Menakar Prospek Saham Emiten Properti

Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan menuturkan, secara valuasi saham-saham properti sudah sangat murah.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 03 Mar 2022, 22:58 WIB
Sebuah maket plan yang mengusung konsep Transit Oriented Development digelar pada pameran properti LRT City Expo di Jakarta, Sabtu (21/7). Anak usaha dari PT Adhi Karya, Adhi Commuter Properti  menargetkan penjualan pemasaran Rp 19 miliar. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Valuasi saham-saham properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini disebut sudah relatif murah. Oleh karenanya, aksi akumulasi beli saham-saham properti bisa menjadi pertimbangan yang baik untuk memanfaatkan momentum penurunan yang sedang terjadi saat ini.

Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan menuturkan, secara valuasi saham-saham properti sudah sangat murah. Hal ini dapat  terlihat saat membandingkan nilai saham dengan nilai aset propertinya (Nett Asset Value/NAV).

Saat ini rata-rata harga saham-saham properti telah ter-discount hingga 60 persen - 70 persen dari NAV. Begitu juga dengan perbandingan harga saham terhadap nilai buku atau Price to Book Value (PBV) yang per akhir Januari rata-rata hanya 0,6 kali atau ter-discount 40 persen dari nilai bukunya.

Menurut Marolop, dalam kondisi saat ini dimana ekonomi sedang menuju pemulihan, kondisi harga saham properti masih tertinggal.

"Apalagi kalau melihat performa emiten-emiten properti sampai kuartal III 2021  memberikan hasil yang sangat baik yang mengindikasikan pemulihan sektor properti,” kata dia kepada wartawan, ditulis Kamis (3/3/2022).

Salah satu saham emiten properti yang bisa dilirik, yakni PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP) yang merupakan salah satu pengembang properti berkonsep TOD.

Dia menilai, khusus saham ADCP koreksi harga sebesar 23 persen dari harga IPO menjadi Rp 100 per saham dipengaruhi dinamika pasca pencatatan. Yaitu aksi profit taking dan cut loss investor melihat performa perdagangan di bursa yang tidak sesuai ekspektasi.

Berdasarkan perhitungan memakai PE Multiple dengan target manajemen untuk pertumbuhan laba bersih tahun 2021 sebesar 15 persen, maka nilai laba per saham (earning per share/EPS) perusahaan adalah Rp 7.

Dengan demikian, rasio harga saham terhadap laba bersih per saham (price to earning ratio/PER) perusahaan adalah 15 kali, jauh di bawah rata-rata PER emiten properti per Januari 2022 sebesar 31 kali. Namun, rasio PBV tercatat 0,9 kali atau berada di atas PBV industri 0,6 kali.

"Mungkin nanti bisa dilihat juga untuk discount terhadap NAV-nya,” kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Prediksi Kinerja

Aktivitas pekerja di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain faktor pasar, ADPC sebagai anak usaha BUMN juga dinilai tidak bisa lepas dari sentimen perusahaan negara.

Saat ini, eksposur BUMN belum menjadi katalis positif bagi saham BUMN. Banyak emiten-emiten BUMN dengan valuasi murah yang menunjukan penilaian kurang baik oleh pasar.

ia menambahkan, tahun ini ADCP menargetkan marketing sales tumbuh double digit. Target tersebut didukung perbaikan permintaan di sektor properti yang sudah terlihat dan terus berlanjut.

Termasuk didalamnya insentif, stimulus dan target realisasi LRT Jabodebek yang beroperasi di Agustus 2022 akan menjadi katalis positif bagi ADCP.

Jika melihat pertumbuhan marketing sales 2021 dan 2022 masing-masing sebesar 46 persen dan 103 persen, laba bersih ADCP tahun ini diperkirakan bisa tumbuh di atas 30 persen dibandingkan target pertumbuhan 2021 sebesar 15 persen.

"Meskipun belum disampaikan, besaran target pertumbuhan perusahaan tahun ini akan menjadi sentimen kuat bagi sahamnya,” tegas dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya