Cegah Stunting, BKKBN  dan Kemenag Siapkan 'Ibu Kualitas Prima' Sebelum Menikah

BKKBN dan Kemenag berkolaborasi membuat program penurunan stunting. Program yang diluncurkan di Bantul menjadi penanda penurunan stunting hingga di bawah 14 persen.

oleh Yanuar H diperbarui 14 Mar 2022, 19:00 WIB
Hari Gizi Nasional, simak cara mencegah stunting dan obesitas pada anak. (pexels/shvets production).

Liputan6.com, Yogyakarta - Bantul menjadi kabupaten yang ditunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk peluncuran program Pendampingan, Konseling, dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah sebagai Upaya Pencegahan Stunting dari Hulu kepada Calon Pengantin.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan program ini merupakan sinergitas dan kolaborasi dalam program pencegahan stuntingmulai dari hulu.

"Presiden Jokowi mewajibkan stunting di bawah 20 persen cita-citanya adalah 14 persen dan Bantul menjadi percontohan karena jauh di bawah 20 persen yaitu di bawah 16% yaitu sekitar 14%," kata Hasto saat membuka program di Pendopo Parasamya Bantul, Jumat (11/3/2022).

Hasto mengatakan angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4 persen, artinya 1 dari 4 anak di Tanah Air stunting dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen. Ia mengapresiasi Bantul yang mampu menekan laju stunting di wilayahnya.

"Bantul punya komitmen tinggi itu setiap pedukuhan dibantu Rp50 juta itu luar biasa," katanya.

Hasto mengatakan Bantul juga memiliki komitmen tinggi sehingga bisa jadi percontohan daerah lain. Harapannya angka stunting di Indonesia menurun.

"Pertimbangannya, Bantul itu Tim Percepatan Penurunan Stunting sudah siap. Kedua, Bantul ini angka stunting tidak tinggi sudah sesuai dengan cita-cita tahun 2024. Kalau dipelajari bisa menurunkan lagi itu lebih bagus," katanya.

Hasto mengatakan untuk program Pendampingan, Konseling, dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah maka kondisi calon ibu juga harus dipersiapkan. Menurut data, masih terdapat remaja putri usia 15-19 tahun dengan kondisi berisiko kurang energi kronik sebesar 36,3 persen, dan mengalami anemia sebesar 37,1 persen.

"Remaja putri yang anemia itu 37 persen kalau diperiksa 3 bulan sebelum menikah, maka waktu 3 bulan ini bisa untuk koreksi aneminya untuk menaikkan HB-nya itu butuh waktu 3 bulan," katanya.

Hasto mengatakan bagi pasangan yang mau menikah, maka tiga bulan pranikah wajib diperiksa. Sehingga jika hasilnya anemia atau kurang gizi maka masih bisa diperbaiki dan anak tidak menjadi stunting.

"Kalau hasilnya anemia, tidak dilarang menikah, hasilnya under nutrisi tidak dilarang. Itu syarat nikahnya hanya periksa, hanya nanti tetap didampingi. Tim percepatan penurunan stunting sudah di-launching di Bantul," katanya.

Hasto menegaskan calon orangtua terutama ibu memiliki peran penting dalam perkembangan anaknya. Sehingga, pemerintah menyiapkan ibu dengan kualitas prima dalam program penurunan stunting di Indonesia.

"Kalau ibunya tidak sehat maka nanti cucunya juga terkena dampaknya," katanya.

Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mendukung program BKKBN ini karena ketahanan keluarga merupakan pondasi negara. Menyiapkan keluarga yang prima harapannya agar mampu berkompetisi di masa akan datang.

"Kita tim kompak datang kesini untuk mendengar arahan BKKBN. Pelibatan dinas kesehatan, puskesmas dan dibawahnya agar penanganan stunting bisa kita selesaikan dengan target yang diberikan," katanya.

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya