Liputan6.com, Jakarta - Perang antara Rusia dan Ukraina nyata menimbulkan korban jiwa. Di antara sederet kisah pertarungan hidup dan mati, terselip cerita tentang tentara Rusia yang diklaim mengirimkan pesan terakhir untuk ibunya. Pesan itu kemudian dibacakan Duta Besar Ukraina Sergiy Kyslytsya di sidang Majelis Umum PBB, Senin, 28 Februari 2022.
"Kenapa kamu lama menjawab pesanku? Apakah kamu benar-benar sedang dalam latihan?" kutip Kyslytsya sambil menunjukkan tangkapan layar pesan tentara Rusia itu, dikutip dari People, Rabu, 2 Maret 2022.
"Mama, aku tak lagi berada di Krimea," sambung Kyslytsya yang menerjemahkannya dari Bahasa Rusia.
Baca Juga
Advertisement
"Aku tak lagi dalam sesi latihan ... Mama, aku di Ukraina. Perang nyata berkecamuk di sini. Aku takut."
"Kami membom semua kota bersamaan, bahkan menargetkan warga sipil," Kyslysta melanjutkan, mengutip pesan tentara itu.
"Kami diberitahu bahwa mereka akan menyambut kami dan mereka jatuh di bawah kendaraan lapis baja kami ... mereka menyebut kami fasis."
Di akhir pesan itu, Kyslytsya membacakan, "Mama, ini sangat sulit."
Kyslytsya menyebut tentara pengirim pesan itu tewas tak lama setelah mengirimkan pesan tersebut. Meski demikian, pesan itu hanya diklaim sepihak oleh Ukraina. Kyslitsya pun tak menjelaskan detail bagaimana ia mendapatkan pesan pribadi itu maupun tentang tentara Rusia yang mengirimkan pesan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Meruntuhkan Moral
Meski masih dipertanyakan keabsahan pesan tersebut, sejumlah laporan mendapati moral prajurit Rusia lemah. Hal itu bisa berdampak pada upaya Rusia mendesak negara tetangganya agar mengikuti kemauan mereka.
Washington Post mencatat, puluhan video dan foto yang menggambarkan kendaraan militer Rusia dan peralatan militer yang ditinggalkan begitu saja bisa ditemukan di media sosial. Pejabat pertahanan senior AS juga menyebut sejumlah tentara Rusia menyerahkan diri tanpa perlawanan di Ukraina.
Advertisement
Nyawa Warga Sipil
Namun demikian, serangan bersenjata Rusia terus berlanjut. Negara itu menginvasi Ukraina sejak Kamis, pekan lalu, dengan kekuatan penuh dari utara, selatan, dan timur.
Rincian pertempuran berubah dari hari ke hari, tetapi ini adalah konflik darat besar pertama di Eropa dalam beberapa dekade terakhir. Ratusan orang dilaporkan tewas atau terluka, termasuk anak-anak, meski Rusia menampik telah menyerang warga sipil. Ribuan orang lagi melarikan diri atau mencoba melarikan diri dari Ukraina di tengah peringatan kemungkinan "krisis pengungsi."
Sanksi Ekonomi
Invasi yang diperintahkan Presiden Rusia Vladimir Putin memicu kecaman dari seluruh dunia. Banyak yang kemudian menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap negara itu. Beberapa negara juga berjanji memberikan bantuan maupun dukungan militer untuk Ukraina.
Putin bersikeras Ukraina memiliki ikatan sejarah dengan Rusia, seperti halnya kepentingan keamanan di sana. Dia bertindak demikian dengan dalih untuk "menjaga perdamaian." Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menolak menyerah setelah pembicaraan damai antara kedua negara terhenti.
Advertisement