Sri Mulyani Buka-bukaan Alasan Pemerintah Usulkan UU HKPD

Sri Mulyani Indrawati mengatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) didesain untuk memperkuat fiskal

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2022, 18:15 WIB
Sri Mulyani saat memberi arahan dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/1). Menurut Sri Mulyani, naiknya pertumbuhan China memberikan dampak positif terhadap perekonomian dunia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) didesain untuk memperkuat dan menjawab berbagai tantangan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal.

Sebab pelaksanaan otonomi daerah selama 2 dasawarsa masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang harus segera di perbaiki untuk seabad Indonesia pada tahun 2045.

“Meskipun 20 tahun sudah mencapai berbagai capaian yang baik, kita mengakui masih banyak PR yang harus diselesaikan dan hal hal yang perlu diperbaiki,” kata Sri Mulyani dalam Kick Off Sosialisasi UU HKPD di Demak, Jawa Tengah, Kamis (10/3).

Dia menjelaskan, selama 20 tahun terakhir, desentralisasi fiskal telah menunjukkan berbagai kinerja positif. Namun demikian, masih terdapat tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaannya. Misalnya pemanfaatan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang belum optimal dan struktur belanja daerah yang belum memuaskan.

“Kita melihat bahwa transfer ke daerah masih belum optimal dinilai apakah dari sisi kualitas belanja, maupun dari sisi sinkronisasi antara policy fiskal pusat dengan daerah," kata dia.

Selain itu, belanja pemerintah daerah masih didominasi belanja yang sifatnya administratif atau untuk membayar gaji pegawai. Sementara Belanja-belanja untuk membangun infrastruktur dan perbaikan sosial masyarakat masih sangat terbatas,” kata dia.

Di sisi lain, bendahara negara ini menilai tax ratio di daerah masih perlu ditingkatkan. Meski Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mengalami peningkatan, namun tax ratio di daerah masih berada di angka 1,2 persen pada tahun 2020 akibat pandemi.

“Basis pajaknya juga memang perlu untuk makin ditingkatkan atau diperluas. Saat ini baru 1,2 persen pada tahun 2020,” ujarnya.

 


Terbatas

Menteri Keuangan Sri Mulyani/Istimewa.

Tak hanya itu, pemanfaatan pembiayaan juga masih terbatas. Padahal daerah bisa lebih fleksibel meminjam di dalam rangka untuk tujuan produktif juga masih belum optimal. Namun pada saat yang bersamaan, sinergi fiskal pusat dan daerah juga masih belum optimal.

“Sinergi pusat daerah yang tidak sinkron menyebabkan kebijakan fiskal APBD dan APBN memberikan dampak yang kurang optimal, baik dari sisi ekonomi dalam bentuk pertumbuhan penciptaan, kesempatan kerja, penurunan kemiskinan dan dari sisi pelayanan publik,” kata dia.

Maka, Sri Mulyani mengatakan pemerintah bersama dengan DPR dan DPD, serta setelah masukan secara luas dari masyarakat, akademisi, dan pemerintah daerah, melakukan amandemen Undang-Undang HKPD untuk mengevaluasi undang-undang sebelumnya. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah, meningkatkan kualitas belanja di daerah, dan harmonisasi antara kebijakan fiskal pusat dengan fiskal di daerah.

Harapannya, dapat tercipta hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat.“Dampak akhirnya adalah output dan outcome, yaitu layanan kualitas layanan kepada masyarakat membaik,” pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya