Liputan6.com, Kendari - Puluhan petani masih berjaga di sekitar perkebunan Desa Sukarela Jaya Kecamatan Wawonii Tenggara Kabupaten Konawe Kepulauan, Rabu (2/3/2022) sore. Sudah sekitar sebulan, mereka menginap di dalam kebun yang berjarak sekitar 10 kilometer dari pemukiman.
Alasannya, mereka mempertahankan lahan kebun dari perusahaan PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Perusahaan ini, diketahui merupakan anak perusahaan PT Harita Group. Perusahaan ini diduga berupaya menyerobot lahan di sekitar tanah perkebunan warga.
Perusahaan hendak merambah wilayah kebun sebagai jalur transportasi kendaraan angkutan barang tambang. Sebab, satu-satunya jalur dari lokasi galian tambang nikel menuju jetty (pelabuhan tambang) harus melewati kebun warga.
Baca Juga
Advertisement
Karena akses ini, PT GKP sudah beberapa kali sempat berdebat lalu berlanjut cekcok dengan warga. Aksi mereka, diduga dibantu aparat keamanan. Warga juga pernah bentrok akibat tambang di wilayah itu.
Saat wartawan menghubungi Acho, salah seorang petani di lokasi Desa Sukarela Jaya, dia mengungkapkan, warga kini membangun tenda dan menginap di pondok kebun.
"Kemarin, Selasa (1/3/2021), kami sempat cekcok dengan warga lainnya yang berpihak pada perusahaan, perusahaan memaksa mau menyerobot lahan petani di sini, dengan membawa salah seorang warga sebagai pemilik lahan," ujarnya.
Dia menyebut, pihak perusahaan membawa serta seorang ibu rumah tangga bernama Asinah saat akan menyerobot lahan warga. Dia mengaku, lahan yang dijaga warga saat ini, merupakan lahan orangtuanya yang sudah puluhan tahun ditempati.
"Jadi, kami berdebat. sempat pihak polisi yang datang bersama perusahaan menyuruh warga lainnya yang tak berkepentingan agar balik ke rumah saja, tapi warga tak mau pulang dan tetap bantu kami jaga lahan," cerita Acho.
Dia menjelaskan, saat ini ada tersisa 3 warga pemilik kebun di jalur angkutan pertambangan Desa Sukarela Jaya Kabupaten Konawe Kepulauan. Ketiganya yakni, La Dani, Wa Saharia, dan Masri. Mereka ngotot, mempertahankan lahannya dari aktivitas tambang, meskipun selama ini kerap mengalami tekanan dari kerabat dan pihak perusahaan.
"Alasan petani Wawonii tolak tambang, kami tak mau tambang masuk di Wawonii, karena mata pencarian sebagai petani akan rusak dan hancur, padahal ini sudah berpuluh tahun kami gantungkan hidup di sini," kata Acho.
saksikan juga video pilihan berikut ini:
Kronologi Perusahaan Diduga Serobot Lahan Warga
Berkali-kali, petani di Wawonii berusaha melawan usaha perusahaan menyerobot lahan mereka. Kejadian pertama, pada Selasa, 9 Juli 2019, sekitar pukul 11.00 Wita, PT GKP menerobos lahan milik Ibu Marwah.
Kejadian kedua, pada Selasa, 16 Juli 2019, sekitar pukul 15.00 di lahan milik Idris. Peristiwa ketiga, pada Kamis, 22 Agustus 2019, tengah malam, perusahaan diduga kembali menerobos lahan milik Amin, Wa Ana, dan Almarhum Labaa.
Kejadian keempat, saat perusahaan datang dengan seorang warga lainnya, Selasa (1/3/2022). Warga bernama Wa Asinah itu, mengaku lahan kebun milik warga penolak tambang, adalah lahannya.
Dia datang menyertakan surat-surat administrasi terkait klaim lahan. Penerobosan lahan warga yang berulang, berakibat rusaknya tanaman jambu mete, kelapa, pala, cengkeh, dan tanaman lainnya. Padahal, ada beberapa petani sudah menggantungkan hidup hampir 30 tahun di wilayah ini.
Aksi ini, beberapa kali dikawal ketat aparat kepolisian. Laporan warga kepada pihak Polres Kendari soal penerobosan lahan milik masyarakat oleh PT GKP Selasa (16/7/2019), tak kunjung diproses, semua mengendap begitu saja.
Advertisement
Warga Penolak Tambang Dipenjara
Sebelum upaya penyerobotan lahan Selasa (1/3/2022), polisi sudah memidanakan tiga orang warga Wawonii di Konawe Kepulauan Januari 2020. Ketiganya yakni, La Dani alias Anwar, Hurlan dan Hastoma. Mereka ditangkap di kebun dan rumahnya.
Polisi dari Direktorat Kriminal Umum Polda Sultra, menangkap mereka atas kasus upaya menghalangi perusahaan yang akan masuk berinvestasi di Konawe Kepulauan. Saat itu, ketiga orang yang tak ingin tanahnya diserobot, melawan dan menolak pihak perusahaan.
Kuasa hukum ketiga warga, La Ode Muhammad Suhardiman, menyatakan tiga warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara, kini sudah jadi tersangka.
"Selesai pemeriksaan sebagai saksi. polisi langsung periksa kembali sebagai tersangka, namun karena sudah tengah malam sehari setelahnya," kata Suardiman, Januari 2020.
Diketahui, Senin, 24 Januari 2022, sekitar pukul 13.30 Wita, Anwar dan Hastoma ditangkap di kebun milik mereka. Keduanya sedang makan siang. Sementara, Hurlan ditangkap di rumahnya. Ketiganya, lalu dibawa ke polda.
Anwar alias La Dani, Hastoma, dan Hurlan merupakan barisan warga penolak tambang di pulau Wawonii. Mereka getol membantu warga lainnya yang mayoritas menggantungkan perekonomian pada sektor pertanian, perkebunan dan hasil ikan laut.
"Mereka sempat menentang rencana penambangan nikel oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP)," ujar Suhardiman.
Keteguhan warga menolak atas tambang nikel di Wawonii, berujung pada ancaman, intimidasi, dan kriminalisasi. Pada 2019, sebanyak 28 warga dilaporkan ke polisi oleh pihak perusahaan. Polisi, kerap 'pasang badan' di lokasi kebun warga saat perusahaan berusaha masuk dengan alat berat.
Klarifikasi PT GKP
Humas PT GKP Marlion menampik hal itu. Dugaan penyerobotan ini, menurut dia, tidak benar dan tidak mendasar. Menurutnya, lahan tersebut diperoleh dengan cara jual beli sah antara GKP dengan Ibu Wa Asinah melalui pemerintah desa setempat dengan proses jual beli lahan yang resmi, di mana lahan tersebut sudah dibeli pada tanggal 22 November 2021 lalu.
Lahan berlokasi desa Sukarelajaya RT03 RW03 Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, dengan luas lebih kurang 3,300 meter persegi.
Namun, pada saat GKP ingin memanfaatkan haknya dengan membuat jalan hauling di lokasi lahan tersebut, kemudian dihalang-halangi oleh Sahariah dan keluarganya dengan membuat pagar-pagar bambu dan pondokan yang tidak jelas maksudnya.
Apalagi setelah dicek kebenarannya dan fakta di lapangan, mereka tidak memiliki dasar hukum dan alas haknya yang jelas sebagaimana diatur oleh pemerintahan desa setempat.
PT GKP melalui humas, Marlion juga menulis rilis soal adanya cekcok antara warga petani dan Wa Asinah, warga yang berada di pihak perusahaan, Selasa (1/3/2022). Dalam rilisnya, PT GKP menulis pernyataan Wa Asinah, warga yang mengaku pemilik tanah.
"Sebidang lahan di Desa Sukarela Jaya RT003/RW 003, Kecamatan Wawonii Tenggara adalah benar lahan milik saya yang saya peroleh dari warisan orang tua saya yang bernama Almarhum Saiul yang juga sudah dibagi kepada 6 saudaranya yang lain," tulis Marlion.
Kemudian dia melanjutkan, dia menjual lahan itu pada PT GKP tanggal 22 November 2021 lahan tersebut dengan luas sebesar 3,300 meter persegi. Selanjutnya, PT GKP langsung merealisasikan pembayaran tunai pada tanggal tersebut.
Menurutnya, dana pembelian lahan sangat membantu mereka sekeluarga. Asinah mengatakan, mereka merasa terbantu setelah menjual tanah apalagi setelah panen mente akhir tahun 2021 merosot tajam dibanding tahun sebelumnya. Lalu, sebagian uang hasil jual tanah dibagikan kepada saudara-saudara sekandung yang membutuhkannya.
Dia menegaskan, tindakan La Dani memasuki pekarangan orang tanpa izin, apalagi sampai membentangkan pagar dan membuat pondokon di atas lahan tersebut dengan tujuan ingin mengklaim dan menguasai fisik, berujung laporan ke Polda Sultra pada tanggal 28 Januari 2022.
"Tujuannya, agar ada efek jera terutama kepada La Dani dan keluarganya yang kerap kali mengganggu aktivitas kami di sana dan hanya mengaku-ngaku saja tanpa bisa membuktikan alas hak /Alasan Hukum yang jelas dari Pemerintah Desa Setempat," tulis Asinah.
Advertisement