tempe.

“Pertama, luas lahan bersaing dengan komoditas jagung maupun komoditas lainnya,” ujarnya.

Kedua, mengenai produktivitas. Produksi kedelai di dalam negeri hanya mampu mencapai 1-2 juta ton per hektar. Sementara negara lain bisa 4 juta ton per hektar.

“Menurut saya, kita bisa menggunakan bibit kedelai hibrida yang sama dengan impor, sedangkan menggunakan bibit lokal produktivitasnya tidak bisa nendang atau maksimal. Saya kira ada persoalan disitu yang belum ada titik terangnya,” jelasnya.

Namun, permasalahan lainnya muncul yaitu pengelolaan penanaman kedelai di Indonesia masih sederhana dibandingkan negara lain yang sudah menerapkan teknologi.

“Ketiga soal insentif, lama kelamaan petani enggan menanam meskipun sudah dipaksa, kita punya masalah dari segi produksi,” ucap Tauhid.

Makin Mahal

Kenaikan harga kedelai impor memicu Pusat Koperasi Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta mogok produksi dan berjualan sejak Senin (21/2/2022) lalu hingga Rabu (23/2/2022) hari ini.

Ketua Puskopti DKI Jakarta Sutaryo mengatakan, setelah aksi mogok tersebut, produksi tempe dan tahu akan segera kembali berjalan. Dengan catatan, harga kedua komoditas pangan rakyat tersebut bakal lebih mahal.

Namun, Sutaryo meminta konsumen mengerti, kenaikan harga ini terjadi karena adanya fluktuasi kedelai impor di pasar global, khususnya dari Amerika Serikat selaku produsen utama.

"Jangka pendek, komunikasi terhadap konsumen tempe tahu dengan adanya mogok. Supaya tukang tempe tahu enggak dianggap menaikan harga seenaknya," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (23/2/2022).

"Padahal di sini kan karena kenaikan harga kedelai, fluktuasi tiap hari. Maka jangka pendeknya menaikan harga ke konsumen supaya enggak teriak-teriak," terangnya.

Sutaryo memastikan, produksi tempe dan tahu per nantinya akan kembali normal sesuai ukuran yang biasa diperjualbelikan. Tapi, harga jualnya akan mengalami kenaikan 20 persen.

"Produksinya akan kembali normal dengan kenaikan 20 persen. Kalau tempe (ukuran besar) dari harga Rp 5.000 berubah jadi Rp 6.000 per potong. Tahu potongan dari Rp 650 jadi Rp 700," jelasnya.

"Kira-kira 1 kg sekarang kan berubah jadi Rp 12.000, dari Rp 11.000 sebelumnya," dia menambahkan.

Selanjutnya, Puskopti juga akan terus menuntut pemerintah untuk Menindaki gejolak harga kedelai impor. Sebab, mereka tak ingin produksi dan penjualan tempe tahu ke depan bakal terus sulit.

"Jangka menengah-panjang, kita tuntut pemerintah supaya tata niaga ini diatur. Supaya kejadian ini enggak berulang-ulang," seru Sutaryo.

 


Gula

Pekerja tengah menata gula pasir di Gudang Bulog Jakarta, Selasa (14/2). Kemendag menyatakan, penetapan harga eceran tertinggi (HET) gula kristal putih sebesar Rp12.500 per kilogram akan dilakukan pada bulan Maret 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selanjutnya, harga gula pasir di pasarn juga terpantau mengalami peningkatan. Bahkan, ada yang tembus hingga Rp 17.300 per kilogram. Padahal biasanya paling tinggi harga gula pasir adalah Rp 12.500 perkilogram.

Harga gula pasir dalam beberapa hari terakhir terpantau naik perlahan. Beberapa pekan lalu, harga gula pasir di pasaran di kisaran Rp 12.500 per kilogram (kg) sampai Rp 13.000 per kg. Namun, harga gula pasir di beberapa wilayah di Indonesia naik tinggi bahkan ada yang capai Rp 17.300 per kg.

Mengutip laman hargapangan.id, harga rata-rata gula pasir premium per 22 Februari 2022 sebesar Rp 15.450 per kg. Sementara harga gula pasir lokal berada di Rp 14.200 per kg. Sebelumnya harga gula pasir lokal juga pernah menyentuh hampir Rp 15.000 per kg.

Rinciannya, harga per kilogram di Kepulauan Riau berada di angka Rp 12.200, Bali Rp 13.750, Kepulauan Bangka Belitung Rp 13.750, Riau Rp 13.750, Jawa Timur Rp 13.800. kemudian, Sumatera Selatan Rp 13.800, Sulawesi Barat Rp 13.850, Banten Rp 14.000.

Bengkulu Rp 14.000, Lampung Rp 14.050, Jambi Rp 14.100, DI Yogyakarta Rp 14.200, Jawa Tengah Rp 14.300, DKI Jakarta Rp 14.400, Jawa Barat Rp 14.500, Sulawesi Utara Rp 14.500, dan Kalimantan Barat Rp 14.550.

Kemudian, harga gula pasir di Nusa Tenggara Barat Rp 14.600, Sulawesi Selatan Rp 14.600, Sumatera Barat Rp 14.850, Sumatera Utara Rp 14.850, Maluku Utara Rp 15.000, Kalimantan Timur Rp 15.050, Kalimantan Utara Rp 15.100, dan Gorontalo Rp 15.450.

Serta, Kalimantan Tengah Rp 15.450, Nusa Tenggara Timur Rp 15.550, Kalimantan Selatan Rp 15.750, Sulawesi Tengah Rp 15.750, Aceh Rp 15.850, Maluku Rp 15.850, Sulawesi Tenggara Rp 16.250, Papua Barat Rp 16.900, Papua Rp 17.300.

Melalui daftar ini, terlihat harga paling rendah ada di Kepulauan Riau dengan Rp 12.200 per kilogram. Sementara paling tinggi berada di Papua dengan harga Rp 17.300 per kilogram.

Sekretaris Jenderal Induk Koperasi Pedagang Pasar Ngadiran menyampaikan kenaikan harga gula pasir ini terjadi dalam dua pekan ke belakang. Sebelumnya, menurut data yang dimilikinya, gula pasir eceran ada di Rp 12.500 – Rp 13.000.

“Gula ini sebelumnya eceran Rp 12.000 sampai dengan Rp 13.000. Dalam dua pekan ini naik bertahap-tahap sampai dengan Rp 15.000 – Rp 15.500,” katanya kepada Liputan6.com, Selasa (22/2/2022).

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan meminta pemerintah untuk membuat roadmap pangan. Artinya, ada pemetaan terkait komoditas pangan di Indonesia untuk menjamin kestabilan harga di pasaran.

“Harus dipetakan wilayah produksi kita jangan sampai seperti pemadam kebakaran lagi nih pemerintah, kasak kusuk, begitu harga naik enggak mampu dikendalikan ujung-ujungnya impor. Ini yang kami sayangkan bila ini terjadi, maka kami meminta kepada pemerintah untuk memetakan wilayah produksi,” katanya.

 


Daging Sapi

Pedagang daging di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (3/5/2021). Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mencatat harga daging sapi dan ayam mulai naik mendekati hari raya Lebaran atau Idul Firtri. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Terbaru, seakan tak mau kalah dengan gula pasir, minyak goreng, dan tahu-tempe, harga daging sapi juga terpantau mengalami kenaikan. Tercatat, harga daging sapi menembus Rp 165 ribu perkilogram.

Mengutip informasi dari laman infopangan.jakarta.go.id, Kamis (24/2/2022), harga rata-rata daging sapi murni (semur) di DKI Jakarta menyentuh Rp 129.891 per kg.

Berdasarkan update terakhir per 23 Februari 2022, harga terendah berada di Pasar Palmeriam, Jakarta Timur senilai Rp 120 ribu per kg. Sementara harga tertinggi ditemukan di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat, sebesar Rp 155 ribu per kg.

Harga rata-rata lebih besar berlaku untuk komoditas daging sapi has (paha belakang). Jika dipukul rata, nilai jualnya mencapai Rp 134.889 di pasaran Jakarta.

Patokan harga terendah berada di Pasar Pramuka, Jakarta Timur sebesar Rp 120 ribu per kg. Sedangkan harga tertinggi lagi-lagi berlaku di Pasar Tomang Barat, di mana daging sapi has (paha belakang) dijual hingga Rp 165 ribu per kg.

Tak hanya Jakarta, fluktuasi harga juga berlaku di tingkat nasional. Mengutip data hargapangan.id, daging sapi rata-rata dijual pada kisaran Rp 124-125 ribu per kg untuk semua pasar di kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Daging sapi sempat dibanderol Rp 125.100 per kg pada 17 Februari 2022, dan naik menjadi Rp 125.250 per 18 Februari. Kemudian sempat turun jadi Rp 124.850 di 21 Februari, tapi balik lagi naik ke Rp 125.550 per 22 Februari, dan menjadi Rp 125.400 di 23 Februari kemarin.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya