Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pengurangan Sampah Direktorat Jenderal PSLB3 Sinta Saptarina Sumiarno menyampaikan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 mengeluarkan hasil survei terkait perilaku ketidakpedulian lingkungan di Indonesia. Temuan menunjukkan 72 persen masyarakat tidak peduli sampah.
Hal ini didorong dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan pola perilaku belanja konsumtif di Indonesia yang kian tinggi. Jika tak berupaya bersama, dikhawatirkan peningkatan timbulan sampah akan melonjak tajam.
Baca Juga
Advertisement
"Belanja online di masa pandemi juga terbukti meningkat," kata Sinta dalam webinar "Plastic Credit - Gagasan Baru Solusi Pengurangan Sampah Plastik?", Kamis, 24 Februari 2022.
Berdasarkan hasil riset Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI di 2020 mengenai dampak pembatasan selama masa pandemi Covid-19 dan work from home (WFH), terlihat peningkatan bisnis online. Ini juga ditunjukkan dengan meningkatnya pemakaian kemasan pembungkus dan bubble wrap saat pengemasan dan pengiriman barang.
"Yang angkanya belanja online berbentuk paket meningkat 62 persen dan layanan makanan 47 persen," lanjutnya.
Sinta mengungkapkan frekuensi belanja online meningkat dari yang tadinya sekali sebulan kini jadi 1--10 per bulan. "96 persen paket belanja online dibungkus dengan plastik," terangnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Timbulan Sampah Plastik
Menumpuknya sampah plastik masih menjadi masalah besar. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (Dirjen PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati menyebut di 2021, diperkirakan sampah Indonesia berjumlah 68,5 juta ton.
"Komposisi sampah nasional menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan timbulan sampah plastik dan 11 persen di 2010 menjadi 17 persen pada 2021," kata Vivien.
Vivien melanjutkan, hal ini didorong oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang ingin praktis. Ini memicu banyaknya yang menggunakan plastik sekali pakai.
Advertisement
Upaya
"Sehingga diperlukan kebijakan karena jumlahnya semakin meningkat. Harus ada kebijakan dan upaya luar biasa untuk mengatasi masalah ini," jelas Vivie.
Vivien melanjutkan, salah satu upaya pemerintah adalah mengerjakan dari hulu ke hilir. Di hulu ada dua pihak besar yang harus ditangani, yakni individual dengan memilah sampah dan produsen yang sepatutnya bijak dalam penggunaan plastik.
"Pemerintah membuat kebijakan dengan mewajibkan produsen untuk mengurangi sampah plastik yang berasal dari produk dan kemasan produk yang mereka hasilkan," tambahnya.
Produsen
Kebijakan itu seperti diamanatkan dalan Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Sampah. Ini juga sebagai bentuk tanggung jawab produsen secara kongkret yang tercantum dalam Peraturan Menteri LHK No 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.
"Bentuk tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah dalam PERMEN LHK ini mewajibkan produsen untuk membatasi timbulan sampah, mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali dan memanfaatkan kembali sampah," tambahnya.
Advertisement