Nurhayati Bisa Menginspirasi Masyarakat untuk Tidak Takut Laporkan Kasus Korupsi

Kasus Nurhayati pun akhirnya diambilalih Bareskrim Polri dan mendapat perhatian dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Feb 2022, 17:32 WIB
Kapolres Cirebon Kota AKBP Fahri Siregar menjelaskan kronologis Nurhayati pelapor korupsi kepala desa di Cirebon yang ditetapkan jadi tersangka. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Nurhayati menyita perhatian publik setelah sempat viral di media sosial. Perempuan ini merupakan pelapor kasus korupsi dana desa di Citemu, Cirebon, yang justru dijadikan tersangka oleh Polres Cirebon.

Peristiwa itu terang saja memantik kritik dan protes dari masyarakat luas. Kasus Nurhayati pun akhirnya diambilalih Bareskrim Polri dan mendapat perhatian dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Teranyar, Polri berencana menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap Kepala Urusan Keuangan Desa Citemu, Nurhayati yang sebelumnya sebagai tersangka dugaan korupsi dana desa oleh Kepolisian Resor Cirebon.

Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho, berpendapat, kasus yang menimpa Nurhayati bisa dijadikan bentuk pendidikan masyarakat supaya tidak perlu takut untuk melaporkan kasus dugaan korupsi.

"Saya kira dari kasus ini sebagai bentuk pendidikan masyarakat agar yang melapor tidak takut. khusus terhadap Nurhayati, ya, dihentikan," kata Prof. Hibnu Nugroho di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (27/2/2022), seperti dilansir Antara.

Gelar perkara yang berlangsung pada hari Jumat (25/2/2022) juga menunjukkan penyidik Polres Cirebon tidak memiliki cukup bukti menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dugaan korupsi dana desa.

Lebih lanjut, Prof. Hibnu menyatakan, sistem peradilan pidana khususnya pada praajudikasi terdapat asas diferensiasi fungsional, yakni asas pemisahan wewenang dan fungsi antara penyidik polisi dan jaksa. Dia menilai, dalam kasus Nurhayati ternyata ada suatu pemahaman yang perlu diluruskan bahwa penentuan tersangka itu kewenangan kepolisian, karena penyidiknya adalah polisi.

"Jadi, kalau toh dilimpahkan ke kejaksaan, jaksa memberikan suatu saran sebagai bentuk ruang komunikasi prapenuntutan, itu hanya dalam hal bukti yang diajukan, bukan menambah tersangka," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.


SP3 Kasus Nurhayati

Nurhayati perangkat Desa Citemu Kabupaten Cirebon yang membantu penyelidikan kasus korupsi kepala desa malah ditetapkan jadi tersangka. Foto (tangkapan layar)

Karena merupakan kewenangan kepolisian, menurut dia, polisilah yang menentukan tersangka. Dengan demikian, jika kasus tersebut di-SP3-kan, lanjut dia, berarti polisi yang menentukan dan menerbitkan SP3-nya meskipun berkas sudah dilimpahkan (P-21) ke kejaksaaan.

"P-21 'kan baru tahap pertama, belum diterima seluruhnya, baru penyerahan. Makanya, keinginan polisi untuk SP3-kan itu tugas wewenang polisi karena yang menentukan tersangka itu polisi, bukan jaksa," bebernya.

Menurut Hibnu, SP3 atau penghentian kasus Nurhayati tersebut dilakukan Polri demi kepentingan hukum karena berkaitan dengan kecukupan bukti, peran, dan sebagainya.

"Kalau memang masih ragu, tidak ada bukti, mudah-mudahan, ya, tidak (ada) bukti, ya, dihentikan. Jadi, permasalahan bukti, dihentikan demi kepentingan hukum, bukan kepentingan hukum," tegasnya.

Mengenai dengan berkas kasus Nurhayati yang sudah dilimpahkan ke kejaksaan, Hibnu menjelaskan, jaksa hanya mememandang dari aspek kecukupan bukti, bukan karena desakan publik.


Tidak Cukup Bukti

Dia menerangkan, hal tersebut dilakukan kejaksaaan agar di persidangan tidak sampai cukup bukti sehingga jaksa yang kena. "Karena apa pun yang terjadi, jaksa merupakan pihak yang mempertahankan perkara di persidangan," ujarnya.

Oleh karena itu, kalau masih ada keraguan, bukti kurang, lebih baik dihentikan di tingkat kepolisian karena yang tentukan tersangka adalah penyidik polisi.

Akan tetapi, jika Nurhayati tidak melaporkan kasus dugaan korupsi dana desa tersebut, kata dia, perempuan yang menjabat sebagai Kaur Keuangan Desa Citemu itu justru dapat turut serta dijadikan tersangka. Karena mengetahui kasus dugaan korupsi tersebut, menurut dia, Nurhayati wajib melaporkan.

"Dalam delik korupsi, dia mengetahui tetapi tidak lapor, itu sudah kena tindak pidana karena melakukan pembiaran. Kalau dia mengetahui (kasus dugaan korupsi tersebut), wajib lapor karena kalau enggak, akan kena asas pembiaran," kata Hibnu.

Sumber: Antara

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya