Perambahan Hutan Ilegal di Konawe Utara Terus Berulang, Perusahaan Tak Mau Disalahkan

Gakkum KLHK mengungkap kasus kejahatan lingkungan salah satu perusahaan tambang di Konawe Utara.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 11 Mar 2022, 23:00 WIB
Salah satu aktivitas tambang ilegal di Konawe Utara yang kini ditangani Gakkum KLHK Sulawesi.(dok Gakkum KLHK/Liputan6.com)

Liputan6.com, Konawe - Perambahan hutan ilegal oleh perusahaan nakal di wilayah Konawe Utara sejak 2009, terus berlangsung hingga hari ini. Sebelumnya, PT TM sempat mendapat sorotan 2021 lalu setelah merambah hutan di wilayah pesisir.

Kali ini aksi Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)) PT JAP menguak rentetan kasus kejahatan lingkungan yang selama ini tidak sampai ke pengadilan. Salah seorang direkturnya, RMY ditangkap usai melakukan perambahan hutan di wilayah Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia Kabupaten Konawe Utara.

RMY bersama rekannya dinilai mengolah secara ilegal kawasan hutan produksi sekitar 2,8 hektare. Saat diperiksa, perusahaan tak memiliki IPPKH dan izin pengolahan kawasan hutan lainnya.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Doddy Kurniawan mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengejar rekan RMY. Menurutnya, aksi ini sudah dilakukan tersangka sejak Mei 2021.

"Tim kami melakukan operasi lapangan pada Oktober 2021, kami mendapati mereka di lokasi," ujar Doddy Kurniawan.

Doddy menyesalkan, aktivitas PT JAP ini sebenarnya sudah ditutup sejak September 2021. Namun, perusahaan tetap memaksa melakukan operasi.

"Kita amankan 3 unit dump truck, 3 unit alat berat, semua dipakai dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi surat-surat," katanya.

Dia menyebut, tim penyidik KLHK telah menetapkan RMY Direktur Utama PT JAP sebagai tersangka tanggal 14 Februari 2022. Tersangka terancam pasal pasal 78 ayat (2) Jo pasal 50 ayat (3) huruf a UU nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana telah diubah dalam pasal 36 angka 19 pasal 78 ayat (2) Jo pasal 36 Angka 17 pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja.

Selanjutnya, dikenai pasal 89 ayat (1) huruf a, b dan/ atau pasal 90 ayat (1) Jo pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dalam pasal 37 angka 5 pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang- Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Atas kejahatan ini tersangka RMY diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar," pungkasnya.

Diketahui, RMY merupakan seorang pemuda kelahiran Surabaya, Jawa Timur. Menurut pengakuan pemuda berusia 27 tahun ini, ia sudah beberapa kali bolak-balik mengurus surat-surat di Sulawesi Tenggara.

 


Sikap Ditjen Gakkum KLHK

Salah satu aktivitas tambang ilegal di Konawe Utara yang kini ditangani Gakkum KLHK Sulawesi.(dok Gakkum KLHK/Liputan6.com)

Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK mengatakan, penangkapan dan penetapan tersangka, serta penyidikan kasus ini secara tuntas menunjukkan bukti keseriusan dan komitmen pemerintah. Menurutnya, KLHK fokus menegakkan hukum dan menindak pelaku kejahatan pertambangan ilegal.

“Pelaku pertambangan ilegal tidak hanya merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup tapi mereka juga telah merugikan negara, serta mengancam keselamatan masyarakat akibat bencana ekologis," ujar Rasio Ridho Sani.

Dia mengatakan, pelaku pertambangan ilegal seperti yang dilakukan oleh tersangka RMY adalah pelaku kejahatan. Dia juga mengingatkan, aparat tidak berhenti menindak khusus pelaku tambang ilegal.

"Pelaku kejahatan yang mendapatkan keuntungan pribadi di atas kerusakan lingkungan, penderitaan masyarakat serta kerugian negara. Pelaku kejahatan seperti ini telah mengorbankan banyak pihak untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan melanggar hukum. Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya," tegasnya.

"Saya sudah meminta penyidik untuk mengembangkan kasus ini. Penyidikan kasus ini tidak boleh berhenti hanya sampai tersangka RMY," katanya.

Dia menambahkan, kejahatan pertambangan ilegal, termasuk nikel merupakan kejahatan luar biasa, terorganisasi, pasti banyak pihak lainnya yang terlibat, termasuk pihak-pihak yang mendanai dan membeli hasil tambang ilegal. Pihaknya juga mengapresiasi Kejaksaan Tinggi Sultra atas dukungannya selama proses penyidikan serta dukungan Kepolisian Daerah Sultra dalam penangangan kasus ini.

"Saya sudah meminta penyidik Gakkum KLHK yang di Jakarta untuk bekerjasama dengan PPATK guna mendalami aliran keuangannya dan menerapkan penegakan hukum tindak pidana multidoor atau pidana berlapis termasuk penegakan hukum tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan Putusan MK Nomor 15/PUU-XIX/2021, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLHK dan PPNS lainnya memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang," pungkasnya.


Pengakuan Tersangka

Tersangka perambahan hutan ilegal di Konawe Utara.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Ditemui di Rumpbasan kelas IA Kendari, RMY tidak mengakui jika dia sudah melakukan penambangan ilegal di Konawe Utara. Dia mengatakan, saat ditangkap, pihaknya hanya melakukan pembuatan dan pembukaan jalan tambang.

"Saya belum menambang," ujar RMY.

Dia menjelaskan, sudah memiliki IUP sejak 2009 lalu. Namun, izin pengolahan kawasan hutan, IPPKH, belum keluar. Saat dilaporkan, mereka sempat pra-peradilan dan menang.

Soal perambahan kawasan hutan ilegal oleh oknum perusahaan lain di sekitarnya, dia mengatakan sudah melaporkan kejadian ini ke aparat. Namun, bukannya ditanggapi, malah menurutnya dia yang diproses hukum.

"Kalau kalian ke lokasi, IUP saya masih hijau, belum saya kerja, yang sudah kerja itu perusahaan di sekitar saya," jelasnya.


Simak video berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya