Liputan6.com, Jakarta Pendidikan bagi anak autisme perlu didukung oleh berbagai pihak. Pasalnya, sekolah tidak bisa berjalan sendiri.
Hal ini disampaikan dosen pendidikan khusus di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr.dr. Riksma Nurakhmi, M.Pd.
Advertisement
“Sekolah tidak bisa berjalan sendiri, orangtua perlu terlibat. Selain itu, beberapa ahli juga dibutuhkan untuk konsultasi pembuatan program sekolah,” kata Riksma dalam seminar daring Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) ditulis Rabu (9/3/2022).
Sekolah juga bisa menjalin kerja sama dengan psikolog untuk mendampingi dan memberikan masukkan terkait media belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Simak Video Berikut Ini
Informasi dari Keluarga
Di sisi lain, informasi dari keluarga bisa dikumpulkan untuk mengenali kondisi setiap anak. Misalnya, ada anak yang alergi dengan makanan tertentu atau jika diberi makanan tertentu bisa menjadi tidak terkendali perilakunya.
Bagi orangtua yang belum mengetahui alergi anak, pihak sekolah dapat bekerja sama dengan layanan kesehatan untuk melakukan pengecekan alergi dan menginformasikannya kepada setiap orangtua murid.
Guna melancarkan komunikasi antara sekolah dan orangtua, maka komite sekolah dapat membuat parent support group untuk berbagi dan belajar bersama.
Advertisement
Melibatkan Seluruh Elemen Sekolah
Tak hanya guru, orangtua, psikolog, dan ahli, sekolah juga perlu melibatkan seluruh elemen yang ada di lingkungan sekolah.
“Termasuk satpam dan tata usaha itu semua harus dilibatkan untuk membangun interaksi, bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan di sekolah.”
Prinsipnya, anak diajarkan untuk melakukan pembelajaran fungsional dalam lingkungan yang natural dengan aktivitas praktis.
Semua pembelajaran yang dibuat dan diprogramkan lebih ke arah fungsional, mulai dari apa yang anak ketahui kemudian disesuaikan dengan kecepatan belajar anak.
Pembelajaran bagi anak autisme memang lebih menantang ketimbang anak non disabilitas. Hal ini diakibatkan anak autisme memiliki berbagai tantangan belajar yang meliputi:
-Tidak dapat belajar melalui pengalaman sosial.
-Sulit untuk menirukan sesuatu secara spontan.
-Tidak mampu belajar melalui teman sebaya.
-Tidak mampu memahami bahasa tubuh.
-Hanya memproses informasi visual tanpa memproses informasi auditori.
-Terpaku pada perilaku repetitif dan kehilangan kesempatan untuk menggali informasi baru.
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Advertisement