Liputan6.com, Jakarta Komisi Yudisial (KY) menerima 13 laporan soal perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, sepanjang 2021. Mulai dari intervensi dalam bentuk kekerasan maupun ancaman.
"Komisi Yudisial telah melakukan advokasi hakim terhadap 13 laporan di seluruh wilayah Indonesia, terhadap berbagai bentuk tindakan Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH)," jelas Ketua KY Mukti Fajar saat menyampaikan Laporan Tahunan KY tahun 2021 sebagaimana disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (9/3/2022).
Advertisement
Adapun kasus perbuatan PMKH antara lain, ancaman, perusakan benda, kericuhan/kegaduhan, penghinaan melalui media sosial, hingga pencurian harta hakim. KY pun melakukan advokasi untuk menjaga integritas dan martabat para hakim.
"Selain melakukan pengawasan terhadap hakim, untuk menjaga integritas dan martabat hakim, Komisi Yudisial juga melakukan Advokasi terhadap hakim yang mendapatkan intervensi, baik dalam bentuk kekerasan maupun ancaman," kata Mukti.
Pencapai di Bidang Hukum
Di bidang hukum, Mukti menyampaikan KY juga berhasil mempertahankan kewenangan konstitusional untuk melakukan seleksi calon hakim adhoc di Mahkamah Agung, sepanjang tahun 2021. Hal ini tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 92/PUU-XVIII/2020.
Disaming itu, Komisi Yudisial melaporkan telah menyelesaikan satu kali rangkaian seleksi calon hakim agung. Saat ini, KY masih menyelesaikan proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim adhoc tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung untuk kedua kalinya pada masa kepemimpinan ini.
Pada 2021, jumlah pendaftar hakim agung mencapai jumlah pendaftar tertinggi sepanjang sejarah Komisi Yudisial, yaitu sebanyak 149 pendaftar (pada CHA pertama). Pada seleksi kedua, jumlah pendaftar calon hakim agung sebanyak 136 pendaftar dan jumlah pendaftar untuk calon hakim adhoc tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung sebanyak 57 pendaftar.
"Sehingga total pendaftar mencapai 193 pendaftar. Proses rekrutmen dimulai dari sosialisasi dan penjaringan hingga penyerahan nama kepada DPR RI," ujar Mukti.
Advertisement