Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri akan melakukan gelar perkara terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Gelar perkara akan dilakukan di Mabes Polri hari ini, Jumat (25/2/2022) pagi.
Dalam kasus ini, mantan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi. Penetapan tersangka ini menjadi sorotan publik, lantaran Nurhayati justru pelapor kasus dugaan korupsi Kepala Desa (Kades) Citemu.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Biro Penerangan Masyrkat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, gelar perkara akan dilakukan oleh Biro Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri.
"Terkait dengan kasus Nurhayati, besok (hari ini) akan dilakukan gelar perkara di Mabes Polri, di Biro Wassidik, pukul 09.00 WIB. Setelah pelaksanaan gelar akan disampaikan preskon (konferensi pers)," kata Ramadhan, seperti dilansir Antara, Kamis (24/2/2022) malam.
Untuk diketahui, penetapan tersangka dugaan korupsi terhadap Nurhayati viral di media sosial dan menjadi sorotan publik. Pasalnya, Nurhayati yang mengaku sebagai pelapor kasus dugaan korupsi kepala desa di Cirebon, justru ditetapkan sebgai tersangka.
LPSK Sebut Kasus Nurhayati Preseden Buruk Pemberantasan Korupsi
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution turut memberikan komentar terkait penetapan Nurhayati sebagai tersangk dugaan korupsi.
Menurut dia, Nurhayati seharusnya mendapat apresiasi. Dia menerangkan, penetapan tersangka terhadap pelapor dikhawatirkan menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati,” kata dia dia dalam keterangan tertulis, Minggu (20/2/2022).
Nasution menyebut, status tersangka terhadap pelapor kasus korupsi menciderai akal sehat, keadilan hukum dan keadilan publik.
“Mantan Bendahara Desa Citemu, Nurhayati, yang mengungkap kasus kerugian negara sebesar Rp 800 juta dari 2018 hingga 2020 ditetapkan menjadi tersangka. Ini tentu menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi Dana Desa yang dilakukan oknum Kuwu di Kabupaten Cirebon,” terang dia.
Menurut Nasution, jika benar Nurhayati telah menjalankan tugasnya sebagai bendahara desa sesuai tupoksi, di mana dalam mencairkan uang (Dana Desa) di Bank BJB sudah mendapatkan rekomendasi Camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), seharusnya yang bersangkutan tidak boleh dipidana.
“Pasal 51 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana,” tegas Nasution.
Advertisement