Petani di Lumajang Protes Pasokan Solar Berkurang

Pihaknya meminta tidak ada lagi perlakuan yang membedakan antara pembeli biasa, dan para pelaku usaha pertanian atau pun usaha mikro.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 25 Feb 2022, 17:11 WIB
Ilustrasi petani membajak sawah dengan menggunakan traktor (Istimewa)

Liputan6.com, Lumajang Perwakilan gabungan kelompok tani (Gapoktan) di Lumajang protes karena merasa didiskriminasi dari salah satu operator SPBU yang lebih mengutamakan kendaraan umum.

"Ini persoalan yang dikeluhkan kelompok tani, tidak dilayani sesuai antrean, jadi yang didahulukan mobil pribadi atau mobil besar. Padahal yang bersangkutan sudah membawa rekomendasi, beli dengan harga yang sama bukan lebih murah dari yang lain, sehingga para Poktan merasa dianaktirikan," ujar Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati usai memediasi Kelompok Tani dan Perwakilan SPBU, melalui keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022).

Indah mengatakan, para pelaku usaha pertanian dan usaha mikro diperbolehkan membeli bio solar subsidi dengan ketentuan harus mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait dengan batasan 60 liter per hari.

Pihaknya meminta tidak ada lagi perlakuan yang membedakan antara pembeli biasa, dan para pelaku usaha pertanian atau pun usaha mikro.

"Tolong ini disampaikan, saya minta jangan seperti itu, menyalahi komitmen, Kalau ada yang masih seperti ini nanti saya akan bersurat ke pemilik SPBU," kata dia.

 


Catat Nomor Kendaraan

Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Lumajang Soepratigto mengungkapkan, bahwa di Lumajang ada 14 SPBU yang menjual Biosolar Subsidi.

Dalam penjualannya juga ada aturan yang harus dilaksanakan, di antaranya, SPBU diwajibkan mencatat nomor kendaraan bermotor dan nomor rekomendasi dari instansi terkait untuk kepentingan pertanian, nelayan dan usaha mikro.

"Dalam aturan yang terbaru, nomor rekomendasi hanya berlaku satu bulan.Selain itu untuk pembelian BBM juga tidak diperkenankan menggunakan dirigen plastik atau bahan lain yang berbahan plastik,” Soepratigto

Soepratigto menilai adanya keluhan dari para kelompok tani karena ada beberapa sebab, salah satunya kuota subsidi habis. Oleh karena itu, dirinya menegaskan permasalahan tersebut kemungkinan besar lantaran kurangnya komunikasi.

"Bisa jadi kuota BBM subsidi habis, sistem digitalsasi sedang eror, listrik padam atau tempat penampungan menggunakan dirigen," ungkapnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya