Liputan6.com, Malang - Ekskavasi tahap ketiga Situs Srigading Malang selesai dilaksanakan. Menghasilkan sejumlah temuan penting, menguatkan perkiraan bila situs ini sebuah candi yang istimewa dan telah berdiri sejak masa Mataram kuno periode Jawa Tengah.
Ketua Tim Ekskavasi Situs Srigading Malang Wicaksono Dwi Nugroho, mengatakan ekskavasi tahap ketiga selama 2-9 Maret 2022 itu menargetkan penggalian bagian tengah atau sumuran candi, pembersihan sisi utara, penampakan halaman sekeliling candi serta pendokumentasian.
Baca Juga
Advertisement
“Empat target itu telah kami lakukan semua, jadi ekskavasi tahap ketiga ini kami anggap selesai,” kata Wicaksono yang juga arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.
Ekskavasi ketiga menemukan beragam artefak. Paling awal mendapatkan pondasi kaki candi berukuran 10x10 meter. Di atasnya terdapat profil kaki candi berukuran 8x8 meter dengan ketinggian yang tersisa 2,1 meter dan lapis ke atas 2,4 meter.
Saat menggali sumuran atau bagian tengah candi, ditemukan lingga di kedalaman 60 sentimeter. Setelah itu penggalian terus diperdalam, tim ekskavasi menemukan berbagai temuan relik artefak di tiap sudut dari sumuran di kedalaman 2,6 meter.
Temuan itu yakni, di sisi timur laut ada tempayan berbahan tembaga didalamnya terdapat beberapa isian benda dari bahan tembikar dan tembaga. Di sudut Tenggara ditemukan tiga alat pertanian berupa beliung, calok dan belencong.
Di sudut barat daya terdapat bokor dari tembaga dengan penutup bergagang emas. Di sudut barat laut ada tiga wadah berbahan tembaga, diidentifikasi sebagai sebuah periuk dan dua benda mirip teko.
Setelah semua temuan itu diangkat dan melanjutkan ke penggalian, di bawah terdapat lingga dan yoni berukuran kecil dibanding artefak serupa yang lebih dulu ditemukan. Bagian terbawah sumuran Situs Srigading Malang di kedalaman 4 meter merupakan lantai dengan lapisan bata.
“Berbagai temuan itu cukup mengejutkan dan sangat menarik. Situs atau candi ini sangat istimewa,” ujar Wicaksono.
Temuan Utuh
Berbagai artefak itu melengkapi temuan hasil ekskavasi sebelumnya berupa tiga arca yakni Agastya, Nandiswara dan Mahakala yang merupakan komponen panteon Siwa. Selain itu sejumlah fragmen relief, porselen, batu ambang relung hingga lingga yoni lebih dulu ditemukan.
Tim arkeolog belum pernah menemukan artefak dengan kondisi nyaris utuh seperti di Situs Srigading Malang ini. Biasanya di situs-situs yang diekskavasi sebagian besar sudah dijarah oleh aktivitas penggalian liar.
“Tapi Situs Srigading cukup terjaga dan utuh, ini special dan istimewa. Tata letak tiap benda di dalam sumuran itu juga sangat menarik,” ucap Wicaksono.
Sehingga bisa lebih menjelaskan Candi Srigading merupakan sebuah candi beragama Hindu Siwa. Temuan itu juga menandakan tubuh bangunan candi itu dahulu selain dihiasi oleh relief juga dihiasi oleh relung-relung.
“Nanti semua temuan lepas berbahan logam akan kami tes di laboratorium untuk menguatkan dari masa kapan Situs Srigading ini,” ujar Wicaksono.
Advertisement
Candi Lintas Zaman
Berdasarkan hasil temuan sejak ekskavasi tahap pertama hingga tahap ketiga itu menguatkan hipotesis awal bahwa situs atau Candi Srigading bergaya abad ke 10 Masehi. Bergaya arsitektur Mataram kuno periode Jawa Tengah hingga awal Mpu Sindok di Jawa Timur.
Wicaksono mengatakan, bentuk bata dan temuan arca di Situ Srigading menyerupai Situs Pendem di Kota Batu yang diekskavasi selama 2019-2020 silam. Kedua situs itu bisa dikaitkan dengan Prasasti Sangguran berangka tahun 928 Masehi.
“Dari arsitekturnya punya sisi genta yang merupakan ciri dari gaya Mataram kuno,” ucapnya.
Karena berbagai hal itulah menguatkan dugaan bila Situs Srigading telah ada sejak periode Mataram kuno di Jawa Tengah, sebelum Mpu Sindok mendirikan Kerajaan Medang di Jawa Timur. Mpu Sindok memberikan penghargaan berupa penetapan sebagai daerah bebas pajak.
Bahkan candi ini terus bertahan hingga masa kekuasaan Kerasaan Majapahit. Indikasinya, temuan sebuah fragmen porselin dari masa dinasti Qing dari abad ke 17 Masehi sampai abad ke-19 Masehi. Menandakan candi telah melewati masa sangat panjang.
“Jadi bangunan ini sudah melintasi zaman yang luar biasa kemudian mengalami keruntuhan,” kata Wicaksono.
Runtuhnya candi diduga karena beberapa hal, bisa disebabkan dampak gempa bumi dengan tanda retakan-retakan sehingga memicu pergeseran konstruksi. Atau bisa pula pergeseran konstruksi itu faktor pelapukan dari bata itu sendiri karena melampaui masa yang cukup lama.
“Hasil tes temuan artefak berbahan logam nanti akan menguatkan masa situs ini berdiri,” ucap Wicaksono.