Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan RI sudah mendeteksi ada 252 varian BA.2 atau yang kerap disebut Omicron Siluman maupun Son of Omicron.
"Jumlah varian BA.2 yang saat ini sudah kita deteksi ini sudah sekitar 252 varian BA.2," kata Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dalam jumpa pers daring pada Selasa (1/3/2022).
Advertisement
Subvarian dari Omicron ini menjadi perhatian karena disebut-sebut lebih cepat menular dan meningkatkan tingkat keparahan. Meski begitu, Nadia mengatakan hingga saat ini varian Omicron yang mendominasi penularan di Indonesia maupun dunia adalah BA.1.
"Tentu ini menjadi kewaspadaan kita, tapi apapun variannya kita tahu kuncinya yakni 3T (testing, tracing, treatment), 3M (mencuci tangan pakai sabun, memakai masker, menjaga jarak), dan vaksinasi," jelas Nadia.
Mengenai vaksinasi, Indonesia terus melakukan percepatan vaksinasi lengkap juga booster (suntikan dosis ketiga) pada masyarakat Indonesia.
"Kita harus capai 70 persen sebelum memasuki Bulan Ramadan supaya betul-betul Ramadan kali ini kita bisa melakukan berbagai aktivitas yang pernah kita lakukan," kata wanita berkaca mata ini.
Tentang Subvarian BA.2
Subvarian Omicron BA.2 disebut sebagai 'Son of Omicron' lantaran memiliki sebagian besar mutasi yang sama dengan Omicron. Subvarian ini pun diduga tidak mempunyai banyak mutasi baru yang memengaruhi cara virus bekerja.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan fakta bahwa BA.2 tidak lebih parah dari BA.1.
"Berdasarkan sampel dari berbagai orang di berbagai negara kami tidak melihat perbedaan keparahan antara BA.1 dengan BA.2," jelas Kepala Teknis Infografis Gejala Covid-19 Omicron dan Cara Penanganan WHO, Marian van Kerkhove dalam sesi tanya jawab pada Selasa, 22 Februari 2022.
Maria juga mengatakan bahwa risiko orang masuk rumah sakit antara mereka yang terpapar BA.1 dan BA.2 sama. Terlebih di banyak negera, subvarian yang beredar sama banyaknya antara BA.1 dan Son of Omicron.
Data lain, pada mereka yang pernah terpapar BA.1 kemudian terpapar BA.2, lembaga ini mengatakan hasil riset mereka mendapatkan data bahwa gejala infeksi yang kedua cenderung diabaikan karena nyaris tidak bergejala seperti mengutip laman Science.
Advertisement