Liputan6.com, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengevaluasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang sudah memasuki tahun ketiga. Menurutnya, ancaman dari virus covid-19 tersebut tetap ada.
"Tahun ketiga kita tahu bahwa ancaman dari virus ini tetap ada serius. Virus ini tidak melemah, varian baru akan bermunculan namun yang membedakan respons kita saat ini sudah diberi vaksinasi," katanya lewat pesan suara, Selasa (1/3/2022).
Advertisement
Dia menyebut, varian Omicron dan gelombang tiga bukanlah kejadian terakhir. Namun, secara prediksi tren ke depan dari dampak varian maupun gelombang berikutnya akan lebih minimal lantaran cakupan vaksinasi yang sudah jauh meningkat.
Menurutnya, gelombang dan varian berikutnya akan menyasar daerah-daerah yang cakupan vaksinasi dan deteksinya masih buruk. Sehingga, berdampak pada kasus sakit dan kematian.
"Ingat penduduk kita banyak, pulau pulau dan kabupaten kota yang masih buruk itu yang akan berdampak," ujarnya.
Dicky menjelaskan, ketika pandemi dicabut WHO, daerah di Indonesia akan mengalami 3 skenario. Ada yang mengalami endemi atau kasusnya kecil. Kemudian, daerah epidemi yang vaksinasinya buruk bisa mengalami gelombang, outbreak atau kejadian luar biasa.
"Ingat Singapura itu penduduknya 5 juta, dan dampaknya akan besar, sama Indonesia banyak kabupaten kota yang penduduknya seperti Singapura jadi kita harus sangat hati hati," ucapnya.
Selain itu, ada daerah yang bukan endemi atau bukan epidemi melainkan terkendali. Dia berkata, kondisi itu yang harus dituju Indonesia, bukan endemi atau epidemi.
"Karena berbahaya dua itu, daerah terkendali atau sporadis itu yang akan membuat kasus itu berbulan bulan atau bahkan satu tahun enggak ada, atau setahun sekali ada, itu yang terbaik yang bisa kita lakukan," kata Dicky.
Dia menambahkan, sejak April 2020 hingga saat 2022 saat ini Indonesia masih dalam level yang disebut community transmission oleh WHO. Artinya gelombang pandemi masih serius terjadi di masyarakat.
"Artinya memberi pesan penting bahwa kemampuan kita menemukan kasus di masyarakat ini masih terbatas dan masih ada gap besar antara kasus yang ditemukan dan dilaporkan dengan kasus yang sedang terjadi di masyarakat," ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Taat Prokes
Jika bicara pengendalian ini, lanjut Dicky, setidaknya hingga pertengahan tahun depan, atau bahkan akhir tahun depan Indonesia harus selalu taat prokes memakai masker. Namun, setidaknya beban di faskes atau kematian akan semakin kecil karena cakupan vaksinasi akan semakin baik.
"Kalau kita melonggarkan dalam artian masker, nanti kita sulit karena akan banyak korban, dalam hal ini anak atau lansia, jadi untuk menjaga prokes menjadi sangat penting tentu tidak seketat kemarin," terangnya.
Lebih lanjut, pemerintah ke depan harus membuat kebijakan yang responsif, berbeda dengan reaktif. Responsif adalah sudah mengantisipasi dan memperhitungkan detail risiko dari jauh hari, maka itulah pentingnya manajemen risiko.
"Kalau reaktif ini baru dibuat ini yang harus berubah, karena strategi komunikasi risiko dan kebijakan yang lebih respons akan membangun kepercayaan," imbaunya.
"Memasuki sekarang ini tahun ke 3 dari masa pandemi kita, kita memang melihat banyak progres yang sudah diraih oleh Indonesia, tapi banyak juga tantangan dan PR ke depan saat ini yang harus segera diatasi, diselesaikan dan direncanakan perbaikannya," pungkasnya.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com
Advertisement