Liputan6.com, Jakarta - Konflik Rusia dan Ukraina telah berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak dan gas. Sebagai contoh, harga minyak di pasaran internasional terkerek naik di atas USD 100 per barel sejak 1 Maret 2022.
Tidak berhenti di situ, imbas konflik kedua negara tersebut juga turut berpengaruh terhadap bisnis pelayaran, baik wisata maupun angkutan logistik, yang menuju ke kedua pelabuhan negara yang sedang bertikai.
Grup Maersk pada 24 Februari secara resmi menghentikan operasional kantornya di Odessa yang berlokasi di pantai Laut Hitam (Black Sea). Sehari kemudian, menyusul perusahaan Pelayaran COSCO (China) yang menghentikan sementara aktivitas layanan ke Ukraina.
Namun, Pengamat Maritim Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai, perseteruan ini justru dapat memberi efek positif bagi dunia maritim dan pelaut Indonesia. Acuan ini bersandar pada penutupan jalur pipanisasi migas yang menuju negara-negara Uni Eropa, serta sanksi ekonomi yang ditujukan kepada Rusia yang menyebabkan ekspor batu bara menjadi terhambat.
"Terlepas dari kita tidak mendukung sama sekali adanya perang di dunia ini, perang Rusia Vs Ukraina ini dapat memberi dampak positif bagi dunia kemaritiman Indonesia. Termasuk juga tentunya bagi para pelaut Indonesia," kata Hakeng dalam pernyataan tertulisnya kepada Liputan6.com, Sabtu (5/3/2022).
"Karena pastinya dengan naiknya kebutuhan distribusi BBM, gas dan batu bara ke Eropa serta China yang nantinya akan menggunakan kapal, maka akan berimbas peningkatan kebutuhan pelaut yang akan bekerja di atas kapal. Tentunya pelaut Indonesia bisa bekerja di atasnya," imbuhnya.
Penutupan jalur pipa gas itu di satu sisi dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan menjadi pemasok kebutuhan gas pengganti. Sebagaimana diketahui, Rusia memasok 30 persen total kebutuhan gas untuk Uni Eropa melalui jalur pipa.
Di sisi lain, terganggunya pasokan batu bara dari Rusia untuk China juga tentunya akan berdampak besar. Sebab, negara beruang merah jadi eksportir batu bara nomor dua ke China, dan tengah kesulitan untuk melakukan proses jual beli akibat sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan sekutunya.
"Di sini kita bisa berperan dalam distribusi crude oil, batu bara ataupun LNG. Jadi, harusnya kita bersiap, baik dari sisi komoditasnya maupun kapal-kapal pengangkutannya," tegas Hakeng.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Manfaatkan Peluang
Oleh karenanya, ia mendorong Indonesian National Shipowners Association (INSA) untuk dapat melihat serta memanfaatkan peluang ini. Misalnya dengan mendorong anggota INSA menyediakan kapal-kapal pengangkut crude oil, batu bara maupun LNG.
"Pemerintah RI juga harus bisa mendorong INSA untuk mengambil peluang ini. Pemerintah harusnya dapat melakukan pemetaan terkait peningkatan kebutuhan batu bara dalam waktu dekat dari Eropa dan China, serta meminta para pengusaha batu bara untuk melakukan persiapan mengantisipasinya," tuturnya.
Sebagai gambaran, Hakeng menyebut Italia akan mengaktifkan kembali pembangkit batu bara akibat kenaikan harga gas alam di Eropa. Pengusaha batu bara Indonesia berpeluang membuka perdagangan dengan Italia atau negara Eropa lainnya.
"Apalagi Indonesia tercatat sebagai negara keempat di dunia sebagai pengekspor batu bara. Dengan begitu, secara tidak langsung akan menghidupkan pula bisnis pengangkutan kapal batu bara. Selain itu juga membuka peluang bagi pekerja kapal atau pelaut Indonesia mengoperasikan kapal-kapalnya," bebernya.
Advertisement