Liputan6.com, Jakarta - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah mendeteksi serangan siber yang masuk di Indonesia. Jumlah serangan itu mencapai 1,6 miliar.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengatakan, serangan siber di Indonesia telah dilakukan pendeteksian secara dini. Selama periode 2021, tren anomali trafik keamanan siber melalui National Security Operation Centre (NSOC) telah mengidentifikasi potensi serangan siber.
“Lebih dari 1,6 miliar anomali trafik atau serangan siber dengan berbagai kategori,” ujar Hinsa saat ditemui Liputan6.com, Selasa (8/3/2022).
Hinsa menjelaskan, anomali yang paling banyak ditemui yakni Malware, Trojan Activity atau aktivitas Trojan, hingga Information Gathering atau pengumpulan informasi untuk mencari celah keamanan. Sementara tren kasus insiden siber di Indonesia yakni Web Defacements atau kasus peretasan menjadi salah satu hal yang paling marak.
Baca Juga
Advertisement
Situs yang teretas dimanfaatkan untuk tindak kejahatan lainnya seperti scamming, illegal gambling, phishing, dan kejahatan lainnya.
“Data Breach atau peretasan data menjadi salah satu komoditas yang paling banyak dicari, selain memiliki nilai jual, data juga merupakan aset informasi,” kata Hinsa.
Pada Human Operated Ransomware pelaku serangan menyandera sebagian atau seluruh data. Khususnya pada data tertentu yang memiliki nilai ekonomis dan memberikan peluang lebih besar korban untuk melakukan pembayaran.
“Sedangkan Advance Persistent Threat merupakan aktifitas kejahatan yang dilakukan oleh actor dengan taktik, teknik, dan prosedur yang kompleks,” terang Hinsa.
“Kami juga telah membagi sebaran sektor anomali trafik atau serangan siber,” jelas Hinsa.
Hinsa mengungkapkan, sebaran sektor anomali trafik yang paling tinggi berada pada Akademik sebanyak 38,03 persen, Swasta 25,37 persen, Pemerintah daerah 16,86 persen, Pemerintah pusat 8,26 persen, hukum 4,18 persen, dan Personal 2,66 persen. Adapun sejumlah langkah teknis yang telah diambil yakni BSSN memperkuat Keamanan Siber Nasional.
“Kami berusaha memperkuat keamanan siber nasional untuk mencegah serangan siber,” ungkap Hinsa.
Hinsa menerangkan, langkah dan upaya BSSN untuk menangkal serangan siber dengan melakukan pemasangan sensor Honeynet dan analisis malware, optimalisasi cakupan monitoring NSOC, pembentukan tim respon insiden keamanan siber (CSIRT), dan pelaksanaan Information Technology Security Assessment (ITSA).
“BSSN turut berupaya melakukan penguatan sistem elektronik melalui penerapan kriptografi,” terang Hinsa.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Amankan Presidensi G20
Hinsa menuturkan, BSSN berperan aktif menjalankan tugas keamanan siber yang terkait program pemerintah terkini, di antaranya Presidensi G20 dan Program Pemindahan IKN. Terkait IKN baru, BSSN bersama Kementerian terkait berusaha menyiapkan hal mendasar yang dibutuhkan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan.
“Sebagai contoh saat ini Pusat Pengembangan SDM BSSN telah memiliki simulator keamanan siber smart city, yang digunakan sebagai sarana pelatihan keamanan siber bagi SDM Keamanan Siber dan Sandi guna mempersiapkan pengamanan siber pada Ibukota Negara yang baru,” tutur Hinsa.
Hinsa menambahkan, BSSN mengimbau seluruh penyelenggara sistem elektronik, dapat menggunakan sistem elektronik secara andal dan aman. Selain itu, dapat bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik.
“Hal itu sebagaimana diatur sesuai amanat Undang-undang ITE dan Peraturan Pemerintah PSTE,” pungkas Hinsa.
Advertisement