Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) angkat bicara soal banyaknya muncul para crazy rich yang diduga terlibat kasus investasi illegal belakangan ini.
PPATK pun menganalisis dugaan adanya penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus investasi illegal tersebut. Hal itu disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Baca Juga
Advertisement
Ivan menjabarkan, PPATK menemukan adanya transaksi terkait dengan pembelian aset mewah yang wajib dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa, dalam hal ini yakni mereka yang kerap dijuluki crazy rich.
Namun, para penyedia barang dan jasa tersebut tak melaporkannya kepada PPATK.
"Mereka yang kerap dijuluki crazy rich ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema ponzi," ujar Ivan dalam keterangannya, Minggu 6 Maret 2022.
Kemudian menurut Ivan, pihaknya tidak hanya mendeteksi aliran dana investasi bodong, namun juga dari kepemilikan berbagai barang mewah yang belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa.
Berikut 3 respons PPATK terkait maraknya dugaan kasus investasi illegal belakangan ini dihimpun Liputan6.com:
1. Sebut Patut Diduga Ada Penipuan dan TPPU
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menganalisis dugaan adanya penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus investasi illegal.
PPATK menemukan adanya transaksi terkait dengan pembelian aset mewah yang wajib dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa, dalam hal ini yakni mereka yang kerap dijuluki crazy rich.
Namun, para penyedia barang dan jasa tersebut tak melaporkannya kepada PPATK.
"Mereka yang kerap dijuluki crazy rich ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema ponzi," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangannya, Minggu 6 Maret 2022.
Advertisement
2. Setiap Aset Wajib Dilaporkan ke PPATK
Adapun, aset yang diduga dibeli berupa kendaraan, rumah, perhiasan serta aset lainnya yang wajib dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa kepada PPATK. Atas dasar itu, menurut Ivan, dugaan penipuan yang mereka lakukan semakin menguat.
Ivan menyebut, pihaknya tidak hanya mendeteksi aliran dana investasi bodong, namun juga dari kepemilikan berbagai barang mewah yang belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa.
"Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan laporan transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan prinsip mengenali pengguna jasa yang telah diatur dalam Peraturan PPATK," kata Ivan.
3. Tegaskan ada UU Wajib Lapor ke PPATK
Ivan menyebut, sejatinya penyedia barang dan jasa wajib melaporkannya kepada PPATK.
Hal tersebut diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Dalam UU mengatur secara tegas pengenaan sanksi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya," jelas Ivan.
Advertisement