Liputan6.com, Jakarta - PT Sharp Electronics Indonesia memulai pembangunan pabrik Air Conditioner (AC) di Indonesia. Lokasi pabrik tersebut berada di Karawang International Industrial City (KIIC), Karawang, Jawa Barat. Pabrik AC Sharp ini akan menjadi basis produksi dan ekspor untuk negara ASEAN.
Presiden Direktur Sharp Indonesia Shinji Teraoka mengatakan, pabrik ini akan menempati lahan seluas 3,5 ha. Pabrik AC Sharp direncanakan akan mulai beroperasi pada awal 2023. Pada tahun pertama pengoperasiannya, Sharp Indonesia menargetkan kapasitas produksi sekitar 900.000 unit per tahun yang akan ditingkatkan sebesar 150.000 unit untuk tahun berikutnya.
"Pabrik AC milik Sharp ini nantinya akan memproduksi Air Conditioner (AC) tipe inverter dan non-inverter dan akan membuka lapangan kerja," jelas dia dalam keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022).
Mengusung konsep ramah lingkungan, Sharp Indonesia akan memasang sistem pembangkit tenaga surya di atap pabrik, menggunakan daya yang dihasilkan untuk penerangan, jalur produksi, dan lainnya.
Memiliki investasi sebesar 4 miliar yen atau Rp 582 miliar, Sharp Indonesia mematok penjualan 100 ribu unit per bulan untuk pasar domestik dan pasar ekspor.
Teraoka melanjutkan, Indonesia adalah pasar yang sangat menjanjikan, oleh karena itu untuk memenuhi permintaan produk AC dengan harga yang kompetitif, Sharp memutuskan untuk membangun pabrik di Indonesia.
"Melalui pabrik AC ini, kami optimis dapat meningkatkan pangsa pasar sebesar 30 persen dan mempertahankan peringkat pertama pasar AC di Indonesia,” ujar Teraoka.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Insentif
Ke depannya, Sharp Indonesia akan membangun sistem pasokan yang stabil tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh pasar ASEAN. "Kami juga akan memproduksi model AC dengan nilai tambah seperti fitur AIot," jelas Teraoka.
Mengenai konten lokal, adalah misi produsen dalam negeri Indonesia untuk lebih memilih menggunakan suku cadang lokal dan menargetkan 50 persen atau lebih. Masih banyak komponen yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, sehingga diharapkan pemerintah Indonesia dapat menarik perusahaan luar negeri.
"Pabrik kami memiliki ruang untuk melakukan perluasan pabrik guna meningkatkan produksi dalam negeri. Oleh karena itu, kami ingin pemerintah mempertimbangkan untuk memperkenalkan insentif tambahan untuk penanaman modal dalam negeri”, tutup Teraoka.
Advertisement