Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia terus melambung hingga di atas USD 100 per barel. Para analis melihat bahwa invasi Rusia ke Ukraina menjadi penyebab utama kenaikan harga minyak dunia.
Namun, Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengamati, penanganan pandemi Covid-19 yang semakin baik menjadi pemicu kenaikan harga minyak. Ia pun bercerita, pemulihan ekonomi membuat permintaan akan minyak merangkak naik tetapi pasokannya belum besar.
"Pertama, hukum supply and demand. Sejak 2021 dimana penanganan pandemi mulai membaik, kebutuhan akan energi juga tumbuh seiring dengan aktivitas manusia yang meningkat," terang Arcandra Tahar, dikutip dari akun Instagram resmi @arcandra.tahar, Minggu (13/3/2022).
Menurut dia, kenaikan harga ini ditandai dengan dimulainya lagi proyek-proyek infrastruktur, dan semakin meningkatnya perpindahan barang antar negara.
"Dengan demand meningkat lebih tinggi dari kemampuan supply, maka harga minyak akan naik," imbuh Arcandra.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Buyarkan Analisis
Sebelum mencapai level USD 100 per barrel, harga minyak dunia (Brent) mulai menyentuh angka USD 95 per barrel pada Februari 2022. Ini merupakan level harga tertinggi sejak Oktober 2014.
Arcandra mengatakan, fenomena ini lantas membuyarkan perkiraan banyak orang, bahwa harga minyak dunia tidak akan pernah lagi mencapai USD 90 per barel.
"Pandemi Covid-19 juga tidak terbukti menurunkan kebutuhan dunia akan minyak bumi. Bahkan tahun 2022 ini demand minyak diperkirakan lebih tinggi dari sebelum pandemi," ungkapnya.
"Kenapa harga minyak bisa setinggi ini? Seperti biasa tidak ada yang mampu menjawabnya secara past," ujar Arcandra Tahar.
Advertisement