Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengaku telah merangkul berbagai pihak sejak awal perencanaan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Keterlibatan publik dianggap sebagai wujud keterbukaan informasi, dan diharapkan menciptakan suatu wadah penyampaian aspirasi dan umpan balik yang konstruktif.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menjelaskan, menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, ada lima tahap dalam proses pembentukan undang-undang. Kelima tahap itu adalah perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
“Pembentukan rancangan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) saat ini baru pada tahap pertama, yaitu perencanaan. Sehingga masih sangat dini dalam proses penyusunan. Sebagai bagian dari tahap ini, Kemendikbudristek telah melakukan serangkaian diskusi terpumpun dengan berbagai pemangku kepentingan," jelasnya dalam keterangan tulis, Kamis (24/2/2022).
Menurut dia, pihaknya sadar betul pentingnya masukan dari seluruh pihak, oleh karena itu Kemendikbudristek berusaha melakukan pelibatan publik dari tahapan paling dini sesuai perundangan, yaitu tahapan perencanaan.
"Kami sangat mengapresiasi berbagai umpan balik, aspirasi, dan masukan berharga dari semua pemangku kepentingan, baik yang disampaikan secara lisan maupun tertulis. Kemendikbudristek sedang mengolah berbagai masukan tersebut untuk menyempurnakan naskah akademik dan rancangan undang-undang.” ujar Anindito.
Selanjutnya, kata dia pihaknya akan menyebarluaskan naskah akademik dan RUU Sisdiknas yang telah disempurnakan agar masyarakat luas dapat memberikan masukan, sesuai dengan alur proses pembentukan peraturan perundangan.
"Kami juga mengapresiasi antusiasme berbagai pihak sebagai sebuah semangat positif untuk bersama merancang perubahan yang baik, untuk itu mohon kesabarannya mengingat proses ini baru di tahap pertama dan masih akan melalui berbagai tahap.” jelas Anindito.
Jadi Pengganti 3 UU
RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah salah satu RUU yang masuk ke dalam program legislasi nasional 2020-2024. RUU ini diarahkan menjadi UU pengganti dari UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Norma-norma pokok diintegrasikan ke dalam satu undang-Undang tersebut, sedangkan norma-norma turunannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Dalam tahap awal pelibatan publik seperti yang diterangkan Kepala BSKAP, Kemendikbudristek telah mengundang perwakilan pemangku kepentingan, seperti perwakilan organisasi dan asosiasi profesi guru, akademisi, organisasi kemasyarakatan, penyelenggara pendidikan, dan pemerintah daerah.
Advertisement
Pembahasan RUU Sisdiknas Diminta Ditunda
Sebelumnya, Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Berbasis Masyarakat meminta agar pembahasan Revisi UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) ditunda.
Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Berbasis Masyarakat terdiri sejumlah organisasi, yakni Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, LP Maarif NU PBNU, Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Perguruan Taman Siswa, dan Persatuan Guru Republik Indonesia.
Perwakilan Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Berbasis Masyarakat, Doni Koesoema menjelaskan bahwa saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19. Di mana pemerintah dan DPR RI mestinya saat ini mencurahkan energi dan tenaga guna menanggulangi pandemi gelombang ke-3 itu.
"Kondisi Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang luar biasa, di antaranya adalah adanya learning loss. Karena itu, setiap pemangku kepentingan pendidikan, termasuk Pemerintah dan Pemerintah Daerah, wajib mengerahkan segala sumber daya untuk memulihkan kehilangan pengalaman belajar," tulis Doni, Selasa malam (14/2/2022).
Doni mengakui bahwa revisi UU Sisdiknas memang diperlukan, tetapi revisi ini memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, keterlibatan publik yang luas. Apalagi UU ini memiliki berbagai macam perundangan yang beririsan, maka diperlukan kearifan untuk membahasnya secara mendalam dan komprehensif. Mengingat pendidikan adalah hak setiap warga negara dan menjadi tanggung jawab semua.
Menurut dia kondisi keberagaman, disparitas, dan kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia tidak memungkinkan diperoleh kajian yang mendalam dengan waktu singkat dan keterlibatan publik yang sangat terbatas.
“Kecepatan dan ketergesaan dalam merevisi UU Sisdiknas tanpa arah yang jelas akan membahayakan masa depan pendidikan. Uji publik dan hearing, bila sekedar memenuhi syarat formal, tanpa mengkaji persoalan substansial, akan membawa pendidikan nasional semakin suram,” ujar Pemerhati Pendidikan itu.
Sementara Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi melihat bahwa persoalan tata kelola guru sangat terfragmentasi, terlihat dari banyak undang-undang yang mengatur dari rekrutmen sampai pensiun. Revisi saat ini yang hanya mengintegrasikan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, menurut dia tidak akan menyelesaikan masalah tata kelola guru yang saat ini karut marut.
"Selain itu, martabat dan harkat guru harus ditempatkan secara khusus dan istimewa sebagai profesi yang luhur," tekannya.
Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Rm Mbula Darmin OFM menilai bahwa revisi UU Sisdiknas perlu ditunda karena persoalan lokal, nasional dan global yang cenderung pada ideologi neoliberal yang mengabaikan keadilan sosial.
"Karena itu perlu kajian yang holistik dan komprehensif agar betul-betul sistem pendidikan kita berorientasi pada keadilan sosial dan juga kesejahteraan dan kebahagiaan warga," tandasnya.
Menurut informasi yang didapat, Kemendikbudristek bakal menyampaikan usulan revisi UU Sisdiknas dalam Prolegnas 2022 pada Maret mendatang.
Beberapa waktu lalu, saat bertemu perwakilan Kemendikbudristek, Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti meminta agar pihaknya bisa mendapatkan naskah akademik RUU Sisdiknas.
"Muhammadiyah meminta agar bisa mendapatkan naskah akademik dan draft RUU secara utuh untuk dipelajari dan memberikan masukan. Muhammadiyah akan mencermati secara seksama dari aspek filosofi, konstruksi teoretik, dan redaksi," kata Muti kepada Liputan6.com, 24 Januari 2022.