3 Fakta Tersangka Teroris Dokter Sunardi Ditembak hingga Tewas Tim Densus 88

Dokter Sunardi, tersangka tindak pidana terorisme ditembak hingga tewas oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada Rabu malam 9 Maret 2022.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 12 Mar 2022, 13:26 WIB
Tersangka terduga tindak pidana terorisme Dokter Sunardi ditembak hingga tewas oleh Tim Densus 88 Antiteror Polri. (Twitter @@forbaby9pple)

Liputan6.com, Jakarta - Dokter Sunardi, tersangka tindak pidana terorisme ditembak hingga tewas oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada Rabu malam 9 Maret 2022.

Namun rupanya, banyak orang menyayangkan keputusan polisi yang langsung menembak mati terduga pelaku Dokter Sunardi hingga akhirnya menjadi sorotan.

Dijelaskan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, pada prinsipnya penegakan hukum adalah upaya terakhir ketika upaya-upaya preventif sudah dilakukan oleh petugas di lapangan.

Dedi menjelaskan, petugas kepolisian dalam hal ini Densus 88 Antiteror dibekali kewenangan diskresi atau kebebasan mengambil keputusan sendiri sesuai situasi di lapangan.

"Apabila membahayakan maka dapat dilakukan tindakan untuk melumpuhkan," kata Dedi, Jumat (11/3/2022).

Berikut sederet fakta terkait Dokter Sunardi, tersangka tindak pidana terorisme ditembak hingga tewas oleh Tim Densus dihimpun Liputan6.com:

 


1. Kronologi Penembakan

Ilustrasi dokter/dok. Unsplash Hush Naidoo

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Sunardi sudah ditetapkan sebagai tersangka, bukan lagi terduga.

Ramadhan kemudian menjelaskan alasan tindakan tegas terukur yang dilakukan aparat kepolisan adalah karena Sunardi melakukan perlawanan terhadap petugas yang berupaya melakukan penegakan hukum.

"Pada saat penangkapan terhadap tersangka dilakukan upaya paksa dengan tegas dan terukur, karena tersangka melawan petugas dengan menabrakkan mobilnya ke arah mobil petugas," ujar Ramadhan.

Lalu, setelah Sunardi menabrak dua mobil petugas, anggota naik ke bak belakang mobil doble cabin Strada milik tersangka, namun tersangka tetap menjalankan mobilnya dan melaju dengan kencang, serta menggoyangkan setir ke kanan dan ke kiri sehingga menyerempet mobil warga yang melintas.

"Dengan situasi tersebut dan dianggap bisa membahayakan petugas dan masyarakat sekitar maka petugas menembak tersangka dari belakang dan mengenai punggung atas dan pinggul kanan bawah," ungkap Ramadhan.

 


2. Penembakan hingga Tewas Jadi Sorotan Polisi Pastikan Bertindak Sesuai Aturan

Polisi bersenjata lengkap mengawal sejumlah terduga teroris untuk dihadirkan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/5/2019). Sepanjang bulan Mei 2019, tim Densus 88 Antiteror telah menangkap sebanyak 29 terduga teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Penembakan hingga tewas terhadap Dokter Sunardi, tersangka tindak pidana terorisme oleh Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri rupanya menjadi sorotan. Banyak orang menyayangkan keputusan polisi yang langsung menembak terduga pelaku hingga tewas.

Terkait hal itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pada prinsipnya penegakan hukum adalah upaya terakhir ketika upaya-upaya preventif sudah dilakukan oleh petugas di lapangan.

Dedi menjelaskan, petugas kepolisian dalam hal ini Densus 88 Antiteror dibekali kewenangan diskresi atau kebebasan mengambil keputusan sendiri sesuai situasi di lapangan.

"Apabila membahayakan maka dapat dilakukan tindakan untuk melumpuhkan," kata Dedi, Jumat (11/3/2022).

Mantan Kapolda Kalimantan Tengah itu menegaskan, personel kepolisian bertugas sesuai dengan aturan dan perundangan yang ada, dalam hal ini sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian.

"Serta secara universal petugas polisi di dunia melakukan hal tersebut," ujarnya.

Namun, Dedi juga menegaskan, apabila dalam upaya penegakan hukum terjadi pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian maka pihaknya akan menindak tegas.

"Apabila ada pelanggaran yang dilakukan, anggota Propam akan menindak," tegasnya.

 


3. Sosok Dokter Sunardi di Masyarakat

Ilustrasi dokter. (dok. unsplash/@ashkfor121)

Sunardi (54) diketahui berprofesi sebagai dokter dan membuka praktik di rumahnya di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Ketua RT 03 Bangunharjo Bambang Pujiana mengaku kaget saat dihubungi oleh anggota Bhabinkamtibmas Sukoharjo bahwa Sunardi meninggal karena ada kaitannya dengan jaringan terorisme.

Dia menjelaskan, Sunardi seorang dokter yang praktik di rumahnya, tetapi dia terkenal tertutup dengan warga sekitar. Bahkan, pada acara kampung seperti kerja bakti dan rapat RT tidak pernah hadir.

"Yang bersangkutan orangnya tertutup tidak pernah tegur sapa dengan warga sekitar. Dia kelihatan jika pergi ke masjid, setelah itu, pulang ke rumah," ucap Bambang.

Menurut dia, yang bersangkutan bersama keluarga bukan warga asli kelurahan Gayam, melainkan pendatang yang membeli rumah di Sukoharjo.

"Selama di Sukoharjo, Sunardi tidak pernah menyerahkan surat Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada RT," kata Bambang.

Sunardi memiliki empat anak dan satu istri yang juga bekerja sebagai dokter. Yang bersangkutan selama ini membuka praktik dokter di rumahnya, tetapi kelihatan sepi pasien. Praktiknya dokter umum dan sering juga buka praktik di klinik di Solo.

Sunardi ditetapkan sebagai tersangka karena merupakan anggota kelompok teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Memiliki peran pernah menjabat sebagai amir khitmad menjabat sebagai deputi dakwa dan informasi, sebagai penasihat amir JI dan penanggungjawab Hilal Amar Society.


Penangkapan Terduga Teroris Ahli Bom Jamaah Islamiyah

Infografis Penangkapan Terduga Teroris Ahli Bom Jamaah Islamiyah. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya