Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh meyakini usulan atau wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi bakal kandas di tengah jalan.
Menurutnya, penundaan Pemilu bisa dilakukan ketika undang-undang diamandemen. Tidak bisa hanya dengan sebuah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
Advertisement
"Kita anggap saja itu (penundaan), yang melemparkan isu, dan berwacana menawarkan konsep dan gagasan yang syukur-syukur diterima oleh masyarakat. Tapi prediksi Nasdem, itu tidak berakhir pada tingkat sampai pada keberanian dan kesepakatan untuk mengamendemen undang-undang," katanya usai pembukaan rapat koordinasi wilayah Partai Nasdem Sumatera Utara di Jalan Prof HM Yamin, Medan, Kamis 3 Maret 2022.
Ketika penundaan Pemilu diputuskan melalui Perppu, dia menilai hal itu sangat berbahaya dan bisa menjerumuskan pemerintah saat ini.
"Satu-satunya adalah membawa ini ke sidang MPR dan amandemen. Nasdem mampu memprediksikannya, sebelum sampai situ, game is over (berakhir). Untuk apa kita buang energi kepada hal hal itu, banyak hal lain yang harus jadi konsern kita bersama," tegas dia.
Paloh mengatakan banyak hal yang bisa dilakukan ketimbang memikirkan isu penundaan Pemilu 2024. Salah satunya perihal penanganan pandemi Covid-19 yang belum berakhir dan juga mengenai pemindahan ibu kota.
"Ini hal hal yang lebih besar dari pada hal itu. Ibarat air, ketika dia di gelas itu diisi air melampaui gelasnya, dia akan tumpah, itu tidak baik. Kita punya kapasitas yang maksimum dan jangan melampaui hal ini," tutupnya.
Mayoritas Masyarakat Menolak
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei mengenai sikap publik terhadap penundaan pemilu dan masa jabatan presiden.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengungkapkan, bahwa mayoritas responden menyatakan menolak perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan adanya Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
"Secara keseluruhan 70,7 persen atau mayoritas menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Di kalangan yang aware informasi, penolakan lebih tinggi lagi yaitu 74 persen,” kata Djayadi dalam rilis daring, Kamis (3/3/2022).
“Penolakan merata di segala sektor demografi, tidak hanya di kalangan tertentu,” tambahnya.
Djayadi juga menyebut apabila isu perpanjangan masa jabatan presiden terus disebarkan, maka akan semakin kuat juga penolakan dari masyarakat.
"Kalau isu makin disebarkan maka tingkat penolakan cenderung makin tinggi. Sikap dasar masyarakat itu menolak,” kata dia.
ementara itu, hasil survei menyebutkan bahwa baik masyarakat yang puas maupun yang tidak dengan kinerja Presiden, mayoritas tetap menolak perpanjangan masa jabatan presiden.
"Masyarakat yang puas kinerja setuju perpanjangan presiden? tidak, mayoritas 60 persen menyatakan lebih memilih tetap melaksnakan pemilu 2024, jadi puas atau tidak puas kinerja tidak berkorelasi tingkat penerimaan perpanjangan masa jabatan presiden,” tegasnya.
Adapun survei nasional ini menggunakan metode simple random sampling dengan 1.197 responden. Survei dilakukan pada 25 Februari-1 Maret 2022. Sementara margin error 2,89 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Advertisement