Liputan6.com, Aceh - Kepolisian Daerah Aceh telah menetapkan 7 nama yang masuk ke dalam lis tersangka kasus korupsi beasiswa yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun anggaran 2017. Ketujuhnya dinilai telah memenuhi unsur untuk dijadikan sebagai tersangka.
Dalam rilisnya, Kabid Humas Polda Aceh Kombes Winardy menyebutkan ketujuh inisial beserta tugas masing-masing. Yakni, SYR selaku Pengguna Anggaran (PA), FZ selaku Kuasa Pengguna anggaran (KPA), RSL selaku KPA, FY sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), SM, serta RDJ, dan RK sebagai koordinator lapangan (korlap).
Advertisement
"Pihak kepolisian juga sudah melaporkan gelar perkara penetapan tersangka tersebut, baik ke Bareskrim Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Winardy dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu (2/3/2022).
Audit investigasi Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa kerugian negara atas kasus korupsi dana pendidikan itu mencapai Rp10 miliar lebih, atau mencapai 46,50 persen dari total anggaran Rp21,7 miliar. Adapun pengumuman nama-nama para tersangka ini mendapat catatan kritis dari Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Belum Menyentuh 'Aktor Paus'
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian menilai bahwa kepolisian baru menyentuh tersangka di level kebijakan administrasi. Ketujuh nama tersebut belum menyinggung aktor berkaliber paus atau pemilik modal, yang menurutnya terlibat sejak tahap perencanaan, penganggaran, hingga pengusulan nama penerima.
"Ada 23 orang dengan istilah mereka, koordinator atau perwakilan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang memiliki kewenangan dalam kasus beasiswa kepada mahasiswa. Secara hemat kami, lahirnya istilah koordinator atau perwakilan anggota DPRA, berdasarkan perintah atau desain aktor," ujarnya.
Padahal, imbuh dia, di tahap itulah pemotongan atau korupsi beasiswa tersebut terjadi. Di sisi lain, nomenklatur koordinator atau perwakilan dirasa asing dalam konteks administrasi sehingga penting bagi kepolisian untuk mengembangkan penyidikan terhadap keberadaan 23 orang tersebut supaya jelas siapa aktor yang menjadi desainer dalam kasus ini.
Advertisement
Menanti Taring Polda Aceh
Di antara nama-nama para tersangka sendiri terdapat seseorang berinisial RK. RK sendiri tida berstatus sebagai koordinator atau perwakilan anggota DPRA padahal RK merupakan penerima beasiswa sebanyak 2 kali.
"Ini bertentangan dengan Pergub 58 Tahun 2017. Pertanyaannya, siapakah anggota DPRA yang telah memerintahkan RK?" tanya Alfian.
Pengungkapan kasus rasuah ini sendiri dapat dikatakan berjalan cukup alon, bahkan mengalami 3 kali periode kepemimpinan Polda Aceh. Karena membawa-bawa legislator di dalamnya, maka target tidak akan pernah menyasar aktor utama jika tidak diusut secara komplet atau ada upaya seakan sedang menyelamatkan aktor.
"Harus ada kemauan kuat bagi polda untuk mengusut secara utuh aktornya sehingga tidak meninggalkan kesan bahwa politisi atau orang berpengaruh tidak tersentuh hukum. Ini berimplikasi pada kepercayaan publik," tegasnya.