Liputan6.com, Jakarta - Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai, kelangkaan minyak goreng di pasaran saat ini bukan terjadi akibat program biodiesel (B30) yang dicanangkan pemerintah.
B30 merupakan implementasi penyediaan solar dengan kandungan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) berbahan dasar sawit sebesar 30 persen. Sementara minyak sawit mentah (CPO) sendiri merupakan bahan baku dari produksi minyak goreng.
"Sejauh ini, berdasarkan data yang saya miliki kebutuhan FAME, dalam hal ini CPO untuk program biodiesel Pertamina tidak banyak. Jadi minyak goreng langka bukan karena B30," ujar Mamit kepada Liputan6.com, Selasa (8/3/2022).
Pada 2021 lalu, ia menyebut, kebutuhan FAME PT Pertamina (Persero) hanya sebesar 7,5 juta kilo liter atau 6,5 juta metrik ton per tahun. Di sisi lain, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi CPO sepanjang 2021 sebesar 46.88 juta ton.
Ini berarti kebutuhan FAME Pertamina hanya 13 persen saja dari total produksi CPO secara nasional. Pada 2022 ini, GAPKI memproyeksikan produksi CPO sebesar 49 juta ton, dan kebutuhan untuk progam biodiesel B30 mandatori kebutuhannya sebesar 8,83 juta ton.
"Jadi menurut saya, program biodiesel ini tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap kebutuhan CPO dalam negeri," kata Mamit.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ekspor Besar
Sebaliknya, ia menambahkan, justru ekspor nasional untuk komoditas CPO sangat besar sekali sepanjang 2021 kemarin. Sehingga itu turut membuat stok bahan baku produksi minyak goreng tahun ini jadi menipis.
"Minyak sawit yang termasuk CPO, CPO Olahan, oleokomia, dan biodiesel mencapai 34,2 juta ton. Sedangkan yang dijual di dalam negeri hanya 18,42 juta ton saja," seru Mamit.
Advertisement