JABERA: Harmonisasi Gender Penting Untuk Pembangunan Manusia & Revolusi Mental

Ketua Umum Jaringan Bela Rakyat (JABERA), Tigor Mulo Horas, mengatakan terciptanya keharmonisan gender penting untuk pembangunan manusia di Indonesia guna menyukseskan revolusi mental yang sesungguhnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Mar 2022, 15:53 WIB
ilustrasi kesetaraan gender (Pexels/Magda Ehlers)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Jaringan Bela Rakyat (JABERA), Tigor Mulo Horas, mengatakan terciptanya keharmonisan gender penting untuk pembangunan manusia di Indonesia guna menyukseskan revolusi mental yang sesungguhnya.

“Peran aktif perempuan Indonesia di era post-modern dan terbangunnya pengertian di masyarakat akan keharmonisan gender adalah perjuangan nyata mencerdaskan masyarakat secara menyeluruh,” kata Tigor seperti dilansir Antara.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam webinar nasional memperingati Hari Perempuan Internasional Tahun 2022.

Ia mengatakan JABERA sebagai perkumpulan memberi dukungan penuh terhadap pergerakan perempuan Indonesia dengan cara membuka ruang publik serta kegiatan-kegiatan yang dapat mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya peran perempuan.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak JABERA Bunga Aprilia mengungkapkan bahwa kepemimpinan perempuan patut menjadi panutan bersama dalam memimpin bangsa di tengah perkembangan era globalisasi.

“Saya melihat di era post-modern ini perempuan sangat dekat sekali dengan perkembangan globalisasi yang kini merasuki kita semua, dengan begitu pemimpin perempuan patut jadi panutan bersama dalam menghadapi berbagai tantangan atau persoalan bangsa,” ucap Bunga.

Ia memandang pemimpin perempuan memiliki karakteristik yang lebih ekspresif dalam menyuarakan pesan dari masyarakat dalam menghadapi dan mengelola pandemi COVID-19.

Akan tetapi, meski Bunga menilai perempuan sudah layak menjadi pemimpin, terdapat persoalan seperti calon perempuan yang terkadang memiliki pendukung lebih sedikit daripada laki-laki, baik karena faktor konstruksi sosial, nilai-nilai agama, hingga budaya yang menghambat.

Tidak hanya terkait tantangan perempuan sebagai pemimpin, Bunga juga mengungkapkan bahwa sejak pandemi COVID-19, perempuan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam kehidupan sehari-hari.

Di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), perempuan harus tetap bersikap profesional dan mengurus rumah tangga ketika pasangannya tidak lagi menjadi tulang punggung keluarga.

Bunga menegaskan bahwa hal tersebut merupakan polemik akibat budaya patriarki yang mengharuskan perempuan untuk bekerja dan melayani rumah tangga.

“Ini memerlukan dukungan harmonisasi gender dalam kehidupan sehari-hari,” kata Bunga.


Infografis

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya