Liputan6.com, Jakarta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memastikan fenomena lumpur bergerak usai gempa di Pasaman Barat, Sumatera Barat, bukan likuefaksi seperti yang terjadi pascalindu di Palu pada 2018 silam. Gempa bermagnitudo 6,1 mengguncang Pasaman Barat, Jumat 25 Februari 2022.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, hal tersebut berdasarkan kaji cepat dan pemetaan melalui udara oleh tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Limapuluh Kota.
Advertisement
Kajian itu menghasilkan dokumentasi visual dari pesawat nirawak atau drone yang secara jelas memperlihatkan ada titik-titik longsoran di hulu Talamau, yang kemudian masuk ke sungai dan terbawa aliran sungai ke hilir dan menghantam beberapa rumah penduduk.
"Dari temuan fakta hasil kaji cepat dan pemetaan tersebut, maka fenomena yang terjadi di Pasaman dipastikan bukanlah likuefaksi, tetapi banjir lumpur akibat longsor yang terjadi di hulu," kata pria yang akrab disapa Aam itu dalam siaran tertulisnya, Jakarta, Minggu (27/2/2022).
Menurut dia, kejadian ini lebih mirip dengan banjir sedimen yang terjadi di Sigi akibat luapan bah bercampur pasir dari Sungai Poi yang berasal dari longsoran akibat gempa 2018 Palu.
"BNPB mengimbau kepada seluruh masyarakat agar berpartisipasi meredam kabar dan informasi yang belum diyakini kebenarannya," pungkas Aam.
Viral
Sebelumnya, video pergerakan lumpur beredar di media sosial tak lama setelah gempa itu terjadi. Bupati Pasaman Barat, Hamsuardi mengatakan sedikitnya 10 ribu orang mengungsi akibat gempa darat ini. Sebanyak 3 ribu orang di antaranya mengungsi di halaman kantor bupati.
"Bantuan terus didistribusikan, terutama makananan dan obat-obatan," katanya, Sabtu (26/2/2022).
Bupati menyebut bantuan sandang dan pangan juga terus mengalir dari berbagai pihak ke Pasaman Barat. Hari ini Sabtu (26/2/2022) pihaknya juga sudah mendirikan posko-posko di daerah terdampak gempa bumi untuk pendistribusian bantuan.
Advertisement