Liputan6.com, Banyumas - Perajin tempe di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah terpaksa menaikkan harga tempe seturut melonjaknya harga kedelai di pasaran.
Pardiman, salah satu perajin menuruturkan saat ini harga kedelai mencapai Rp11.500 per kilogram, atau naik sekitar Rp2.500 per kilogram dari kondisi normal. Karena itu, dia menaikkan seluruh ukuran tempe, sekitar Rp100.
“Karena menyesuaikan harga kedelai naik, kita proses untuk yang saya naikkan, yang tadinya seharga RP250 menjadi Rp350, yang Rp500 menjadi Rp600, yang tadinya Rp700 menjadi Rp800,” kata Pardiman, di Banyumas, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Advertisement
Namun, karena kenaikan harga tempe ini omzet hariannya turun. Dalam kondisi normal kapasitas produksi mencapai 50 kilogram per hari. Namun kini produksi harus dikurangi karena pasaran yang sedikit terganggu, meski tidak terlalu signifikan.
“Dulu itu sekitar Rp9.000-an lah. Sekarang sudah naik sekali, menjadi Rp11.500. Berat bagi perajin,” ucap dia.
Pardiman berharap pemerintah segera melakukan langkah untuk mengupayakan penurunan harga kedelai. Dengan begitu biaya produksi bisa ditekan dan harga tempe di pasaran kembali turun sehingga pasar kembali normal.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kata Bupati Banyumas
Bupati Banyumas, Achmad Husein menjamin kenaikan harga kedelai tidak memengaruhi jumlah pasokan kedelai di Banyumas. Sebab, terlah terjalin komunikasi yang baik antara distributor kedelai dan Pemkab Banyumas.
Husein menjelaskan, total kebutuhan kedelai di Kabupaten Banyumas sekitar 75 ton per hari. Sebagian besar diserap oleh lima sentra industri tempe dan tahu. Untuk itu, dia meminta kepada pemerintah pusat untuk turut mencarikan jalan keluar persoalan tersebut.
Selanjutnya dia berharap agar para perajin bisa menyiasati situasi kenaikan harga kedelai, kaitan dengan tuntutan pasar yg ada, sehingga konsumen tidak kecewa dengan dampak kenaikan harga kedelai terhadap produk tempe yang dihasilkan.
Sebagian perajin di sentra penghasil tempe Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah terpaksa menghentikan produksi akibat kenaikan harga kedelai yang cukup signifikan beberapa waktu terakhir.
Kepala Desa Pliken, Parjito mengatakan sebagian perajin tidak mampu mengikuti harga kedelai yang naik. Pasalnya, perajin juga masih harus menanggung biaya produksi lainnya, seperti daun pisang, tenaga kerja, hingga pemasaran.
Advertisement
Jumlah Perajin Berkurang
Dia mengungkapkan, jumlah perajin tempe di Pliken sekitar 1.000-an orang. Namun, akibat lonjakan harga kedelai jumlah itu dipastikan sudah jauh berkurang. Tetapi dia tak menyebut angka pasti jumlah perajin yang masih bertahan.
“Ya jumlah perajinnya sekitar 1.000-an. Kalau sekarang yang mungkin bisa berkurang, melihat situasi dan kondisi harga kedelai yang semakin naik,” ucap dia.
Adapun perajin yang masih bertahan memilih untuk mengecilkan ukuran tempe maupun mengurangi jumlah produksi harian.
“Antisipasi harga, kedelai naik, bagi warga yang berinisiatif untuk mengurangi, kiloannya, atau dikecilin ukurannya,” kata Parjito.
Menurut dia, desanya adalah sentra tempe terbesar di Banyumas. Dalam sehari kebutuhan kedelai mendapai 15 ton. Tempe tersebut didistribusikan ke lima kabupaten, meliputi Banyumas, Banjarnegara, Cilacap, Purbalingga, hingga Kebumen.
“Itu ke pasar-pasar tradisional di Barlingmascakeb,” ujarnya.