Liputan6.com, Jakarta - Sejak diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 1 Maret 2021, KRL Jogja-Solo selama setahun tercatat mampu mengangkut lebih dari 2 juta penumpang. Hal ini menunjukkan antusiasme masyarakat dalam memanfaatkan KRL Jogja-Solo sangat besar.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Zulfikri, dalam Diskusi Publik Refleksi dan Eksplorasi Satu Tahun Layanan KRL Yogya-Solo Bersama Komunitas, Senin (7/3/2022).
“Meski di tengah pandemi nyatanya KRL Jogja-Solo mampu melayani penumpang hingga lebih dari 2 juta penumpang. Tentu ini bukan jumlah yang sedikit sebaliknya jumlah ini menunjukkan antusiasme masyarakat dalam memanfaatkan KRL Jogja-Solo selama setahun sejak resmi dioperasikan,” kata Zulfikri.
Oleh karena itu, Dirjen Perkeretaapian mengapresiasi masyarakat yang terus mendukung dan memanfaatkan hasil upaya pemerintah dalam menghadirkan transportasi berkelanjutan di kawasan aglomerasi Jogja-Solo.
“Kawasan aglomerasi jogja-solo dipilih menjadi kawasan di luar Jabodetabek yang memiliki jaringan kereta rel listrik. Selain pergerakan komuter dalam masyarakat kawasan ini yang cukup tinggi karena jumlah penduduknya kita ketahui cukup padat,” ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Potensi Wisata
Menurutnya, kawasan aglomerasi jogja-solo menyimpan potensi wisata yang luar biasa. Misalnya, pada tahun 2019 tercatat di Kota Surakarta menerima kedatangan wisatawan sejumlah 5,3 juta wisatawan atau naik sekitar 12,3 persen dibandingkan tahun 2018.
Sementara kota Jogja menerima kunjungan 4,3 juta wisatawan pada tahun 2019 atau naik 6,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, moda transportasi jalan raya masih menjadi Primadona di kawasan ini.
Sebagai perbandingan pada tahun 2018 jumlah masyarakat Jogja, yang menggunakan moda angkutan jalan raya hampir sekitar 11,3 juta penumpang. Sedangkan di tahun yang sama penggunaan Kereta Api Prameks saat itu hanya berkisar 2,74 juta penumpang atau sekitar 20 persen dari pergerakan di Kawasan.
“Perbandingan yang sangat timpang ini mendorong pemerintah untuk terus melakukan peningkatan terhadap moda transportasi kereta api,” ungkapnya.
Advertisement
Tekan Jejak Karbon
Moda transportasi kereta api dipilih untuk dikembangkan, mengingat sifatnya yang cepat, ramah lingkungan, serta memiliki kapasitas angkut yang cukup tinggi.
Karakteristik yang bersifat angkutan massal dan keunggulan-keunggulan dalam pengoperasiannya, menyebabkan angkutan kereta api cenderung lebih efektif dan efisien dalam hal konsumsi bahan bakar dan penggunaan ruang.
“Sehingga transportasi kereta api dirasa dapat mendukung keberlanjutan pembangunan dengan menekan jejak karbon dari gas emisi buang kendaraan,” pungkasnya.