Liputan6.com, Jakarta - Saham Didi amblas 44 persen pada perdagangan akhir pekan. Perseroan alami penurunan terbesar harga saham sejak perusahaan ride-hailing China itu go public di Amerika Serikat (AS) pada Juni 2021.
Saham Didi saat ini telah susut 87 persen di bawah harga IPO. Membuat dua pemegang saham utamanya, yakni SoftBank dan Uber menghadapi potensi kerugian yang besar.
Melansir CNBC, Sabtu (12/3/2022), saham Didi terjun bebas di tengah tindakan keras pemerintah China terhadap perusahaan domestik yang terdaftar di AS. Didi mengatakan pada Desember lalu, mereka akan delisting dari New York Stock Exchange. Softbank memiliki sekitar 20 persen saham Didi.
Baca Juga
Advertisement
Saham konglomerat Jepang itu sekarang bernilai sekitar USD 1,8 miliar atau sekitar Rp 25,79 triliun (asumsi kurs 14.332 per dolar AS), turun dari hampir USD 14 miliar atau sekitar Rp 200,64 triliun pada saat IPO. Sementara saham Uber turun sekitar 12 persen mendorong nilainya turun lebih dari USD 8 miliar atau sekitar Rp 114,65 triliun pada Juni, menjadi lebih dari USD 1 miliar atau sekitar Rp 14,33 triliun.
Uber bergabung pada 2016 setelah menjual bisnisnya di China kepada Didi. Dalam laporan tahunan terbarunya, Uber mengungkapkan kerugian USD 3 miliar atau Rp 42,99 triliun yang belum direalisasikan atas investasinya di Didi.
Sementara untuk SoftBank, Didi adalah salah satu dari 83 perusahaan yang didukungnya melalui Vision Fund pertama. Tahun lalu, SoftBank menjual sebagian dari kepemilikannya di Uber-nya untuk menutupi kerugian Didi.
"Sejak kami berinvestasi di Didi, kami telah melihat kehilangan nilai yang sangat besar," ujar CEO Softbank, Masayoshi Son.
Saham SoftBank turun 6,6 persen pada saat penutupan, sementara Uber naik 1,2 persen.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saham Alibaba hingga Baidu Anjlok di Bursa Hong Kong
Sebelumnya, saham perusahaan China yang tercatat di bursa saham Hong Kong dan Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Jumat, 11 Maret 2022. Saham yang tertekan itu termasuk Nio, JD.com, dan Alibaba.
Menjelang akhir pekan ini, saham raksasa teknologi Alibaba turun 6,56 persen. Saham produsen kendaraan listrik Nio anjlok 11,64 persen. Saham Baidu melemah 5,14 persen, dan NetEase susut 6,94 persen.
Saham JD.com anjlok 15,67 persen setelah melaporkan kerugian kuartalan pada Kamis pekan ini. Indeks Hang Seng teknologi susut 7,55 persen. Demikian mengutip dari laman CNBC, Jumat pekan ini.
Saham teknologi perusahaan China melemah mengikuti saham China yang tercatat di bursa saham Amerika Serikat pada Kamis malam waktu setempat. Hal ini seiring kekhawatiran baru atas potensi delisting di AS.
Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menyebutkan lima US listed depository receipts (ADR) perusahaan China yang tercatat di AS menurut mereka gagal mematuhi Holding Foreign Companies Accountable Act. ADR mewakili saham perusahaan non AS dan diperdagangkan di bursa AS.
ADR China yang ditandai oleh SEC yang pertama diidentifikasi tidak memenuhi standar HFCAA. Tindakan tersebut memungkinkan SEC untuk melarang perusahaan melakukan perdagangan dan bahkan dihapus dari bursa AS jika regulator di Amerika Serikat tidak dapat meninjau audit perusahaan selama tiga tahun berturut-turut.
Advertisement