Selain Penyiksaan, Komnas HAM Temukan Perbudakan di Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Penghuni kerangkeng ternyata bukan hanya menjadi korban penyiksaan dan kekerasan. Anam mengungkapkan, temuan penting lain dalam kasus kerangkeng manusia ini yakni adanya kerja paksa atau perbudakan modern.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 05 Mar 2022, 13:32 WIB
Temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin. (Sumber: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menyebut ada temuan terbaru dalam kasus kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif. Penghuni kerangkeng ternyata bukan hanya menjadi korban penyiksaan dan kekerasan.

Anam mengungkapkan, temuan penting lain dalam kasus kerangkeng manusia ini yakni adanya kerja paksa atau perbudakan modern.

"Temuan Komnas HAM ini beberapa layer yang penting salah satunya adalah soal kerja paksa. Kerja paksa ini satu fenomena hukum yang diatur oleh ILO, ya. Ada Konvensi ILO dan sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia soal kerja paksa," kata Anam dalam Youtube KomnasHAM, Sabtu (5/3/2022).

Anam menyatakan fenomena kerja paksa yang pertama adalah terkait upah, di mana orang bekerja di kebun sawit milik Terbit Rencana Perangin Angin itu tidak diupah.

"Kedua adalah sejak awal pengaduan ini mengatakan ada perbudakan modern. Nah, ini kami telusuri itu, baik fenomenanya maupun instrumen hukumnya," ujarnya.

"Kami menggunakan istilah yang ada dalam undang-undang dasar kita, ada dalam undang-undang perdagangan orang, dan hak asasi manusia. Istilah perbudakan modern itu memang lekat dengan istilah perbudakan," katanya.


Merendahkan Martabat

Komisioner Pemantau dan Penyelidik Komnas HAM RI M. Choirul Anam. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kasus perbudakan temuan Komnas HAM, lanjut Anam, termasuk dua indikator penting. Yang pertama tidak memiliki kemerdekaan untuk menentukan dirinya sendiri. Yang kedua tidak ada kontrol dari tubuh sendiri.

"Ini terjadi di kerangkeng manusia tersebut. Kalau dia tidak melakukan apa-apa sesuai dengan perintah yang dipukulin, mendapatkan perlakuan kejam, merendahkan martabat," tuturnya

"Bagaimana dia tidak bisa menentukan dirinya sendiri," tambahnya.

Selain itu, para penghuni kerangkeng, menurut Anam, tidak bisa melawan, meski tidak suka perlakuan kejam yang didapatkan.

"Tidak bisa berbuat apa-apa. Banyak hal itu yang kami diindikasikan menjadi dua konteks yaitu konteks kehilangan ownership terhadap dirinya, kemerdekaan untuk menentukan dirinya sendiri," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya