Kisah Siswa Bertaruh Nyawa Seberangi Sungai Banjir Demi Sekolah di Ende NTT

Puluhan siswa Sekolah Dasar Impres (SDI) Niosanggo, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, harus bertaruh nyawa melewati banjir, untuk pergi ke sekolah

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 13 Mar 2022, 03:00 WIB
Puluhan siswa dibantu kepala desa, aparat desa dan guru saat menyebrangi sungai.(Liputan6.com/Dionisius Wilibardus)

Liputan6.com, Ende - Puluhan siswa Sekolah Dasar Impres (SDI) Niosanggo, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, harus bertaruh nyawa melewati banjir, untuk pergi ke sekolah.

Aktivitas ini dilakukan nyaris setiap hari saat musim hujan, karena ketiadaan jembatan penghubung. Padahal, lebar Sungai Lewolaka mencapai 95 meter dengan kedalaman 60 sentimeter dalam kondisi normal.

Beginilah kondisi di Desa Fataatu Timur. Sungai ini merupakan akses jalan satu-satunya menuju ke sekolah.

Meski sudah berpakaian rapi dari rumah, mereka terpaksa harus menyeberangi Sungai Lewolaka. Perlahan-lahan mereka masuk ke dalam air dan bertarung dengan derasnya aliran sungai.

Walaupun sudah berhati-hati, sebagian seragam mereka basah karena dalamnya sungai. Kondisi ini sudah berlangsung puluhan tahun karena ketiadaan jembatan penghubung di daerah mereka.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Musim Hujan Kerap Libur

Beberapa siswa bahkan terseret arus sungai yang deras, namun berhasil diselamatkan warga setempat.

Dengan dibantu kepala desa, aparat desa dan masyarakat setempat, puluhan siswa ini terpaksa menyeberangi sungai yang arus yang sangat deras.

Perjuangan menyeberangi sungai ini tak hanya dilakukan oleh siswa-siswi saja, namun guru juga ikut menyeberangi sungai dan harus rela pakaiannya basah demi dapat mengajar anak anak.

Kepala SDI Niosanggo Felix Ve, ditemui media Liputan6.com, Jumat (11/03/2022) mengatakan kondisi ini sudah di alami berpuluh-puluh tahun dan belum ada solusi apapun dari pemerintah.

“Kalau hujan lebih dari seminggu otomatis siswa juga diliburkan dalam seminggu, sebab pihak sekolah tidak mau mengambil risiko terhadap anak didik,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan pada musim penghujan materi pelajaran untuk anak selalu mengalami keterlambatan, sebab banyaknya waktu libur. Sebab, para siswa dan guru tidak bisa menyebrangi sungai.

“Untuk mengejar keterlambatan mata pelajaran pihak sekolah mengsiasati dengan belajar kelompok di rumah dan didampingi oleh guru,” sebutnya.

Ia mengharapkan pemerintah untuk sesegera mungkin membangun jembatan, agar para siswa bisa ke sekolah tanpa harus menyebrangi kali.

 


Harapan Pemerintah Desa

Siswa Seberangi Sungai Berarus Deras

Kepala Desa Fataatu Timur Isak Abel Do mengatakan saat musim penghujan anak-anak di desanya sangat sulit untuk pergi ke sekolah, sebab sekolah berada di seberang sungai dan akses jalan satu-satunya menuju sekolah harus menyebrangi sungai.

“Bila musim penghujan seperti ini, saya dan aparat desa bersama guru-guru setiap pagi mau tidak mau harus lebih dulu di sungai untuk membantu menyeberangi siswa siswi,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan terkait jembatan dirinya sudah usul baik melalui musrenbangdes maupun musrenbangcam namun hingga saat ini belum terealisasi.

Kami berharap pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat bisa melihat ini karena dirinya sudah berusaha melalui dana desa namun tidak sanggup, karena dana desa bukan hanya diprioritaskan untuk mengerjakan akses jalan dan jembatan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya