Liputan6.com, Jakarta Mesin pencarian terbesar Rusia, Yandex, bakal terkena dampak besar imbas invasi Rusia ke Ukraina. Hal itu seiring berbagai sangsi yang diberikan banyak negara di dunia, termasuk ke sektor keuangan.
Yandex (YNDX), yang menangani sekitar 60 persen lalu lintas pencarian internet (browser) di Rusia dan mengoperasikan bisnis transportasi online yang besar, mengumumkan pada Kamis bahwa perusahaan mungkin tidak dapat membayar utangnya sebagai konsekuensi dampak finansial akibat sanksi dari Barat.
Advertisement
Perusahaan ini berbasis di Belanda, tetapi sahamnya terdaftar di Nasdaq dan bursa saham Rusia. Perdagangan saham perusahaan telah ditangguhkan pekan ini karena nilai aset Rusia runtuh di Moskow dan di seluruh dunia setelah invasi.
Pengenaan sanksi oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara ekonomi besar Barat lainnya pada akhir pekan lalu, menambah tekanan perusahaan.
Melansir CNN, Sabtu (5/3/2022), Yandex belum dikenai sanksi tetapi masih bisa default. Investor yang memegang USD 1,25 miliar saham Yandex, memiliki hak untuk menuntut pembayaran penuh, ditambah bunga, jika perdagangan sahamnya ditangguhkan di Nasdaq selama lebih dari lima hari.
Adapun pasar saham Moskow akan tetap tutup setidaknya sampai Selasa, menurut kantor berita setempat.
"Grup Yandex secara keseluruhan saat ini tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menebus Notes secara penuh," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.
Perusahaan kemungkinan juga tengah berupaya memindahkan uang dari bisnis operasi utamanya di Rusia untuk menyelamatkan perusahaan induk Belanda. Tindakan itu merujuk pada sanksi Barat dan kebijakan kontrol modal yang diumumkan oleh Moskow. Di mana kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menjaga cadangan mata uang asing yang berharga dan mencegah perusahaan internasional membuang aset.
Yandex, yang memiliki nilai pasar sekitar USD 17,4 miliar pada awal Februari, melaporkan pendapatan senilai 356 miliar rubel pada 2021, atau sekitar USD 3 miliar setelah jatuhnya mata uang Rusia.
Pada 2018, perusahaan mendirikan usaha patungan dengan Uber untuk menggabungkan bisnis share-hailing mereka di Rusia dan negara-negara tetangga.
Uber (UBER) menjual sebagian sahamnya di Yandex kepada mitranya di Rusia pada tahun lalu. Tiga eksekutif Uber juga mengumumkan pengunduran diri dari dewan perusahaan patungan dengan Yandex.
"Kami secara aktif mencari peluang untuk mempercepat penjualan sisa kepemilikan kami, sembari menghapus eksekutif kami dari dewan perusahaan patungan," kata juru bicara Uber.
Bank Rusia Tutup Cabang
Belum lama ini, Sberbank (SBRCY), pemberi pinjaman terbesar Rusia, terpaksa menutup cabangnya di Eropa setelah dicegah oleh bank sentral Rusia mengirim uang ke anak perusahaannya yang berbasis di Wina.
"Jika kami dicegah untuk mendistribusikan dana tambahan dari anak perusahaan Rusia kami ke perusahaan induk Belanda kami, Yandex tidak akan memiliki sumber daya yang cukup untuk menebus sebagian besar Notes. Itu dapat mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi kewajiban keuangan lainnya,” kata perusahaan teknologi itu.
Perusahaan saat ini sedang melakukan perencanaan kontinjensi untuk menentukan langkah apa yang akan diambil dan sumber pembiayaan lain apa yang akan tersedia.
Di sisi lain, Krisis di Ukraina menimbulkan ancaman lain bagi bisnis perusahaan. Perusahaan-perusahaan Barat menghentikan pasokan teknologi dan layanan kepada pelanggan Rusia. Penangguhan penjualan perangkat keras atau perangkat lunak yang berkepanjangan dapat merugikan Yandex ke depannya.
Advertisement