Liputan6.com, Jakarta - Selama sepekan terakhir, kasus COVID-19 di Indonesia mengalami penurunan. Perbincangan terkait status endemi pun kian menjadi topik yang hangat.
Pemerintah bahkan mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyusun strategi untuk menjadikan status pandemi COVID-19 menjadi endemi di Indonesia.
Advertisement
Terkait hal tersebut, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus eks Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan, sebenarnya cukup sulit untuk mengetahui kapan suatu negara bisa mengubah status pandeminya menjadi endemi.
"Kalau tentang berapa lama maka tidak ada yang dapat memastikan kapan dunia akan berhenti pandemi, dan juga sulit menentukan kapan suatu negara manapun akan jadi endemi," ujar Tjandra pada Health Liputan6.com, Rabu (2/3/2022).
Menurut Tjandra, akan lebih baik apabila Indonesia tetap mengikuti pergerakan data epidemiologi dan melakukan upaya maksimal untuk mendorong rencana tersebut.
Beberapa negara memang dapat saja menyatakan bahwa mereka telah masuk pada masa endemi. Namun Tjandra menjelaskan, hal tersebut pun bukan berarti pandemi telah sepenuhnya selesai.
"Masing-masing negara dapat saja membuat pernyataan bahwa mereka sudah dapat mengendalikan wabah COVID-19, atau sudah masuk dalam fase endemi," kata Tjandra.
"Tetapi, pernyataan satu dua atau bahkan beberapa negara bahwa negara mereka sudah endemi sama sekali tidak berarti pandemi sudah selesai," tambahnya.
Kriteria menjadi endemi
Dalam kesempatan yang sama, Tjandra juga menuturkan kriteria apa saja yang dapat menjadi penentu dalam perubahan pandemi COVID-19 menjadi endemi. Berikut diantaranya.
1. Angka kepositifan (positivity rate)
2. Angka reproduksi efektif
3. Jumlah kasus rendah
4. Jumlah kematian rendah
5. Fasilitas pelayanan kesehatan sepenuhnya siap
"Untuk situasi COVID-19 sudah terkendali maka salah satunya adalah angka kepositifan (positivity rate) di bawah lima persen," ujar Tjandra.
Sehingga meski pada Sabtu, 26 Februari 2022 lalu angka positivity rate telah menurun menjadi 15,91 persen, angka tersebut pun masih cukup jauh di atas batas 5 persen.
"Tahun yang lalu angka kepositifan kita sudah sempat cukup lama di bawah 5 persen dan angka reproduksi juga pernah di bawah 1, tapi dengan serangan Omicron maka angka kepositifan dan angka reproduksi naik lagi seperti sekarang ini," kata Tjandra.
Advertisement
Faktor penentu lainnya
Menurut Tjandra, indikator lainnya yang menjadi penentu adalah angka reproduksi efektif (efektif reproduction number) sendiri yang harus di bawah 1.
Beberapa pihak menyebut bahwa angka reproduksi Indonesia masih di atas 1, bahkan ada yang melaporkan sebanyak 1.161. Begitupun dengan angka kematian dan jumlah pasien.
"Angka jumlah pasien dan kematian juga harus ditekan rendah, serta pelayanan kesehatan akan selalu siaga menghadapi kemungkinan kenaikan kasus," ujar Tjandra.
"Tentu kita juga amat perlu mewaspadai kemungkinan varian baru COVID-19 di dunia, sesuatu yang tidak terlalu mudah memprediksinya," tambahnya.
Infografis
Advertisement