Liputan6.com, D.C - Amerika Serikat (AS) kembali mempertimbangkan untuk mendepak Rusia dari sistem pembayaran antar bank yang dijuluki SWIFT, sebagai langkah yang akan diambil di tengah serangkaian sanksi untuk menghukum Moskow karena menginvasi Ukraina.
Presiden AS Joe Biden tadinya sempat menahan langkah ini karena keprihatinan sekutu-sekutunya di Eropa. Langkah ini akan mengisolasi Rusia di panggung dunia dan berdampak luas pada perekonomiannya, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (27/2/2022).
Advertisement
Namun, kekhawatiran itu sepertinya berkurang pada Sabtu (26/2) ketika pasukan Rusia bergerak untuk mengepung Kyiv, Ibu Kota Ukraina..
Ukraina telah melobi agar Rusia dikeluarkan dari SWIFT. Kyiv mendesak Eropa agar menjatuhkan sanksi yang lebih berat terhadap Moskow. Namun, sebagian negara Eropa, termasuk Jerman, ragu-ragu mengambil langkah itu.
Dukungan Inggris
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Jumat (25/2) menyerukan negara-negara untuk mengeluarkan Rusia dari sistem transfer perbankan SWIFT "untuk menimbulkan kerugian sebesar-besarnya."
Menteri Luar Negeri Luxembourg Jean Asselborn mengatakan "perdebatan mengenai SWIFT belum tuntas, akan terus berlanjut."
AS pada Jumat (25/2) mengumumkan akan membekukan aset-aset Presiden Rusia Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov.
Aksi itu diambil menyusul langkah serupa yang diambil oleh Uni Eropa dan Inggris, sementara negara-negara di seluruh dunia berusaha memperberat sanksi-sanksi terhadap pemerintahan Rusia terkait invasinya terhadap Ukraina.
Menurut kantor berita RIA, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan sanksi-sanksi terhadap Putin dan Lavrov mencerminkan ketidakmampuan Barat dalam hal kebijakan luar negeri.
Advertisement