Liputan6.com, Aceh - Kepolisian dari satuan lalu lintas di Aceh Barat mengamankan lima truk pengangkut batu bara milik sebuah perusahaan yang diduga melintas di jalan Sisimangaraja, Gampong Drien Rampak, Kecamatan Johan Pahlawan, Selasa dini hari (8/3/2022). Kelimanya masih ditahan selama belum ada penjelasan dari para pihak terkait izin melintas kelima truk tersebut.
Kasatlantas Polres Aceh Barat, Iptu Sugeng Riyadi, mengatakan bahwa pihaknya sengaja menahan kelima truk tersebut karena pihaknya belum mendapat pemberitahuan mengenai status izin melintas truk tersebut untuk melintas di jalur yang dipakai oleh masyarakat umum. Kelimat truk itu sendiri dihentikan oleh petugas yang pada saat itu sedang berpatroli.
Advertisement
"Untuk sementara ini, kami ingin konfirmasi siapa yang punya ini, terus rutenya yang mana, karena sampai sekarang, kan, rute yang dapat izin dari pemdanya belum dapat," jelas Sugeng, dihubungi Liputan6.com, Selasa jelang sore.
Di pihak yang lain, Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syahputra, mengklaim bahwa kelima truk tersebut adalah milik sebuah perusahaan bermasalah berinisial PBM. Aktivitas perusahaan tersebut menurutnya memang banyak yang tidak berizin.
"Bahkan, Febuari 2022 kemarin, kami dapat info dari manajemen PBM yang menyebutkan bahwa mereka saat ini sedang menghentikan sementara waktu semua aktivitas penambangan batu bara, di mana kami duga ada banyak hal persoalan yang dihadapi oleh perusahaan tersebut," kata Edy, dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Selasa.
Menurut Edy, Ditjen Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM telah menyatakan bahwa berdasarkan hasil evaluasi tahap I aspek teknis dan lingkungan dokumen RKAB tahun 2022, PBM disimpulkan belum memadai, diperbaiki dan dilengkapi. Di antaranya meliputi aspek teknis pertambangan, perlindungan lingkungan minerba, keselamatan pertambangan, dan konservasi minerba.
Begitu juga dengan hasil evaluasi tahap II aspek teknis dan lingkungan dokumen RKAB tahun 2022. Sementara masalah tersebut belum selesai, di satu sisi sampai PBM juga masih terikat dengan tagihan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp267 juta.
"Serta rencana reklamasi dan pascatambang beserta jaminannya sebagaimana diatur dalam PP 78 Tahun 2010. Adapun sanskinya, yaitu mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara, dan atau pencabutan IUP," terang Edy.
Berkaitan dengan kelima truk yang melewati jalur yang tidak masuk ke dalam kawasan hauling road, Edy berharap penegak hukum mau menyelidiki keseluruhan izin aktivitas bongkar muat yang berakhir di pelabuhan Jetty Ujong Karang tersebut. Edy curiga ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari sana.
"Ini berkaitan dengan apa yang disebutkan oleh perwakilan PBM yang menyatakan bahwa pembangunan conveyor di kawasan Ujung Karang Meulaboh untuk pengangkutan batu bara tersebut di luar tanggung jawab perusahaan," ujar Edy.
PBM sendiri adalah pemegang SK IUP tahun 2012 dengan kode WIUP nomor 3111053032014004 seluas 2.024 hektare yang akan berakhir pada 15 Febuari 2032.
Sementara itu, Manager Legal HR Ga PBM, Zulfikar menampik jika truk-truk tersebut disebut milik perusahaan tempat dia bekerja. Status PBM hanya sebagai pemilik batu bara.
"Kami yang punya batu bara, kami hanya menjual di tambang. Pembeli PT BTI, yang hauling vendor lokal Lumbung," demikian bunyi pesan yang dikirim oleh Zulfikar, menjawab Liputan6.com, Selasa sore.