Liputan6.com, Jakarta - Beredar video salah seorang bos tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii Kabupaten Kepulauan, mengintimidasi warga penolak perusahaan tambang. Pria tersebut, diketahui bernama Bambang, salah seorang manager PT GKP yang tengah berusaha menyerobot lahan kebun warga di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara.
Dalam video berdurasi 30 detik, Bambang terlihat berdiri mengancam warga penolak tambang yang sedang duduk di depannya. Menggunakan helm putih dan baju berwarna hitam, Bambang ditemani anggota kepolisian, mengintimidasi warga.
"Difoto, besok diambil (oleh polisi) di rumahnya (petani) masing-masing, saya nggak ambil risiko," katanya sambil menunjuk warga yang menolak penyerobotan lahan oleh PT GKP, dalam video tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Dia melanjutkan kata-katanya, sebenarnya dia masih memberikan warga ruang untuk diskusi.
"Kamu keras sekali ya, kamu keras kita akan keras," kata Bambang kembali menunjuk seorang petani di lokasi demonstrasi.
Perkataan Bambang, dijawab seorang warga di lokasi. Dengan tegas, warga tersebut menyebut, juga akan keras terhadap perusahaan yang menyerobot lahan mereka.
Bambang yang terlihat kesal, kemudian menoleh ke arah oknum penegak hukum dari Polda Sulawesi Tenggara. Selanjutnya, dia memerintahkan kepada polisi, agar membawa warga yang menolak tambang untuk diborgol, lalu dibawa ke ke Polda Sultra.
"Tangkap dia, jangan ada yang ikut ya. Siapkan borgol," tunjuk Bambang.
Spontan, warga yang sudah terliat kesal, balik menantang Bambang. Mereka malah menyuruh agar Bambang segera memborgol mereka. Warga Desa Sukarela Jaya Wawonii kesal, pasalnya perusahaan sudah berkali-kali mengancam dan menyerobot lahan kebun dibantu oknum aparat kepolisian.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan Ini:
Upaya Penyerobotan Paksa
Penyerobotan lahan kebun warga di Desa Sukarela Jaya oleh PT GKP sudah terjadi sejak 2019. Upaya ini, dilakukan perusahaan untuk memuluskan jalur transportasi mobil angkutan tambang dari lokasi eksplorasi nikel menuju pelabuhan (jeti).
Kejadian pertama, pada Selasa, 9 Juli 2019, sekitar Pkl. 11.00 Wita, PT GKP menerobos lahan milik Ibu Marwah.
Kejadian kedua, pada Selasa, 16 Juli 2019, sekitar Pkl. 15.00 di lahan milik Idris. Ketiga, pada Kamis, 22 Agustus 2019, tengah malam, kembali menerobos lahan milik Amin, Wa Ana, dan Almarhum Labaa.
Kejadian keempat, saat perusahaan datang dengan seorang warga lainnya, Selasa (1/3/2022). Warga bernama Wa Asinah itu, mengaku lahan kebun milik warga penolak tambang, adalah lahannya. Dia datang menyertakan surat-surat administrasi terkait klaim lahan.
Kejadian kelima, Kamis (3/3/2022), saat itu perusahaan datang dengan alat berat. Beberapa emak-emak, berusaha menghalau alat berat pihak perusahaan yang dikawal anggota kepolisian dan TNI. Sempat bertahan, beberapa ibu rumah tangga pingsan dan terbaring saat mengadang mobil excavator.
Penerobosan lahan warga yang berulang, berakibat rusaknya tanaman jambu mete, kelapa, pala, cengkeh, dan tanaman lainnya. Aksi ini, beberapa kali dikawal ketat aparat kepolisian. Laporan warga kepada pihak Polres Kendari soal penerobosan lahan milik masyarakat oleh PT GKP Selasa (16/7/2019), tak kunjung diproses, semua mengendap begitu saja.
Advertisement
Respons PT GKP
Bambang, selaku manajer PT GKP saat bertemu warga menyatakan, dia berdiri di depan warga Wawonii penolak tambang, mewakili warga lainnya yang ingin bekerja. Menurutnya, aktivitas dan keberadaan PT GKP sudah sah dan diketahui pemerintah, Kapolda Sultra dan Danrem 143 Halu Oleo.
"Nomor IUP PT GKP Wawonii Tengah yang dicabut, sedangkan Wawonii Tenggara tidak dicabut," kata Bambang, di depan warga.
Dia memastikan, keberadaan PT GKP sudah diketahui wakil Bupati, Bupati, bahkan presiden. Sehingga, masyarakat diminta mendukung investasi di Wawonii.
Selain itu, pihak PT GKP dalam pemberitaan sebelumnya menyatakan, lahan yang diterobos merupakan lahan milik perusahaan yang sudah dibeli dari seorang warga bernama Asinah.
Hal ini disampaikan Marlion SH, Humas PT GKP. Dia mengatakan, lahan ini dibeli sejak November 2021 lalu.
Menurutnya, lahan yang diperoleh dengan cara jual beli sah antara GKP dengan Ibu Wa Asinah melalui pemerintah desa setempat dengan proses jual beli lahan yang resmi , di mana lahan tersebut sudah dibeli pada tanggal 22 November 2021 lalu.
Lahan berlokasi desa Sukarelajaya RT03 RW03 Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, dengan luas lebih kurang 3,300 M2.
Namun disaat GKP ingin memanfaatkan haknya dengan membuat jalan hauling di lokasi lahan tersebut, kemudian dihalang-halangi oleh Sahariah dan Keluarganya dengan membuat pagar-pagar bambu dan pondokan yang tidak jelas maksudnya.
Apalagi setelah dicek kebenarannya dan fakta di lapangan, mereka tidak memiliki dasar hukum dan alas haknyayang jelas sebagaimana diatur oleh pemerintahan desa setempat.
Sikap Jatam
Pihak Jatam Indonesia, bersama sejumlah lembaga mengutuk tindakan PT GKP terhadap warga Wawonii yang mempertahankan lahannya dari pertambangan. Diketahui, penerobosan lahan kali kelima oleh PT GKP, ditemani polisi dan TNI, Kamis (3/3/2022), terjadi di lahan La Dani dan Sahria.
Perwakilan Jatam Indonesia, Melky Nahar, menyatakan penyerobotan PT GKP ini sebagai bentuk upaya paksa perusahaan membangun jalan tambang menuju lahan yang sudah dibebaskan.
"Akibatnya, tanaman perkebunan produktif warga rusak parah, sementara warga yang melawan diintimidasi dan dikriminalisasi hingga mendekam di sel tahanan dan di penjara," kata Melky Nahar.
Melky menyatakan, pada kejadian terakhir, warga yang menolak dan menghalau alat berat, didominasi kaum perempuan. Mereka menolak lahan miliknya dilewati perusahaan tambang karena akan merusak tanaman produktif.
Pihak perusahaan pun mengklaim sepihak lahan milik La Dani dan Sahria, bahwasannya lahan itu milik seorang warga Wawonii dan telah dibebaskan oleh pihak perusahaan. Padahal, lahan-lahan itu telah dikelola selama tiga generasi oleh keluarga La Dani dan Sahria, juga selalu membayar pajak atas tanah setiap tahunnya. Bahkan, jauh sebelum PT GKP masuk, tak pernah ada saling klaim atas tanah, apalagi menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
Demikian juga dengan 28 warga yang dikriminalisasi. Polisi, dengan dalih laporan dari pihak perusahaan, justru menyasar warga terlapor yang memiliki lahan di Roko-Roko Raya. Pada 24 Januari 2022 kemarin, misalnya, polisi menangkap tiga warga penolak tambang di Roko-Roko Raya, masing-masing atas nama Hurlan, dan Hastoma, dan La Dani. Pasca ditangkap dan ditahan di Polda Sultra, perusahaan melakukan penyerobotan di lahan La Dani pada Selasa, 1 Maret dan Kamis, 3 Maret.
Jatam bersama KontraS, YLBHI, YLBHI Makassar dan KIARA, menilai, keterlibatan dan keberpihakan aparat keamanan baik dari institusi Polri maupun TNI dalam mengamankan kepentingan bisnis tambang PT GKP di Wawonii, tidak terlepas instruksi Presiden Joko Widodo kepada Kapolri mengenai pengamanan bisnis investasi di berbagai daerah. Disamping itu, penggunaan kekuatan alat keamanan negara sangat berpotensi menimbulkan pelanggaran-pelanggaran HAM seperti perlakuan intimidatif, tindakan kriminalisasi, menimbulkan rasa takut dan trauma berlebih, serta perlakuan tidak manusiawi lainnya.
Jatam menilai, pemerintah pusat dan daerah, alih-alih menindak tegas tindak kejahatan PT GKP, justru turut memfasilitasi, bahkan ada upaya pembiaran. Sehingga, warga berjuang sendirian menyelamatkan tanah-ruang hidupnya.
Hal ini terlihat dari langkah Pemkab Konkep yang telah meneken MOU (memorandum of understanding) dengan PT GKP ihwal komitmen investasi di Pulau Wawonii pada Kamis, 30 September 2021. MoU ini merupakan tindak lanjut pasca Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konawe Kepulauan disahkan 2021 lalu, dimana sudah ada alokasi ruang untuk investasi pertambangan di pulau kecil itu.
Tak berhenti di situ, Pemkab Konkep melalui Wakil Bupati bahkan ikut berupaya bernegosiasi dengan warga yang menolak, dengan tujuan perusahaan diberi ruang untuk masuk dan mulai menambang. "Kami mendesak Menteri ESDM untuk segera hentikan aktivitas PT GKP, evaluasi segera, dan cabut IUP yang telah diterbitkan," tegas Melky.
Tuntutan kedua, mendesak Menteri KKP segera mengevaluasi Pembangunan pelabuhan khusus lewat penimbunan pantai yang merombak Mangrove dan terumbu karang.
"Mendesak Kapolda Sulawesi Tenggara dan Kapolres Kendari untuk segera tarik seluruh aparat kepolisian dari lokasi," lanjutnya.Keempat, mendesak Kapolri RI untuk menindak tegas Kapolda Sulawesi Tenggara dan Kapolres Kendari yang membiarkan pasukannya mengkawal PT GKP dalam melakukan penerobosan lahan milik warga;
Kelima, Mmendesak Pangdam XIV/Hasanuddin menarik seluruh pasukannya dan menghukum dengan maksimal atas upaya tindakan perbantuan penyerobotan lahan di pulau Wawonii oleh perusahaan tambang PT GKP.
Keenam, mendesak Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Komnas Anak untuk segera lakukan investigasi atas dugaan tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan PT GKP dan aparat kepolisian di Sulawesi Tenggara.
"Ketujuh, mendesak Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Konawe Kepulauan untuk menjalankan amanat UU nomor 7 tahun 2016 terkait Perlindungan dan Pemberdayaan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil." pungkasnya.
Advertisement