Liputan6.com, Jakarta CEO yang juga Co-Founder Telegram, Pavel Durov, angkat bicara soal penggunaan aplikasinya, serta keamanan data pengguna, di tengah perang yang terjadi antara Ukraina melawan Rusia.
Dalam sebuah pesan melalui saluran resminya di Telegram, pria asal Rusia yang telah meninggalkan negaran kelahirannya itu mengatakan, "konflik tragis ini bersifat personal" bagi dirinya dan aplikasi buatannya.
Advertisement
"Jika Anda mengikuti unggahan saya, Anda tahu dari pihak ibu, saya melacak garis keluarga saya dari Kyiv. Nama gadisnya Ukraina (Ivanenko)," kata Durov dalam pesannya, dikutip Selasa (8/3/2022).
"Dan sampai hari ini kami memiliki banyak kerabat yang tinggal di Ukraina," kata pria yang juga pendiri media sosial VK ini menambahkan.
Durov pun melanjutkan dengan merespon beberapa pihak yang mempertanyakan apakah Telegram kurang aman bagi warga Ukraina, karena dirinya pernah tinggal di Rusia.
Durov kemudian menyinggung bagaimana karirnya sebagai CEO VK, jejaring sosial terbesar di Rusia dan Ukraina, berakhir.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tinggalkan VK dan Rusia
"Pada 2013, badan keamanan Rusia, FSB, menuntut agar saya memberi mereka data pribadi pengguna VK Ukraina yang memprotes Presiden pro-Rusia," kata Durov.
"Saya menolak untuk memenuhi tuntutan ini, karena itu berarti pengkhianatan terhadap pengguna Ukraina kami," ungkap Durov.
Ia pun menambahkan, setelah itu dirinya dipecat dari perusahaan yang didirikannya, dan terpaksa meninggalkan Rusia.
"Saya kehilangan perusahaan dan rumah saya, tetapi akan melakukannya lagi – tanpa ragu-ragu," tegasnya.
Menurutnya, saat ia menentang tuntutan pemerintah Rusia, taruhannya tinggi. Apalagi dia dan timnya kala itu, masih berbasis di negara yang dipimpin Vladimir Putin tersebut.
Durov mengatakan, meski saat ini dia, perusahaan, dan karyawannya, tidak lagi berada di Rusia, menurutnya ada satu hal yang dipertahankannya sampai sekarang.
"Saya mendukung pengguna kami apa pun yang terjadi. Hak privasi mereka adalah suci. Sekarang lebih dari sebelumnya," tegas pria yang pernah berkunjung ke Indonesia tahun 2017 lalu itu.
Advertisement
Dituding Serahkan Data Pengguna
Mengutip The Guardian, Telegram digunakan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, untuk mengirimkan pesan video dari Ibu Kota Kyiv, untuk meminta negaranya bersatu dan mempertahankan diri dari serangan Rusia.
Namun, ada pihak yang menuding Telegram atau karyawannya, ditekan agar memberikan Rusia data-data pribadi pengguna di Ukraina. Salah satunya adalah dari pendiri Signal, Moxie Marlinspike.
Meskipun begitu, dikutip dari Forbes, Telegram mengatakan mereka tidak pernah memberikan data pengguna Ukraina ke Rusia.
"Pavel Durov, baik personal atau secara perusahaan, tidak pernah memberika data warga Ukraina ke pemerintah Rusia," kata juru bicara Telegram.
Rusia pada tahun 2018 pernah melarang Telegram, setelah Pavel Durov menolah memberikan akses ke pihak berwenang, ke data penggunanya. Mereka pun dikenai sanksi seperti pemblokiran alamat IP yang mudah diakali.
Layanan pesaing WhatsApp ini pun tetap berkembang dan pada tahun 2020, pemerintah Rusia menyerah dan mencabut pemblokiran Telegram.
(Dio/Isk)
Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer
Advertisement