Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal mempelajari dan menganalisa vonis Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Analisa dilakukan untuk menemukan pihak lain yang harus bertanggungjawab dalam perkara ini.
"Kami segera analisa beberapa fakta hukum dalam putusan dimaksud apakah berdasarkan pertimbangan majelis hakim tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut atas dugaan keterlibatan pihak lain," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikutip Minggu (27/2/2022).
Vonis 3 tahun 6 bulan terhadap Azis Syamsuddin sendiri sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap alias inkracht. Baik Azis maupun tim jaksa KPK tak mengajukan upaya hukum banding.
Baca Juga
Advertisement
"Informasi yang kami peroleh, terdakwa M. Azis Syamsuddin telah menerima putusan majelis hakim. Untuk itu KPK juga tidak mengajukan upaya hukum banding," kata Ali.
Ali mengatakan, tim jaksa KPK telah mempelajari seluruh fakta hukum dalam pertimbangan majelis hakim. Jaksa berpendapat seluruh analisa yuridis fakta hukum dipersidangan telah dipertimbangkan hakim.
Ali menyebut, KPK bakal segera mengeksekusi Azis Syamsuddin ke lembaga pemasyarakatan (lapas).
"Dengan demikian saat ini perkara Terdakwa M. Azis Syamsuddin telah memperoleh kekuatan hukum tetap sehingga jaksa eksekutor KPK segera melaksanakan putusan tersebut," kata Ali.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Vonis Azis Syamsuddin
Sebelumnya, Aziz divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (17/2/2022). Dia juga diharuskan membayar denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Azis dinilai terbukti menyuap mantan penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju sebesar Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu. Suap berkaitan dengan penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK di Lampung Tengah.
Selain itu, Azis dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok.
Advertisement