Liputan6.com, Mariupol - Para warga sipil di Mariupol, Ukraina, merasakan dampak berat invasi Rusia ke wilayah mereka. Akses listrik dan air pun tidak ada akibat gempuran.
"Tidak ada cahaya, tak ada pemanas, dan tak ada air selama dua hari penuh, dan kita nyaris tak punya makanan lagi," ujar Maxim, seorang IT developer berusia 27 tahun, dikutip BBC, Jumat (4/3/2022).
Baca Juga
Advertisement
Pada Kamis pagi waktu setempat, Maxim berkata pemerintah telah berusaha membagikan air dan roti, tetapi sudah hampir habis. Maxim bersembunyi di apartemen kakek dan neneknya yang berusia 80 tahunan, sehingga ia datang untuk mendampingi.
Mariupol berada di timur Ukraina dengan populasi sekitar 200 ribu orang. Lokasinya sangat rentan terhadap serangan Rusia. Jika kota itu direbut Rusia, maka Rusia bisa menggerakan pasukannya menuju daerah separatis Krimea.
Kementerian Pertahanan Rusia telah meminta agar masyarakat evakuasi, akan tetapi warga kesulitan kabur karena Rusia terus-menerus menyerang. Akses komunikasi pun terputus-putus akibat invasi Rusia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Di Ambang Krisis Kemanusiaan
Deputi Wali Kota Mariupol, Serhiy Orlov, berkata seluruh kota tidak mendapatkan akses listrik, air, atau sanitasi sistem.
"Kami memiliki 15 lini daya utama, dan semuanya kini down. Kami benar-benar terputus, dihancurkan oleh artileri. Yang ada hanya gas alam," ucapnya pada Kamis pagi.
"Saat ini Mariupol masih milik Ukrania, kami masih mengontrol di dalam perimeter, tetapi ada pertempuran di jalan-jalan di sisi luar dan kita berada di garis krisis kemanusiaan," ucapnya.
Saat itu, Orlov kesulitan untuk mengetahui keadaan dua orang tuanya, serta saudara laki-lakinya, sebab serangan masih intens.
Advertisement