Liputan6.com, Jakarta - Partisipasi perempuan dalam jajaran top manajemen perusahaan masih sangat minim. Sehingga, Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia Bursa Efek Indonesia (BEI), Risa E. Rustam mengatakan, kesempatan peningkatan karier bagi perempuan di berbagai industri pun masih rendah.
"Menurut data kesetaraan gender sustainable stock exchanges tahun lalu, dari 2.200 perusahaan tercatat yang memiliki kapitalisasi pasar tertinggi di negara anggota G20, hanya 20 persen perempuan berada jajaran manajemen, 5,5 persen jajaran direksi dan 3,5 persen menduduki posisi CEO," ungkap Risa dalam Ring The Bell for Gender Equality 2022, Rabu (9/3/2022).
Hal ini, kata Risa, menunjukkan perempuan masih kurang terwakili di seluruh jenjang perusahaan. Situasi itu bahkan tidak banyak berubah selama beberapa dekade terakhir.
Baca Juga
Advertisement
"Di Indonesia sendiri hanya 54 persen perempuan usia produktif yang bekerja, sedangkan partisipasi pria usia produktif mencapai 82 persen. Angka ini tidak banyak berubah selama 20 tahun terakhir," kata Risa.
Meskipun terjadi perbaikan tingkat pendidikan bagi perempuan di Indonesia, tetapi Risa menuturkan hal itu tidak memberikan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Berdasarkan laporan McKinsey, perempuan lebih rentan kehilangan pekerjaan hingga 1,8 kali dibandingkan laki-laki. Penyebabnya, karena masih adanya kesenjangan gender di berbagai sektor industri.
Risa menerangkan, kebanyakan perempuan mendapatkan pekerjaan di sektor sektor yang sangat rentan dan upah lebih rendah dibandingkan rekan kerja mereka yang laki-laki.
Di sisi lain, pandemi juga memberikan tekanan yang lebih besar pada perempuan bekerja terutama yang memiliki anak. Sehingga banyak perempuan yang akhirnya berhenti bekerja.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dirut Unilever Berbagi Cara Optimalkan Kapasitas Pemimpin Perempuan
Sebelumnya, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menargetkan pada 2025 akan lebih banyak kaum perempuan yang memimpin di level managerial di Unilever.
Hal tersebut disampaikan Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Tbk Ira Noviarti dalam acara Webinar WOMEN LEADERS FORUM 2022: ”Women Leaders - Making a Difference!”, Selasa, 8 Maret 2022.
Menurut Ira, saat ini dari 70 pemimpin senior di Unilever, sekitar 50 persen merupakan kaum perempuan. Hanya saja, belum merata di semua level. Sebab ada beberapa level terutama di bagian engineering dan marketing masih lebih dominan Laki-laki.
Unilever Indonesia juga berupaya untuk ikut ambil bagian mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia. Saat ini dari 50 brand produk yang dikelola perseroan, perseroan berupaya mengaungkan masalah kesetaraan gender, sehingga pola pikir (mindset) masyarakat bisa berubah untuk menerima kesetaraan gender.
Chairman of Women in Business Action Council – B20 Indonesia Presidency 2022 ini juga melihat banyak partner kerjanya juga ikut ambil bagian untuk mewujudkan kesetaraan gender ini. Untuk mewujudkan kesetaraan gender tersebut di Unilever, pihaknya sudah menyediakan keringanan bagi pekerja Perempuan.
"Kondisi alami perempuan itu sendiri harus berhadapan dengan parenting (pengasuhan anak). Kalau Perempuan kesulitan bekerja dari pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore setiap hari, kita bisa berikan beberapa hari untuk tidak selalu mulai pukul 9 pagi hingga pukul lima sore, sehingga meringankan natural barriers (hambatan alami)," kata Ira.
Dia melihat porsi perempuan dalam kepemimpinan B20 masih sangat rendah. Sehingga dia mengharapkan akan lebih banyak perwakilan perempuan dalam jajaran direksi (board of directors).
"Kalau kita lihat dalam share (porsi) and equal salary-nya, kita lihat ada perkembangan. Meski ada perkembangan tersebut, tapi perkembangannya masih sangat lambat karena baru ada 6 persen Perempuan yang menempati posisi BOD. Bahkan hanya 8 persen pelaku bisnis yang memiliki gender yang seimbang," kata dia.
B20 merupakan forum dialog antara komunitas bisnis global. B20 dibentuk pada 2010 dan melibatkan banyak perusahaan serta organisasi bisnis di dalamnya.
Hingga saat ini ada sekitar 1.000 lebih delegasi dari negara-negara G20 yang merupakan pemimpin perusahaan multinasional yang ikut berdialog dalam forum B20. Forum ini biasanya dihadiri oleh sekitar 3.000 partisipan dari komunitas bisnis global yang mencapai 6,5 juta pebisnis.
Advertisement
Tantangan
Menurut Ira, ada beberapa tantangan yang dihadapi untuk mengakselerasi kepemimpinan kaum perempuan yaitu budaya patriarki, agama yang memang lebih mendominasi peran kaum laki-laki dan tempat kerja yang biasanya sudah melekat erat dengan kepemimpinan laki-laki. Selain itu, kata dia, ada juga faktor internal yang jadi hambatan (barrier) dari kaum perempuan tersebut.
"Survey menunjukkan ada gap (jurang pemisah) yang lebar untuk development opportunity (pengembangan kesempatan) bagi Kaum Perempuan baik untuk leadership development (pengembangan kepemimpinan), promosi itu sendiri, dan juga terkait salary (gaji). Ini kami sedang godok, kami tidak bisa bekerja sendiri, tapi kami berkolaborasi dengan G20," kata dia.
Pihaknya akan mendiskusikan apa aksi yang harus diambil oleh Pemerintah dan korporasi untuk mendorong pengembangan perempuan.
Ke depan yang akan menjadi tuan rumah untuk pertemuan forum G20 itu India, dan selanjutnya Brazil. Melalui forum diskusi selanjutnya diharapkan ada aksi yang konkret yang bisa diambil untuk mendorong kepemimpinan kaum perempuan.
Menjawab pertanyaan terkait tantangan utama yang dihadapinya sebagai pemimpin perempuan, Ira mengatakan, di Unilever ada pekerjaan-pekerjaan sulit yang memang didominasi kaum laki-laki, dan kecenderungan budaya patriarki sehingga sulit mengubah pola budaya kerja, jadi keterlibatan dan suara Perempuan masih terasa dibatasi. Bahkan kata dia, sebagai pemimpin perempuan ada kalanya mendapatkan penghakiman duluan dari lingkungannya.
"Biasanya di UNVR, di bagian supply chain, di front liners, karena tipe pekerjaan sulit untuk bisa 24/7 (24 jam sehari, tujuh hari seminggu) didominasi Laki-laki," kata dia.
Meski demikian, lanjut dia, ada hal yang seharusnya bisa dikontrol pemimpin perempuan yaitu faktor percaya diri (confidence), percaya pada kemampuan yang dimilikinya, sehingga bisa mengurangi hambatan dalam memaksimalkan kapasitasnya.
Ada beberapa cara bagi pemimpin perempuan untuk memaksimalkan kapasitasnya, antara lain, dengan mengetahui potensi diri dan potensi dari bisnis organisasi yang dia pimpin, sekaligus mengerti perannya sebagai Pemimpin.
"Strategi saving, strategi diplomasi dan semua tugas yang diberikan kepada dia harus dia mengerti," kata dia.
Selain itu, kaum perempuan perlu mengerti apakah organisasi tempat dia mengembangkan diri tersebut memberikan kesempatan untuk perempuan bertumbuh sebagai pemimpin.
Selanjutnya yang sangat penting adalah mengetahui tujuannya sebagai pemimpin, dan komitmen dari perusahaannya apakah benar ada undangan berkelanjutan untuk kaum perempuan bisa berkembang menjadi pemimpin.
Reporter: Elizabeth Brahmana