Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum korban kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Alvin Lim, meminta transparansi kepada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri soal aset yang sudah disita kepada para pihak dirugikan.
Sebab, menurut informasi yang diperolehnya, aset sitaan yang diperoleh Polri tidak senilai dengan kerugian diderita para korban. Padahal, dana korban KSP Indosurya jumlahnya sangat besar.
Advertisement
"Info yang kami dapat, sitaan hanya mobil milik marketing Indosurya yang dipakai untuk operasional yang tidak ada nilainya, lainnya masih merupakan janji," kata Alvin dalam keterangan diterima, Rabu (9/3/2022). Alvin mencatat, sitaan mobil tersebut belum sebanding dengan dana korban yang ditaksir mencapai Rp 15 triliun dari 14.500 nasabah, yang gagal dikembalikan para pelaku.
Alvin mengingatkan, adalah hak korban untuk mengetahui aset apa saja yang sudah disita dari para tersangka sesuai slogan Presisi Polri dengan membuktikan transparansi agar tidsak membuat korban gusar.
"Simpang siurnya informasi mengenai aset sitaan Koperasi Indosurya membuat keresahan masyarakat akan kepastian hukum, apalagi setelah kaburnya Suwito Ayub, salah satu Tersangka Bos Indosurya dari pengawasan ketat Mabes Polri," ucap pengacara LQ Law Firm Indonesia tersebut.
Kabur Saat Akan Diperiksa
Kaburnya Suwito Ayub sudah dikonfirmasi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan. Menurut jenderal bintang satu tersebut, Suwito kabur saat akan diperiksa dengan berdalih sakit.
"Kami masih mencari Suwito Ayub. Semoga dengan ditahannya petinggi ini kami dapat mengungkap di mana uangnya, dan untuk apa saja. Nantinya kami akan melaporkan pada korban melalui mekanisme hukum yang berlaku," kata Whisnu kepada awak media, Jumat 4 Maret 2022.
Advertisement
Gagal Bayar
Dalam kasus ini, KSP Indosurya Cipta terlilit kasus gagal bayar simpanan dan penghimpunan dana ilegal. Selain Suwito, dua pelaku lain, Henry Surya dan June Indria sudah ditangkap dan ditahan untuk proses lanjutan.
Diketahui, para tersangka dijerat dengan Pasal 46 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tentang Perbankan dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4. Serta, Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.