Liputan6.com, Jakarta Komedian Tessy alias Kabul Basuki identik dengan penampilan feminin, lengkap dengan riasan wajah dan baju perempuan. Polahnya yang anggun mengocok perut penonton.
Apalagi, Tessy Srimulat pakai cincin batu akik di seluruh jari tangannya. Penampilan ikonis ini dinanti penggemar di eranya. Memasuki tahun 2000-an, karier Tessy dilanda bencana.
Baca Juga
Advertisement
Komisi Penyiaran Indonesia alias KPI lahir dengan sejumlah kebijakan. Salah satunya, melarang aktor atau penampil pria berdandan seperti wanita. Tessy merasakan dampaknya.
Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saya Dilarang
“Sama KPI, saya dilarang pakai pakaian perempuan (saat tampil di televisi), terus sekarang hidup saya kan waktu itu kayak di TV-lah, di film, itu semua enggak ada yang mau pakai aku. Gara-gara baju perempuan itu,” katanya.
Melansir dari video interviu di kanal YouTube Maia Al El Dul TV, Kamis (3/3/2022), Tessy mengaku kebijakan KPI adalah musibah besar bagi karier maupun kehidupan rumah tangganya.
Advertisement
Mobil Dijual
Kelucuan Tessy terletak pada penampilannya sebagai perempuan. Saat tampil sebagai laki-laki, Tessy seolah kehilangan aura kebintangan. Ia jarang muncul di TV sejak KPI hadir.
“Mobil dijual. Itu enam tahun aku enggak dapat pekerjaan, gara-gara baju perempuan,” komedian kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, 15 Juni 1942 ini membeberkan.
Rumah Terjual
Larangan tampil di layar kaca sebagai perempuan benar-benar mengobrak-abrik wajah karier Tessy. Belakangan ia mengaku menjual rumah karena kondisi keuangan makin kritis.
“Itu benar-benar (berdampak besar terhadap hidup saya). Rumah terjual, mobil terjual, habis enggak ada penghasilan sama sekali. Saya dicekal sama KPI,” Tessy menyambung.
Advertisement
Jakarta Tahun 1982
Padahal karier gemilangnya sebagai komedian melewati proses panjang. Tessy pindah dari Jawa Timur ke Jakarta pada 1982. Kala itu ia belum bergabung dengan Srimulat. Tessy mengembangkan bakat seni dengan memperkuat sandiwara bersama komunitas seniman Betawi.
“Kalau di Jakarta itu ada istilah Betawi, kan. Waktu itu aku ikut salah satu sandiwara enggak banyak kayak lenong, ketoprak, ludruk. Kalau sandiwara ada penyanyi, ada musik, ada dramanya,” kenangnya.