Sri Mulyani: Ekspor Indonesia Drop 40 Persen Akibat Pandemi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan dampak pandemi Covid-19 yang sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi nasional termasuk pada ekspor-impor.

oleh Arief Rahman H diperbarui 10 Mar 2022, 17:45 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Rapat kerja tersebut terkait evaluasi APBN tahun 2021 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 serta rencana PEN 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengisahkan dampak pandemi Covid-19 yang sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi nasional. Bahkan, tingkat ekspor-impor indonesia terjun bebas hingga 40 persen.

Ia menyebut dengan kondisi itu, berarti penerimaan negara pun jadi semakin berkurang. Baik dari sisi pajak hingga royalti dan kepabeanan. Hal ini imbas dari kegiatan ekonomi masyarakat yang berhenti seketika karena diserang pandemi Covid-19.

“Didalam situasi yang tiba-tiba diam, dampak sosial ekonominya luar biasa dari berhentinya kegiatan manusia, saya bisa bayangkan sebagai Menteri Keuangan kalau seluruh denyut ekonomi berhenti, maka tidak ada yang membayar pajak,” katanya dalam sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Jawa Tengah, Kamis (10/3/2022).

“Penerimaan negara dari pajak, kepabeanan, dari PNBP, royalti, bea keluar, bea masuk, semua drop karena ekspor kita drop 40 persen, impor drop 30 persen,” imbuh Sri Mulyani.

Bahkan ia menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia negatif 2 persen dan pada kuartal II 2020 lalu terjun hingga minus 7 persen. Namun, hal ini tak bisa jadi alasan untuk negara tidak hadir membantu rakyatnya.

Dengan turunnya pendapatan negara itu, di masa krisis kesehatan, ia menekankan bahwa negara perlu hadir untuk merespons masyarakat. Ini sebagai pelaksanaan fungsi negara memanfaatkan dan menyalurkan pajak-pajak yang sebelumnya dikumpulkan.

“Negara hadir berarti hanya satu, kalau pendapatan turun, namun kita harus melindungi rakyat dari ancaman kesehatan, kita harus melindungi masyarakat dari ancaman sosial, terutama usaha kecil menengah yang tak bisa lagi jualan bakso, jualan jamu. Pasti dampaknya sangat menekan di tingkat masyarakat akar rumput.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Perbedaan Dengan Krisis Sebelumnya

Menteri Keuangan Sri Mulyani

Lebih lanjut, bendahara negara itu juga membandingkan dengan krisis pada 2008-2009 dan krisis ekonomi pada 1998 lalu. Pada 2008 lalu krisis ekonomi dimulai dari runtuhnya Lehman Brother dan berdampak ke dunia luas.

Lalu, pada 1998 krisis ekonomi bermula dari runtuhnya bank-bank milik negara yang berimbas pada kegiatan ekonomi masyarakat. Keadaan pandemi, kata dia, langsung berdampak pada masyarakat tanpa perantara terlebih dahulu.

“Guncangan nya ke seluruh sendi kehidupan kita. Tapi pandemi itu langsung ke rakyat, gak melalui bank dulu,” katanya.

“Jadi waktu itu (pandemi) kita melihat penerimaan negara menurun belanja harus naik karena kita harus memberikan perlindungan dalam bentuk kesehatan entah itu belanja yang sakit karena covid membeli APD ayng waktu itu rebutan membeli PCR ayng waktu itu masih belum ada, dan harus mengadakan vaksin,” terang dia.

Ia menyebut, belanja pemerintah untuk perlindungan masyarakat tujuannya untuk membantu UMKM dan mulai mendesain pemulihan ekonomi selanjutnya tanpa menunggu Covid-19 usai.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya