Liputan6.com, Bandung - Tatapan penuh harap, cemas yang terpancar dari wajah anak-anak petani membuat wanita itu berpikir apa yang bisa ia lakukan sebagai seorang pemudi yang katanya sarjana pertanian.
Wanita asal Bandung, Jawa Barat itu adalah Cindy Nur Oktaviani. Ia merupakan mahasiswa yang baru lulus dari IPB University, salah satu kampus pertanian terbaik bangsa.
Berangkat dari keresahan yang dirasakan sejak mahasiswa, Cindy mengamati banyaknya generasi muda yang tidak lagi menjadikan sektor pertanian sebagai mimpi mereka untuk mencapai kesuksesan. Apalagi dengan munculnya stigma bahwa pertanian merupakan sektor pekerjaan yang selalu turun ke sawah dan kotor kotoran di bawah terik panas matahari.
Baca Juga
Advertisement
Kehadiran Cindy sebagai seorang sarjana pertanian menjadi sebuah status yang sepertinya menjadi barang langka dan barang mahal. Banyak sekali ekspektasi yang tertumpu dari para petani.
Terkadang hal itu membuat dia malu menjadi sarjana pertanian yang bodoh dan masih haus akan ilmu. Tetapi harapan besar tadi membuat energi dia semakin memuncak ketika melakukan pengabdian di desa yang 100 persen mata pencahariannya mengandalkan sektor pertanian.
“Tidur di rumah masyarakat adalah andalan saat saya turun ke lapang. Ini adalah salah satu strategi yang saya lakukan untuk lebih mengenal karakteristik warga daerah tersebut,” kata Cindy bercerita kepada Liputan6.com baru-baru ini.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Membaur dengan Pemuda Desa
Selama dekat dengan masyarakat desa, ia banyak mendapatkan value yang mungkin tidak semua orang bisa merasakan hal yang sama. Ia membaur dengan para pemuda desa, mengguyon sambil menyeruput kopi ditambah kacang rebus dan juga singkong goreng.
“Namun selalu ada hal yang janggal ketika saya menanyakan ‘di sini ada yang petani?’ Hanya 1 dari 10 pemuda berkumpul yang mengangkat tangan kanannya,” cerita Cindy.
Kadang ia geram kepada diri sendiri, apa yang salah dengan pertanian di Indonesia dan apa yang harus ia lakukan? Lalu ia berpikir siapa lagi yang mau mempertahankan kearifan lokal.
“Siapa lagi kalau bukan mereka, siapa lagi kalau bukan kita yang mengambil bagian,” Cindy bertanya-tanya sambil merenung.
Kehadiran dia bisa membangkitkan semangat dan energi yang sama untuk orang lain menjadi semangat. Tidak ada harapan lain dari mereka, hanya satu mimpi untuk anak-anak petani yaitu semangat ini tidak hanya terputus di tangannya, tapi uluran tangan ini terus menyambung bergandeng tangan sampai membentuk lingkaran yang besar.
“Saya sangat bersyukur bisa mengabdikan diri kepada bangsa, walaupun saya tau di luar sana banyak sekali manusia dengan hati mulia mau meluangkan sisa hidupnya hanya untuk mengabdi kepada negeri, namun saya ingat sebuah pepatah yang mengatakan bahwa sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit,” imbuhnya.
Advertisement
Mengarungi Desa ke Desa
Cindy mengarungi dari desa ke desa sebagai bentuk rasa cinta dan rasa terima kasihnya pada bumi pertiwi. Ia buktikan dengan menjadi nahkoda yang akan membawa perubahan yang mengarahkan bangsa ini di bahtera kemakmuran.
“Saya memiliki impian untuk menjadi srikandi lentera bangsa yang akan menerangi bangsa ini,” tambah Cindy.
Pernah suatu waktu Cindy merasa pesimis, tapi ia ingat kembali perjalanan beribu-ribu kilometer dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur yang ditempuh demi mendatangi anak-anak petani. Ia ingin memastikan anak anak petani mendapatkan kesejahteraan, pendidikan yang layak agar anak-anak petani bisa mempertahankan kearifan lokalnya, dan mau menjadi regenerasi petani.
Saat hati mulai resah, ia ingat kembali sambutan hangat dan kata terima kasih yang terlontar dari mulut anak petani. Semua itu menjadikan dia kuat sampai saat ini.
Ia ditempa dengan banyak penolakan dan kegagalan, tapi tidak serta merta itu menjadikan alasan untuk menyerah ketika dia mengingat senyuman mereka, ucap sambutan dari mereka, semangat mereka untuk berubah, semangat mereka untuk jadi seorang petnai yang lebih sukses. Cindy menyimpan mimpi yang ia taruh di tangan mereka.
“Hal yang menjadi penyemangat saya ketika bisa menyentuh salah satu sosok orang yang berpengaruh di Indonesia yaitu Pak Nadiem Makarim,” kata Cindy.
Di momen langka itu Cindy mengambil peran dengan berusaha meyakinkan anak petani dengan kekayaan yang mereka punya seperti lahannya subur dan makmur. Ia menyatakan berhasil mengadvokasi 125 anak petani yang sekarang menjadi binaannya bahwa petani itu tidak harus turun ke sawah, tapi bisa mengambil peran.
“Saya rasa dengan perjalanan saya ini akan mengantarkan saya ke mimpi-mimpi saya yang lebih besar lagi. Saya ingin menjelajahi dunia dengan memperluas cakrawala. Sejauh melangkah, yang ada di lubuk hati hanyalah satu Indonesia,” ujarnya.
Baroedak Tatanen
Setelah menjelajahi cakrawala, ia akan kembali ke masyarakat dan mengimplementasikannya melalui yayasan yang sudah dirintis yaitu Baroedak Tatanen. Dia berharap yayasan ini akan berdampak dan menjadi abadi walaupun dirinya sudah mati nanti.
“Adanya sekolah untuk anak-anak petani ini menjadi legasi saya untuk negeri. Menyimpan semua perjuangan dan semangat yang diabadikan dalam sebuah wadah untuk belajar,” katanya.
“Terakhir cita-cita saya ingin menjadi seorang srikandi sesuai dengan namanya yaitu Srikandi Lentera Bangsa. Saya yakin suatu saat nanti tanda tangan saya sangat berpengaruh untuk kemaslahatan para petani di bumi pertiwi, karena sumpah saya tertulis di dalam cerita ini,” tutup Cindy.
Advertisement